04 » mengenang

112 101 22
                                    

Happy Reading★

Seorang wanita tersenyum memandangi bingkai foto yang menggantung di dinding. Terlihat sekali seorang anak perempuan cantik yang juga tersenyum seakan ia tengah menatap kembali wanita itu. Tepat sekali, wajah yang tersimpang di bingkai itu ialah putrinya.

Perempuan cantik dengan balutan kain berwarna ungu yang menutupi tubuhnya, sembari tersenyum ia menatap arah kamera.

bunda? liat deh, ahaha lucu banget kelincinya..” kata seorang anak perempuan. Menarik sudut bibirnya membentuk sebuah bulan sabit yang amat indah, wajahnya amat ceria kala itu.

Seketika wanita itu menjepret mengambil foto putrinya,  
“iya sayang, hati-hati yaa. Nanti di gigit” ledek bunda.

“iya bundalantas ia berlari mengejar kemana kelinci itu beranjak. Menuturi langkah dengan senyuman yang terus terukir indah.

Namun kini. Hadirnya telah usai, menemu ajal. Menuturi langkah mendekat, menuju sang pencipta langit dan bumi. Menyapa untuk segera menyatu dengan tanah yang hangat menyergap.

Langit kelabu menghiraukan bisik kilau walau remang, angin menghembus menebarkan usik penuh isak. Keluh—kisah memberi kasih walau semesta tak menyahut.

Ketika hembusan nafas menyayat hati untuk menghilang. Tentang pilu yang memberi luka untuk mengulang.

Tiada yang dapat di segani tentang bagaimana harapan yang telah pupus. Tentang bagaimana adanya pertemuan dengan akhir perpisahan.  Karena pada dasarnya, yang abadi benar tidak ada. 

Ia lalui dengan penuh tangis.

Menangislah—sebagaimana ribuan penjerat luka menusuk mu dengan sebuah benda tumpul yang terus mengoyak pedihnya hati mu. Dan tersenyumlah bila kasih mu tak lagi dapat menguak, karena tidak ada rasa sakit yang abadi untuk selamanya.

inshaallah, aku ikhlas atas kepergian mu. Doa ku selalu menyertai mu kasih, bagaimana kau disana?. Maafkan bundamu yang telah gagal untuk menjagamu. Salam hangat untuk mu, anakku..” kata wanita itu, ia menyeka air yang sudah rembas terjatuh dari pelopoh mata indahnya,

Atensinya menatap kembali foto yang berada di dinding itu, pedih sekali untuk menatap almarhumah sang putri kecil cantiknya.
“selamat ulang tahun sayang. ku  harap kau tenang, maaf karna bunda telah gagal menjadi orang tua yang dapat menjaga mu, maaf bunda telat hadir untuk menyelamatkan mu dulu, maaf. Bunda hanya dapat mengucap maaf pada mu kasih, maaf. bunda minta maaf sayang.” timpal wanita itu, lagi—lagi air matanya terjatuh. Semua telah usai, terlambat sudah untuk meminta maaf. Sampai jumpa sayang!

>>♦<<

Zagara melangkah menuju pintu untuk segera membukanya. Waktu menujuk pukul 22.16, baru saja bunda dan ayah sampai.

Detiran Hujan [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang