56. L&L

268 29 8
                                    

"Kau itu jantungku, dan hidup perlu jantung. Jadi jika kau hilang, maka aku akan mati."

.
.
.

"Jadi, jangan pergi."

Zora ngelus dari rambut sampe pipi Rei, dan berakhir ngusap lembut kelopak mata bengkak Rei pake ibu jarinya. Mata Rei sembab, akibat nangis seharian gara-gara kondisi Zora yang sempet melemah. Tapi sekarang, semua kebayar dengan Zora yang sadar kayak semula. Di depan matanya, Zora nampilin senyum favoritnya kayak biasa.

"Aku cuma capek, kenapa harus nangis?" tanya Zora.

"Aku takut."

"Apa yang ditakutin?"

"Takut kamu pergi," jawab Rei pake suara pelan. Dia nggak mau inget kejadian sebelumnya. Zora nggak sadarkan diri, dan Rei bersyukur kalo itu cuma karna Zora kehabisan tenaga sehabis melahirkan.

"Tapi aku nggak pergi—"

"Hampir." Rei natap Zora.

"Aku hampir kehilangan kamu tiga kali," lanjut Rei masih natap mata Zora. Rei inget persis kalo ini udah ketiga kalinya dia hampir kehilangan Zora. Pertama, waktu mereka hampir cerai. Kedua, waktu Zora dinyatain meninggal karna detak jantungnya berenti di waktu dia koma. Dan yang ketiga, belum lama ini. Rei, Kakak, semuanya. Ketakutan kalo bakal kehilangan Zora ngeliat kondisinya bener-bener down.

Karena Kakak bukan dokter umum, jadi dokter lain yang turun tangan atas Zora. Dokter spesialis jantung bilang kalo kondisi jantung Zora makin melemah. Itu juga terjadi karna sebelumnya Zora pernah jalanin operasi besar di bagian jantung. Di saat itu juga semua histeris, Kakak marah, Papa yang sibuk nenangin Kakak yang cuma bikin satu ruangan jadi riuh. Sementara Rei yang bengong dilanda ketakutan.

Zora senyum, dia tau persis gimana reaksi orang-orang gara-gara mikirin dia. Walopun dia sendiri nggak nyaksiin langsung, tapi ngeliat Rei yang matanya sembab begini dan ketakutan yang masih Rei tunjukin itu bikin dia ikut sedih.

"Matanya jadi jelek. Sini." Zora geser duduknya, minta Rei buat naik ke ranjang dan duduk di sebelahnya.

Rei nurut, dia naik ke ranjang, duduk di sebelah Zora dan meluk pinggang Zora dari samping.

Zora ngelus rambut Rei, dia notice keadaan Rei sekarang. Rei yang biasanya selalu senyum, ngeledekin dia, gombalin dia, ngajak ribut dia, sekarang ganti jadi Rei yang murung. Zora tau penyebab Rei begini, jadi dia nggak mau liat Rei yang nyebelin setiap saat berubah jadi Rei yang pendiem.

"Jangan sedih, masa sedih begini? Perasaan sebelumnya kamu seneng waktu gendong Twins." kata Zora.

"Bukan aku doang yang sedih, readers juga." jawab Rei.

"Kalo aku kasih hadiah, jangan sedih lagi oke?"

Rei nongak, natap Zora penasaran sama hadiah apa yang dimaksud tadi. Nggak ada jawaban dari Rei karna dia masih bingung, Zora langsung kasih hadiah yang dia maksud.

Rei natap Zora, dia sedikit kaget waktu Zora ngecup singkat bibirnya. Zora senyum doang nahan malu, jarang dia nyium Rei kayak gini apalagi pake alesan kalo ini buat ngebujuk Rei.

"Udah, kan? Nggak sedih lagi?"

Rei senyum, "harusnya kamu yang dapet hadiah. Inget hari ini hari ulang tahun kamu?" tanya Rei.

Zora natap jam dinding, jam sebelas malem. Yang artinya hari ulang tahun dia sebentar lagi udah habis. "Udah jam sebelas, dikit lagi selesai ulang tahunnya."

Rei ikut natap jam dinding, trus natap Zora lagi. "Nggak peduli. Kamu tetep ulang tahun, bahkan sampe besok atau bulan depan."

"Melawan hukum alam namanya," kata Zora.

[II] 𝐀𝐥𝐰𝐚𝐲𝐬 𝐎𝐙𝐎𝐑𝐄𝐈 [ ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang