Perbedaan Visi

440 65 30
                                    

Hinata menggeleng kesekian kalinya melihat perempuan di hadapannya tersebut. Mulut perempuan itu berdecak kesal, kemudian kembali mematutkan diri di depan cermin. Suasana pusat perbelanjaan di kota Sapporo hari itu lumayan sepi. Mungkin karena jam masih menunjukkan pukul 11.00 siang, sedangkan kedua manusia itu sudah berada di sini sejak satu jam yang lalu.

"Haahhh.... aku harus pilih yang mana, sih?!" Desah Karin kesal, mendapati gelengan kepala Hinata.

Si gadis indigo hanya meringis pelan, agak merasa bersalah karena Karin sudah mencoba berbagai macam baju, namun belum ada yang cocok. Yah, bukan salahnya juga. Menurut Hinata memang belum ada baju yang cocok sedari tadi untuk dipakai berkencan. "Cobalah lagi, mungkin saja ada yang cocok denganmu." Timpal Hinata berusaha menenangkan Karin yang terlihat cemberut.

Si rambut merah kemudian pergi ke arah rak yang berisi berbagai macam dress musim panas yang terlihat menggemaskan. Mata Hinata membulat sedikit, tak menduga jika Karin akan pergi ke arah rak dress, sesuatu hal yang sangat perempuan itu hindari selama ini. Jiwa Karin yang tomboy memang menjadi salah satu faktor mengapa dia jarang memakai dress. Bukannya Karin anti, namun dia hanya merasa tak cocok saja. Namun dress berwarna merah muda tua terlihat sangat cantik, dan dia tak kuasa untuk tak mengambilnya. Beberapa saat kemudian Karin keluar dari kamar ganti, dan kembali berlenggak-lenggok di depan Hinata, sedikit menggigit bibirnya, takut kalau semakin tidak cocok.

Hinata tersenyum senang, "serius, Karin... kau sangat cantik dengan dress itu!" Pekik Hinata membuat si gadis merah ikut tersenyum lebar.

"Benarkah?! Apa tidak aneh jika aku memakai pakaian feminin seperti ini?" Tanyanya berusaha memastikan.

Hinata menyipitkan matanya sejenak, kemudian mengusap dagunya pelan. "Sejujurnya ini terobosan baru yang mengejutkan, dan hasilnya jauh di luar ekspektasi."

"Bodoh! Kalimatmu terlalu panjang, tahu!" Timpal Karin yang kemudian pergi untuk mengganti pakaian.

Hinata hanya ikut tertawa mendengar tawa sahabatnya itu. Ikut merasa senang jika Karin senang juga. Bukan hal yang baru Hinata menemani Karin untuk membeli pakaian kencan seperti ini, bahkan mungkin hampir sebulan sekali Karin akan mengajaknya untuk menilai pakaian yang cocok digunakan kencan. Karin itu memang jagonya kalau soal laki-laki dan Hinata mengamininya. Hinata sedikit meringis saat perutnya berbunyi, sedikit menyesal karena tidak sarapan dulu tadi. Yah, mau bagaimana lagi? Ia sedang tidak dalam mood yang baik untuk sarapan bersama ibunya pagi tadi. Ia berdecak kecil, berusaha melupakan hal-hal yang membuat harinya semakin buruk.

"Kau mau makan apa?" Tanya Karin.

"Hmm... aku ingin ramen saja."

Ada sebuah kedai ramen di dekat mall yang sering mereka berdua kunjungi. Saking seringnya si pemilik selalu tahu apa yang akan mereka pesan saat datang berkunjung. Seperti juga hari ini. Pria paruh baya itu menampilkan senyuman terbaiknya saat mendapat Hinata dan Karin masuk ke kedai, "ah! Kalian apa kabar?" Sapanya dengan tersenyum.

"Kami baik, Paman. Anda sendiri?" Sapa Karin dengan ramah, kemudian duduk di depan.

"Seperti biasa aku sangat baik. Kalian pesan yang biasanya?"

"Iya, Paman."

"Ah... aku sedang ingin soyu ramen hari ini, Paman." Celetuk Hinata.

"Hinata-chan, kau sedang sedih?"

"Ah! Benar, benar... kalau pesan soyu ramen tandanya sedang sedih!" Timpal Karin.

"Apa maksudmu?" Tanya Hinata heran.

"Hinata-chan selalu memesan soyu ramen saat sedang sedih." Si istri pemilik ramen datang dari arah belakang dapur sembari membawa beberapa adonan ramen yang akan direbus. Matanya tersenyum mendapati Karin dan Hinata yang datang ke kedai.

Normal PeopleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang