"Ti-tidak...." Lirih Xeon saat melihat tubuh anak bungsunya tergeletak lemah dilantai yang dingin itu.
"GAGA! KAMU GAK BOLEH TINGGALIN KAKAK! hiks... Gaga adik kakak satu-satunya... Kakak cuma punya kamu ga... Hiks... Setelah kak Gara pergi kenapa Gaga ikut pergi juga hah?!" Racauan dari putra tengahnya membuat Xeon tersadar.
Pria berusia 40 tahun itu mengerjap linglung sebelum tubuhnya ambruk begitu saja ke lantai. Xeon menangis, menjerit, meraung-raung menyalahkan dirinya sendiri yang sudah lalai menjadi seorang ayah.
Putra sulungnya meninggal ditangannya sendiri karena mencoba untuk melindungi adik bungsunya. Dan sekarang anak bungsunya meninggal karena siksaannya sendiri?!
Gama terus menggoyang-goyangkan tubuh kaku Gaga yang sudah bersimbah darah. Remaja berusia 17 tahun itu menangis histeris melihat adik kesayangannya harus terbujur kaku.
"Kak Gara! Kenapa kakak cuma bawa Gaga aja?! Gama juga mau ikut kak! Gama udah gak punya siapa-siapa disini hiks.... Bawa Gama pergi juga...." Gama memeluk tubuh Gaga menghiraukan bajunya yang terkena darah.
Xeon langsung menarik tubuh Gama kedalam pelukannya. Dia terus memeluk tubuh Gama meski mendapat perlawanan dari anak itu.
"LEPAS! ANDA PEMBUNUH! ANDA SUDAH MEMBUNUH SEMUA SAUDARA SAYA! PERGI! Hiks...."
Xeon semakin menangis. Dia yang sudah membunuh kedua anaknya. Dia yang sudah menyiksa anak-anaknya. Dia juga yang sudah melalaikan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah.
DOR
Xeon mematung. Jantungnya terasa merosot saat melihat bagaimana tubuh Gama mulai meluruh disamping tubuh Gaga.
Dengan segera Xeon menghampiri sang putra. Dia mengangkat kepala Gama untuk diletakkan diatas pahanya.
"Gama... Gama sayang... Hiks.... Jangan tinggalkan ayah.... Ayah-ayah hanya punya Gama hiks...." Isak Xeon sambil menepuk-nepuk pipi pucat Gama.
Gama hanya menatap kosong kearah wajah Xeon. Meski berantakan, namun paras ayahnya itu tetap terlihat menawan. Tanpa sadar bibir pemuda itu mengulas senyum tipis. Disela-sela nafasnya yang semakin memburu, Gama merasa bahagia karena akhirnya ayahnya itu menganggap dirinya sebagai seorang anak.
Matanya secara perlahan mulai memberat lalu terpejam dengan sempurna. Meninggalkan Xeon yang semakin termangu menatap wajah damai anak tengahnya yang ikut meninggalkannya untuk menyusul kedua saudaranya.
"Ga-gama?" Panggil Xeon dengan lirih.
Air matanya semakin deras saat tidak merasakan detak jantung sang putra.
"Gama ninggalin ayah juga? Seperti Gara dan Gaga? Hiks.... Kenapa ayah ditinggal hm? A-ayah tau kalau kesalahan ayah sangat banyak. Ta-tapi apakah ayah tidak punya kesempatan?" Tanya Xeon entah pada siapa. Manik legamnya menyisir kamar kecil tempat dimana ketiga anaknya selalu dikurung dan disiksa sedari kecil.
"Kenapa ayah harus dihukum seperti ini?" Xeon menatap kearah wajah pucat ketiga putranya yang sudah tergeletak kaku dengan darah yang mengalir dari tubuh mereka.
Xeon beralih menatap putra bungsunya. Dia mengelus pipi tirus Gaga yang dulu berisi. Pipi yang tembam nan halus itu kini hanya terasa tulangnya saja. Xeon rindu. Dia merindukan celotehan cadel dari Gaga.
"Gaga cape ya sama ayah? Padahal dari dulu Gaga selalu pengen meluk ayah. Se-sekarang kalau ayah peluk Gaga, Gaga bakal bangun kan?" Dengan gemetar tangan kekarnya memeluk tubuh ringkih putra bungsunya. Air matanya terus mengalir seakan tak ada habisnya. Dia terus terisak sambil mencium pipi Gaga.
Xeon meletakkan tubuh tak bernyawa Gaga disebelah Gama. Pria paruh baya itu menghampiri putra sulungnya yang sudah terlihat begitu pucat itu. Darah terus merembes dari dada serta dahinya karena ulah tangannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Back
Teen FictionRaxeon William Veregas adalah sosok ayah yang begitu buruk. Memiliki tiga anak kembar yang setiap hari selalu dia maki dan siksa hingga umur ketiga anaknya menginjak 17 tahun. Saat itulah mimpi terburuk Xeon datang. Anak sulung serta bungsunya tewas...