Seluruh karakter diambil dari anime Naruto by Masashi Kishimoto
Halo guys hari ini aku mutusin untuk aplod dua chapter buat cek ombak aja wkwkwkw...
Aku gak pingin kalian terlalu berekspektasi dengan cerita ini, karena sejujurnya cerita ini datang tanpa ide matang kek ceritaku sebelumnya. Masih dengan nuansa percintaan mahasiswa karena aku lebih bisa relate dengan temanya.Aku mengambil Kota Sapporo sebagai latar belakang cerita ini. Maaf ya kalau misal gak sesuai sama realitanya karena aku cuma liat lokasi-lokasi di sini dari google maps. Untuk nama-nama tempat di sini aku ambil dari lokasi nyata, tapi dengan sedikit perubahan nantinya demi kepentingan cerita. Btw aku gak pingin terlalu ngasi bocoran cerita ini bakal kek gimana. Intinya tunggu aja alurnya, dan dalami apa yang ingin aku sampaikan dari cerita ini.
Ide cerita murni dari kepala penulis wkwkwk (tapi ntar aku bakal ngasi referensi di setiap adegan yang misal aku ambil dari drama, buku, atau film).
.
.
(The night before the funeral).
.
.
Suara berdecit terdengar saat pintu lemari dibuka perlahan. Hinata masih berdiri enggan, menatap kosong ke dalamnya. Aroma apak tercium, menandakan betapa lemari itu sudah lama tak dibuka. Matanya menatap ke arah gantungan. Satu-satunya barang yang tersisa, hanyalah seonggok gaun berwarna hitam. Tangannya terjulur, menyentuh gaun hitam itu dengan perasaan yang tak karuan.
Haruskah ia mengenakannya?
Atau mungkin, ia memang ditakdirkan mengenakannya.
Suara detak jam semakin terdengar, seiring dengan suasana kamar yang begitu hening. Sesekali ia bisa mendengar lamat-lamat suara tawa para remaja yang sedang begadang di luar dari balik jendelanya yang dibuka. Mempersilakan angin malam untuk datang, dengan harapan mengusir udara panas bulan Juli.
Ia ambil gaun hitam itu. Membaui aroma khas baju lama yang menerpa indra penciumannya. Sesekali matanya memejam. Berusaha terlena dengan beberapa memori yang datang di kepala. "Aku sudah lama tak memakaimu."
Rambutnya yang sedikit basah meneteskan butiran air melewati tubuh telanjangnya. Ia abaikan rambut basahnya, kemudian memakai gaun itu dalam diam. Kepalanya terhentak kaget karena alarm ponsel yang berbunyi. Layar yang menyala menampakkan angka tiga, tanda subuh akan datang sebentar lagi. Ia ambil sisir yang ada di meja, kemudian mulai menyisir rambut basahnya yang kusut. Tak lupa memakai pelembab, agar wajahnya tak tampak kering. Lalu mengoleskan lipstik berwarna merah marun yang ia suka.
Bibir itu terangkat sedikit memandang pantulan dirinya di cermin. Sempurna, pikirnya. Ia ambil ponsel yang masih terus mengeluarkan suara. Memencet tanda stop di layar agar suara alarm berhenti. Tangannya bergulir membuka note di ponsel.
'Hal yang Membuat Bahagia.'
Sejenak matanya memandang ke arah folder itu dengan datar. Kemudian secepat kilat menekan tombol delete dan memasukkannya ke dalam tas jinjing di atas ranjang. Hinata sudah siap. Tak ada lagi waktu untuk mundur.
.
.
.
.
"Kaa-san bilang apa tadi?" Suara dengungan kulkas membuatnya tak mendengar perkataan wanita paruh baya yang sedang memasak di dapur. Tangannya mengambil sebotol susu kemudian menenggaknya langsung dari botol.
"Tou-san-mu sudah sembuh?" Tanya Hikari sembari mencincang daging. Sedikit berdecak mendapati Hinata yang meminum susu tanpa menuang ke gelas.
Hinata tak menghiraukan decakan ibunya, dan terus menenggak susu hingga tinggal setengah. Sedikit merasa segar jika setelah bangun tidur ia mendapat asupan susu. Ia menganggukkan kepala sedikit, "dia baru periksa kemarin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal People
Fanfiction"Sasuke, memang menurutmu aku seperti apa?" ".... Entahlah. Kau seperti lukisan abstrak sebenarnya. Seperti lukisan-lukisan milik Wassily Kandinsky." Oh, percayalah. Hinata tak kenal dengan nama itu. "Kalau aku? Menurutmu aku seperti apa?" Rumit se...