M13 : "Kita Temenan Aja :)" -Penutupan

94 20 1
                                    

                   Singapura, negara yang pastinya memiliki banyak kenangan untuk BruvGanG. Terutama Gizan, Araa, dan Michan karena di sebuah tempat di negara tersebut yang menjadi saksi terbongkarnya hubungan Gizan dan Araa. Menjadi saksi hancurnya hati Michan, dan menjadi saksi persahabatan ketiganya.

Tidak ada yang berubah di BruvGanG, semua tampak biasa saja. Gizan dan Araa terlihat biasa saja, menjalani hari-hari keduanya seperti biasa walaupun dengan status yang jelas berbeda. Michan pun sudah mulai berdamai dengan hati dan perasaannya untuk Gizan, melewati hari-harinya tanpa cowok itu.

Namun ada hal yang sulit untuk Michan lalui, hari-harinya terasa berat saat bersama Brine. Sosok Brine yang dulu sudah hilang, selalu saja ada kabut di mata cowok itu saat menatapnya. Rasanya sama seperti saat Gizan menjelaskan hubungannya dengan Araa saat itu, rasanya menyakitkan..

Setelah ditelusuri lebih lanjut mengapa Michan bisa merasakan sakit itu, ternyata itu adalah sebuah perasaan penyesalan. Penyesalan yang hadir karena sudah kehilangan..

Penyesalan karena membiarkan rasa kekaguman yang berlebihan pada Gizan menguasai hatinya dan menutup perasaan yang sesungguhnya pada Brine. Jika saja Michan tahu sejak awal bahwa perasaannya pada Gizan tidaklah nyata, mungkin dirinya juga bisa seperti Gizan dan Araa. Menikmati masa-masa indah bersama seseorang yang benar-benar dicintainya.

"Kita ketemu lagi, Michan.."

Michan langsung menoleh ke sumber suara yang sangat familiar di telinganya. "Brine.."

"Kamu kenapa ada di sini?"

Brine tersenyum, "Jalan-jalan, menikmati suasana Dusans sendirian.."

Sendirian, kata itu juga menggambarkan dirinya yang juga sendirian di tengah hiruk-pikuknya suasana Dusans. "Owhh.."

Tidak ada obrolan setelahnya, hanya terdiam saling tatap dengan tatapan sendu. Keduanya masih sama, sama-sama merasakan sakitnya penolakan dan sakitnya penyesalan. Hingga Brine membuka suaranya sembari menaruh tangannya di pembatas tebing. "Aku nggak ganggu kan kalo ikutan berhenti di sini?"

"Enggak kok, santai aja.."

                 Lagi-lagi keduanya membisu tanpa obrolan, padahal dulu mereka bisa mengobrol membahas segala hal dengan tawa tanpa beban dan tanpa rasa menyakitkan ini.

Jika dulu Michan hanya perlu waktu beberapa hari untuk bersiap menyatakan cinta pada Gizan, kini dirinya perlu waktu yang panjang untuk memberanikan diri bertanya perasaan pada Brine. Seminggu? Tentu saja tidak, ia perlu waktu sebulan untuk mempersiapkan diri. Dan mungkin hari inilah dirinya akan bertanya, selagi ada kesempatan untuk bertemu muka dengan Brine berdua saja..

"Brine.." Michan memanggil Brine lirih, berharap tak berharap Brine mendengarnya.

"Iyaa?" Tapi ternyata Brine mendengarnya.

"Bagaimana Michan? Kamu siap dengan kemungkinan merasakan sakitnya penolakan untuk kedua kalinya?" Batin Michan. "Bahkan mungkin sakitnya kali ini akan jauh lebih sakit dari kemarin.."

"Kenapa Michan?" Tatapan keduanya terkunci satu sama lain.

Belum ada satu katapun yang keluar dari bibir Michan, namun dadanya sudah berdenyut nyeri. "Ini menyakitkan.."

"Maaf.." Hanya untuk satu kata itu Michan mempersiapkan dirinya lebih dari sebulan.

"Maaf?" Brine mengeryit, "Untuk apa?"

Michan menunduk, "Maaf untuk.. luka yang pernah aku kasih ke kamu.."

"Maaf untuk penolakan spontan di rooftop saat itu.."

Friendship Cycle [Short Fanfic]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang