duabelas

116 10 0
                                    

Siapa yang menduga baby Ling pingsan hayooo?? Hohohoho.





Ada tangan besar menutupi mata A-Ling dari pemandangan menyakitkan itu.

"Jangan dilihat kalau bikin sakit," satu suara rendah terdengar. "Pulang yuk".

A-Ling sudah nge-blank. Tidak sadar saat dibawa pergi oleh entah siapa itu. Yang ada di otak A-Ling hanyalah reka ulang adegan Sizhui mengecup Jingyi. A-Ling bahkan tidak berekasi saat dibopong ala putri dan dimasukkan ke jok belakang sebuah mobil.

"Kalau butuh bahu untuk menangis, nih bahu gege boleh dibasahi," kata suara itu.

Xueyang ternyata. Biasanya A-Ling enggak sudi dekat-dekat dengan Xueyang. Tapi, untuk kali ini, A-Ling membuat perkecualian dan memeluk Xueyang lalu menagis sepuasnya di dada Xueyang. Meratapi nasib cinta pertama yang kandas, bahkan sebelum sempat menyatakannya. Zhui ge jahat. Kalau memang sudah punya pacar, jangan perhatian sama A-Ling dong. A-Ling kan jadi berharap. Ndandaa, wuwuwu.

Xueyang mengusap punggung A-Ling tanpa pikiran mesum. Tadi, saat masih molor, hapenya berdering heboh berkali-kali. Xueyang mengutuk keras saat melihat nama 'Macaca' di layar hapenya. Arrggh. Mau apa sih bocah ini. Berisik banget. Tidak tahu orang lagi mimpi indah nge-date sama baby Ling apa? Mana hampir berhasil nyosor bibir lembut baby Ling pulak. Dasar goblin!

"APA?!" sentak Xueyang galak.

"Abaaang! Cepetan bangun terus nyusul baby Ling ke tempat Jingyi," seru Song Qing.

"Hah?!" efek nyawa belum ngumpul, Xueyang malah bengong.

"Malah hah. Cepetan, bang. Ntar baby Ling tahu yang sebenarnya," Song Qing mendesak kakaknya. Hadududu. Semoga saja, dua orang itu enggak di rumah.

"Tunggu dulu! Kenapa baby Ling jadi nyusul ke rumah Jingyi? Kan sudah dilarang?" Xueyang meloncat dari kasur dan segera memakai baju. Kebiasaan kalau tidur hanya pakai boxer.

"Tadi kami ke kuil. Terus baby Ling kutinggal bakar dupa sebentar. Aku keluar baby Ling udah pergi. Dia nitip pesen sama murid kuil kalau pergi dengan paman Guo. Kayaknya, baby Ling kenal deh dengan paman Guo," celoteh Song Qing.

"Kemarin kupancing dengan nama Guo enggak ada reaksi. Kirain enggak kenal. Kacau deh," Xueyang gedebukan turun tangga dan mencari kunci mobil. Eh? Belum cuci muka dan gosok gigi. Bomat lah. Masih ganteng kok. -sebenarnya bukan masalah ganteng atau tidak-nya nak. Baunya itu lho. Jorok!-

Xueyang menyambar kunci mobil milik emaknya. Untung, emak itu rajin. Tiap pagi, mobil pasti dipanasi semua biar siap digunakan kapan saja. Soalnya, kadang dipakai untuk menjemput pasien kalau ambulan lagi tidak ditempat. Diiringi suara decit, mobil itu bergegas menuju kuil, karena adiknya minta dijemput dulu. Dengan kecepatannya, hanya perlu 6 menit untuk sampai ke kuil. Dan mereka segera melaju ke rumah Jingyi dengan kecepatan penuh.

Song Qing meremas tangannya dengan gelisah. Duuuh. Harusnya kemarin kujelasin sekalian ya, kalau Sizhui dan Jingyi sudah tunangan. Tapi kan bukan hak-ku. Toh pertunangan mereka juga belum diumumkan resmi. Rencananya kan, ntar sekalian waktu Sizhui diresmikan sebagai pewaris klan. Kemungkinan sih, setelah Sizhui tamat SMA.

Xueyang memelankan laju kendaraannya, saat memasuki jalan kampung. Ini alasan Xueyang pilih mobil emaknya yang mungil meskipun tidak nyaman untuk kaki Xueyang. Jalan kampung kan enggak terlalu lebar.

Paman Guo kaget saat membuka pintu. "Lho? Song Xueyang dan Song Qing. Ada apa?"

"Paman, Jin Ling dimana?" tanya Xueyang tanpa basa-basi.

"Tadi turun ke sungai," jawab paman Guo. Xueyang segera berlari memutar ke kebun belakang. Paman Guo kebingungan.

"Ada apa sih, nak Song Qing?" paman Guo menahan Song Qing yang juga berniat menyusul A-Ling.

Baby LingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang