Ayanna mengambil secangkir sirup, terlihat yang berwarna merah sepertinya sangat segar. Seketika langkahnya terhenti.
Byur
"maaf nak—" ucap pria dewasa dengan setelan hitam yang membuat Ayanna sedikit tertegun.
"kamu ngga papa?" tanya Taraja.
Ayanna masih menjatuhkan pandangannya, membersihkan gaun yang terkena sedikit percikan minuman segar berwarna merah.
Ayanna merotasikan pandangannya menatap Taraja.
"eh iya, ngga papa om." ungkapnya, memberikan kekehan kecil saat menatap Taraja.
Taraja terpejam. Dug!
Jantungnya seperti berhenti untuk berdegup pada saat itu juga, kini cairan bening sudah mulai menggenang di pelupuk matanya. Tak berhenti untuk membulatkan atensinya."ayah minta maaf nak, ayah harus menitipkan kamu di sini. Ini demi keselamatan mu." ujar lelaki itu sembari beberapa kali ia mencium pipi sang putri kecilnya.
Putri kecil itu terus menangis, teriakannya membisingi satu panti asuhan. Air mata itu terus saja berjatuh dari pelupuknya. Tidak dapat berbuat apapun, perutnya terus mengalirkan darah.
"kamu kuat sayang, maaf ayah tidak bisa menjaga mu hingga dewasa. Ayah harap kamu dapat sukses nanti. Maafkan ayah," menyerahkan putri kecilnya kepada sang pemilik panti asuhan. Wajahnya menuturkan bahwa pria itu benar-benar putus asa.
"bu, titip putri kecil saya. Maaf, saya telah gagal menjadi ayah yang baik untuknya." ungkapnya.
Bu lala, mengambil alih si kecil cantik itu. "baik pak—" ujarnya sembari memeluk erat anak kecil itu "inshaallah, semoga anak ini bisa tumbuh sehat disini. Saya janji," timpalnya, air mata itu menetes tanpa izin sang pemilik.
Taraja terdiam kaku usai melihat wajah putri kecilnya yang kini sudah remaja. Sangat cantik, wajahnya mirip sekali dengan Ainun masa muda. Hatinya tersentuh, tak lagi ia dapat mengucap sepatah kata.
Kini cairan bening itu sudah mulai meluncur membasahi pipinya tanpa sedikitpun meminta izin pada sang pemilik.
"om? Kenapa om?"
Ayanna panik melihat pria dewasa di hadapannya menjatuhkan bening air mata."maaf banget ya om, saya ga sengaja tadi nyenggol om.." ungkapnya seraya mengelap kasar jaz hitam yang dikenakan Taraja.
Ayanna merasa sangat tak enak hati, sepertinya pakaian pria ini sangatlah mahal, sampai-sampai nangis seperti anak kecil saja. Padahal hanya jaz, walau mahal. Tapi tidak seharusnya om ini menangis.
Taraja menggenggam erat tangan Ayanna. "tidak apa. Om bisa bersihin sendiri," menghentikan Ayanna yang mencoba untuk mengelap jaz nya.
Pria itu mengusap halus pipinya, meneguk salivanya.
"yaudah om, saya permisi dulu yah."
Ayanna menjauh dari Taraja, langkah jenjangnya meninggalkan seorang pria yang masih tidak percaya bahwa putri kecilnya kini sudah tumbuh dewasa, menjadi seorang yang sangat cantik.
Saat Ayanna berjalan, pikirannya terus menggambarkan wajah pria yang baru saja menyenggol minumannya. Seperti tidak asing, tapi entah siapa. Juga ia sangat merasa aneh, mengapa seorang pria menangis begitu saja di hadapan orang yang baru saja berpapasan dengannya, hanya karena sebuah minuman? Tidak biasa seorang pria menangis. Ini sangat mengganggu pikirannya.
Seorang gadis berdiri tegap menggunakan gaun yang juga berwarna putih, merasa cukup canggung melihatnya. Banyak sekali tamu dengan penampilan bak orang-orang yang tak tergapai lagi olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detiran Hujan [On Going]
Ficção CientíficaSeorang lelaki pejantan dilihat bagaimana ia dapat memberikan anak pada istrinya, namun nihil. Tentang Zagara Bima Albirru, seorang pria muda dengan segala kesedihan yang hadir pada dirinya, segala kehancuran juga kepedihan yang menyelimuti hidupnya...