Namanya Sasuke. Benar, sekarang Hinata bisa ingat dengan nama itu. Ia tatap pemuda di depannya dengan mata menyipit, berusaha memperhatikan penampilannya. Jaket parasutnya sedikit basah karena terkena rintik hujan yang masih turun dari dua jam lalu. Hinata bisa melihat semacam papan yang dibawa Sasuke, yang diletakkan di dekat dinding luar supermarket. Celana baggy yang kotor di sana-sini, kaos lusuh yang dibalut dengan kemeja luar yang sudah tidak rapi. Rambut yang acak-acakan dan hanya diikat sembarangan, agar poninya tidak jatuh ke depan mata.
"Kau pasti penasaran denganku, 'kan?"
Ia mengerjapkan matanya cepat, merasa malu dengan pertanyaan pemuda di depannya. "Tidak juga."
"Benarkah? Berarti pertanyaanku tadi terdengar normal?"
Gadis indigo itu terdiam, berusaha menyerap pertanyaan Sasuke. Kemudian ia ingat beberapa saat yang lalu, saat pemuda itu bertanya apakah Hinata mau membagi gyudon-nya bersama Sasuke untuk dimakan bersama. "Tetap aneh. Tapi ya sudahlah, mungkin kau sedang berusaha melawak."
Sasuke tertawa hingga terbatuk. Ia ambil botol beer yang sudah dihangatkan Hidan tadi. "Yah, siapa tahu aku memang seorang pelawak."
Dan Hinata kembali mengedikkan bahunya, mencoba menikmati gyudon-nya. Tentu saja ia tak mau berbagi makanan itu dengan Sasuke. Memangnya siapa pemuda itu dengan gampangnya meminta makanannya. Toh, mereka juga baru kenal tadi pagi. Hinata pikir, apa yang dilakukan Sasuke lebih ke arah tidak sopan. Malam itu suasana sekitar kampus sudah mulai sepi karena rintik hujan yang semakin deras. Hinata sedikit bersyukur karena hari ini ia membawa mobil, jadi tak perlu khawatir bagaimana cara untuk pulang nanti.
"Hei... kau masih ingin di sini?"
"Tidak. Aku ingin pulang." Jawab Hinata sembari menggeleng kepala cepat. Entah mengapa ia benar-benar merasa bahwa si Sasuke ini benar-benar aneh. Namun, di satu sisi ia tak merasakan adanya bahaya dari pemuda ini.
"Kau tinggal di daerah sini?" Tanya Sasuke.
"Lebih baik aku tidak menjawab itu."
"Kenapa?"
"Kau orang asing. Siapa tahu setelah ini kau akan mencelakaiku." Hinata bisa melihat pemuda itu tersenyum tipis dari arah seberang. Mungkin jika ada orang yang lewat dan melihat interaksi keduanya, mereka akan berpikir jika Hinata dan Sasuke adalah pasangan yang sedang bertengkar.
"Kita bukan orang asing, kau bahkan sudah tahu namaku." Kilah Sasuke. Pemuda itu mengeluarkan sebatang rokok lalu menyalakannya. Mencoba mengusir udara dingin yang tiba-tiba hadir malam itu. "Mau?"
Hinata menggeleng pelan. "Tidak, terima kasih."
"Bagaimana gyudon-mu? Enak?"
Gadis indigo itu mendengus pelan, merasa heran dengan apa yang Sasuke tanyakan. Sial, ia ingin tertawa sekarang juga. "Kau tahu, kau benar-benar aneh. Kau bahkan tidak tahu namaku."
"Aku akan tahu setelah ini." Jawab Sasuke tenang.
Sebelum Hinata menjawab ponselnya bergetar pelan. Ia ambil benda itu dari kantong jaketnya. Merasa bimbang apakah ia harus mengangkat telepon itu atau tidak. Ia putuskan untuk mengabaikan panggilan itu, kemudian segera membersihkan makanannya. Jam sudah menunjuk angka sebelas malam, dan ia harus segera kembali ke rumah untuk istirahat. Besok acara pertama dari jurusannnya akan dimulai, dan ia harus tampil maksimal.
"Baiklah, aku pamit dulu. Sampai juga lagi Sasuke." Kata Hinata. Cukup heran karena pemuda itu hanya diam sembari tersenyum tipis dan menyesap rokoknya yang tinggal setengah. Yah, ia tak mau terlalu memikirkan sikap pemuda itu. Dari awal si Sasuke ini memang sudah aneh, apa yang ia harapkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal People
Hayran Kurgu"Sasuke, memang menurutmu aku seperti apa?" ".... Entahlah. Kau seperti lukisan abstrak sebenarnya. Seperti lukisan-lukisan milik Wassily Kandinsky." Oh, percayalah. Hinata tak kenal dengan nama itu. "Kalau aku? Menurutmu aku seperti apa?" Rumit se...