Kau mau mencari jawabannya bersamaku?

497 74 31
                                    

Halo guys ini chapter terbaru untuk Normal People. Mungkin mulai chapter ini aku mulai ngebangun permasalahan di antara karakter utama. Mudah-mudahan kalian suka dengan chapter ini ya...

Jangan lupa vote dan komen 😊

.

.

"Bagaimana?"

"..."

Hinata tahu arti dari wajah itu. Mata yang menyipit, serta gumaman yang tak jua disuarakan. Tangan yang menggaruk pelipis ― demi Tuhan! Pelipis itu bahkan tidak gatal! Dan hembusan napas yang sedari tadi ditahan. "Kupikir... itu cocok untukmu."

Percayalah, jika Hinata tak memercayai kalimat itu. Matanya menatap sinis pemuda di depannya, yang masih menatapnya dengan tenang. Dahinya berkedut saat Sasuke menatapnya dengan bingung, "sudah kubilang, berikan pendapat jujurmu!"

Dan Hinata tahu jika pemuda di depannya ini sudah tak mampu menahan semburan tawanya.

"HAHAHAHA!!!! Astaga!!! Hinata!!!...."

Gadis indigo itu menghembuskan napasnya, memandang ke arah cermin besar yang terletak di samping pintu kamar mandi. Celana lusuh milik Sasuke yang sering digunakan untuk melukis terlihat sangat besar untuk dirinya, dan terlihat sangat... menjijikkan.

"Diamlah!!" Teriak Hinata melihat Sasuke yang masih saja tertawa keras. Pemuda itu memegangi perutnya yang sakit karena terlalu banyak tertawa. Mengabaikan teriakan kesal dari gadis di depannya.

Hinata tak memiliki pilihan selain menggunakan celana ini. Awalnya ia berharap setelah pulang salah satu celana tidurnya sudah kering, namun entah setan bodoh mana yang merasuki dirinya, Hinata bahkan tidak sadar jika ia belum menjemur celananya. Ia tak mungkin menghabiskan malam memakai celana kotor akibat jatuh tadi. Dengan modal keberanian ia meminta tolong Sasuke. Barangkali pemuda itu masih memiliki celana untuk dirinya. Namun, inilah yang ia dapat. Celana baggy menjijikkan yang sering ia cemooh karena terlampau rusuh milik pemuda itu. Celana yang ia cemooh saat pertama kali bertemu dengan Sasuke di minimarket milik Hidan.

"Aku tidak punya pilihan tahu!"

"Iya, iya... aku tahu, kok. Santai saja hehehehe...." Sasuke beranjak ke arah gadis itu. Memandanginya lamat-lamat. "Sejujurnya akan lebih cocok jika kau tidak memakai celana."

Plak!

.

.

Tangan itu bergulir di atas layar ponsel sambil sesekali melihat masakan yang sedang dipanaskan. Mungkin karena saking lelahnya ia tadi siang, dan memutuskan untuk langsung tidur, Hinata tak mengetahui jika Ebisu mampir untuk mengantarkan makan malam. Walaupun jam di dinding masih menunjuk pukul 05.00 sore, entah mengapa ia tak kuasa untuk menahan lapar. Sesekali ia membalas pesan dari ibunya yang menanyakan kapan ia akan pulang. Sasuke bilang mereka akan pulang besok siang.

Tangannya dengan cekatan mengambil piring dan sendok di laci, kemudian menyiapkannya di meja makan. Matanya melirik ke arah pintu kamar Sasuke yang masih tertutup semenjak dua jam lalu. Pikirannya melayang saat mengingat apa yang terjadi kemarin. Tentang Ebisu yang begitu khawatir saat mendapati Sasuke tak juga keluar kamar. Hinata menggigit bibirnya, merasa bingung dan juga sedikit khawatir, mungkin?

Mengapa Ebisu begitu khawatir? Apakah Sasuke memiliki semacam penyakit yang membuatnya harus selalu diawasi? Tapi Hinata bahkan tak mendapati pemuda itu mengonsumsi obat setiap waktu. Ia tatap lagi pintu yang tertutup itu, merasa sedikit gamang dengan dirinya sendiri. Apakah ia perlu mengecek kondisi Sasuke –

"Ittai!!" Seketika ponsel yang dipegang terjatuh saat lengannya tak sengaja menyentuh panci panas. "Ah, sial ponselku..."

Prang!!

Normal PeopleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang