Degupan

475 67 17
                                    

Halo guys ini chapter 5 untuk Normal People. Semoga kalian suka dan menduga-duga kira-kira ini cerita tentang apa sih wkwkwkwkwk 😊

Keadaan taman nasional di sini, murni dari imajinasi penulis. Tidak berhubungan dengan keadaan yang sebenarnya.

.

.

Suara sungai yang mengalir ditambah suara burung hutan melengkapi suasana alam nan asri pagi itu. Si gadis berambut coklat tersenyum tipis, tak bosan menatap pemandangan di depannya. Meskipun berkali-kali melewati jalur ini, ia tak pernah paham mengapa dirinya masih saja begitu terpesona. Mungkin ini memang zona nyamannya. Mina melihat jam di pergelangan tangan, pukul 09.00 pagi.

Sekitar setengah jam yang lalu Chojuro berkata jika mereka perlu istirahat sejenak. Sebagai pemandu wisata yang baik, ia dan Chojuro harus tahu kapan mesti berhenti demi kebaikan klien mereka. Mata coklatnya memandang Sasuke yang sedang duduk di atas batu besar sembari menikmati teh hangat yang tadi ia bawa. Di sampingnya ada Hinata yang masih menatap pemuda itu sinis. Sasuke pura-pura tak melihat ekspresi Hinata, dan lebih memilih menikmati sungai di depan. Mina meringis dalam hati. Ia alihkan matanya pada Chojuro yang sedang memakan rotinya, sedikit menendang lutut pemuda berkacamata itu.

"Apa, sih?" Tanya Chojuro, membersihkan sisa-sisa tanah dari sepatu Mina yang menempel di celananya.

"Apa yang akan kau lakukan dengan mereka berdua?"

Chojuro mengikuti tatapan Mina ke arah kedua kliennya. Ia sedikit tersenyum canggung saat mata Hinata tak sengaja menatapnya, kemudian kembali ke arah Mina. "Biarkan saja. Sejujurnya aku cukup terhibur dengan mereka berdua."

Hinata masih menyilangkan tangan di dada, sembari menatap pemuda di depannya dengan mata menyipit. Sedangkan yang ditatap masih menikmati teh hangatnya dan sesekali tersenyum. Entah tersenyum karena apa. Tapi jika di dalam pikirannya, pemuda itu sedang menertawakan kejadian beberapa saat yang lalu, Hinata bersumpah, ia akan memukul kepalanya. Memukul kepala pemuda itu dengan keras, supaya saraf pelawaknya terputus, dan dia tak akan mengeluarkan humor yang begitu kelam. "Kau merasa lucu dengan semuanya?"

Senyuman itu hilang dari bibir Sasuke. Ia berdeham sebentar kemudian menoleh ke belakang, "aku tersenyum karena melihat pemandangan di depanku, Hinata. Apa tidak boleh?"

Hinata mendecih, "pasangan? Yang benar saja."

Sasuke meringis mendengar kalimat Hinata yang terlampau sinis. Yah, wajar saja jika gadis itu marah. Tapi ia sudah menjelaskannya, 'kan?

"Sungguh! Aku heran dengan jalan pikiranmu, Uchiha-san." Sindir Hinata.

Sasuke mendengus mendengar kalimat Hinata, "sejujurnya aku juga heran dengan diriku sendiri, Hinata."

Gadis indigo itu menghembuskan napasnya perlahan, merasa sia-sia jika marah dengan pemuda ini. Sasuke selalu saja bisa menjawab kata-kata yang ia keluarkan. Ia putuskan untuk duduk di samping pemuda itu, berusaha ikut menikmati sungai di depannya. Setidaknya alam di sekitar bisa meredakan kekesalannya pagi ini.

"Berikan tehmu."

"..."

"Berikan. Tehmu."

"Ha'i, Hyuuga-san."

.

.

Saat jam menunjukkan angka 11.00 siang, rombongan itu telah sampai di tempat yang Sasuke inginkan. Chojuro sedikit terheran-heran dengan kliennya kali ini. Sasuke sama sekali tak tertarik dengan berbagai tempat yang dijadikan rekomendasi untuk menikmati alam di Shiretoko. Sebaliknya dia meminta untuk diantar ke salah satu tempat yang... entahlah. Chojuro sendiri bingung menjelaskannya. Bukan, bukan karena tempatnya yang asing, karena percayalah, Chojuro hapal betul tempat ini. Sebuah tanah lapang yang ditumbuhi rumput-rumput sedikit tinggi, dan letaknya yang dikelilingi pohon-pohon. Mungkin beberapa orang tak akan tahu jika ada tempat seperti ini. Namun, Sasuke tahu.

Normal PeopleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang