04- My Prince

9 5 1
                                    

HALLOO
CACA BALIK, NIIHH!!

HAPPY READING!

•••
Oksigen, tolong!

—Adya Anelis—
————

Rebahan di kasur empuk dan nyaman setelah hampir seharian berkutat dengan materi-materi di sekolah adalah hal yang paling di nanti-nanti. Apalagi waktu tidur itu memimpikan hidup bahagia bersama si crush.

Uh, indah sekali!

Hal itu juga sudah dibayangkan oleh Adya bahkan sejak sebelum bel pulang sekolah berbunyi. Setidaknya sebelum satu pesan dari grub ekstrakulikuler fotografi muncul. Pesan yang berisi seluruh anggota ekskul fotografi diharap kumpul di ruang fotografi. Pesan yang menghancurkan semua bayangan indah Adya.

Di sepanjang koridor yang ia langkahi dengan malas ini, tak henti-hentinya gadis dengan ransel merah muda di punggungnya itu merutuki orang yang mengadakan acara dadakan tersebut. Hey, please, deh! Kelopak mata Adya ini sudah di tarik-tarik turun oleh gerombolan jin penunggunya.

Jika dihitung, mungkin sudah lebih dari sepuluh kali tangan kirinya terangkat untuk menutupi mulutnya yang lagi-lagi terbuka akibat menguap. Ia menyalakan ponselnya. Mengecek pesan dari grub tersebut untuk melihat letak ruangan yang dimaksud. Wajar saja, soalnya ini kali pertama ekskul itu diadakan untuk angkatannya.

Ia menghela nafas yang lumayan lega setelah menemukan letak ruangan itu. Iya, menemukannya. Tapi masih jauuuuuuuuuhhhh di depan sana. Membuatnya ingin menggelinding saja untuk sampai ke sana.

Langkahnya seketika terhenti saat seseorang dari belakang mendahului jalannnya. Aroma maskulin dari seseorang yang ternyata cowok itu, membekukan dirinya. Seolah membiusnya serta menerbangkan ribuan kupu-kupu di perutnya. Apalagi saat cowok itu melewatinya dan melempar senyum ke arahnya.

Bahkan jin yang sedari tadi berusaha menarik-narik turun kelopak matanya, detik itu juga terpental menjauhinya sehingga matanya terbuka penuh. Tubuhnya masih membeku di tempat. Namun pandangannya membuntuti punggung cowok yang sudah jauh di depannya itu.

Dan yang lebih membuatnya senang adalah saat cowok itu juga memasuki ruangan sama dengan yang akan ia masuki. Apakah Tuhan sedang mengirimkan penyemangat untuknya?

Setelah bius di tubuhnya sirna, ia segera berlari mengikuti cowok itu. Jika tadi ia merutuki si pembuat acara dadakan ini, sekarang ia sangat-sangat berterimakasih untuk orang itu.

Ia mengerem langkahnya ketika mengetahui ternyata banyak penghuni yang telah mengisi ruangan itu. Bahkan tiga pembimbing klub fotografi yang tak lain adalah senior-seniornya telah berada di dalam. Termasuk cowok tadi!

Maka dari itu, Adya mengeluarkan kaca kecil dari dalam tasnya dan meneliti penampilannya. Mulai dari rambut, wajah, seragam, hingga ujung sepatu. Dirasa tidak ada yang salah, ia mengembalikan kaca tersebut ke dalam tas. Lalu tangannya terulur untuk mengetuk pintu ruangan itu.

Seluruh atensi di ruangan itu langsung tertuju padanya membuatnya refleks tersenyum kikuk. "Permisi,"

Salah satu senior perempuan berwajah judes mengizinkannya masuk. Ia menggerakkan kakinya hingga tiba di hadapan tiga senior itu. "Maaf, Kak. Saya telat,"

"Duduk, dek." perintah cowok tadi.

Rasanya Adya ingin senam lantai gaya sikap lilin saja saat ini! Ah, demi apaa suaranya candu banget woiii!!! Sudah good looking, wangi, good attitude, good voice pula. Paket komplit pokoknya. Selama beberapa detik Adya masih terpana, mengagumi sosok cowok di hadapannya ini.

"Dek?"

Sampai suara cowok itu terdengar kembali membuatnya gelagapan sendiri.

"Ah? Y-ya? Eh... Oh, iya. Duduk, ya, hehe. Makasih, kak," Ia tersenyum kikuk lalu berbalik untuk mencari tempat duduk.

Sialnya tempat duduk yang tersisa hanya tinggal di belakang saja. Jika di kelas, ia sengaja duduk di belakang agar jauh dari pantauan guru yang mengajar, lain halnya dengan sekarang. Ia ingin duduk di barisan paling depan agar lebih jelas dan dekat dengan pangeran tampannya itu.

"Sstt... Lo pindah ke belakang, dong!" perintah Adya berbisik pada seorang cowok bertubuh sedikit berisi yang tidak ia ketahui namanya.

"Dih? Enak aja!"

Adya berdecak, "Please lah, bantuin gue. Gue itu paling gabisa kalo duduk di belakang. Susah nangkep apa yang dijelasin. Lagian badan lo itu gede. Nutupin yang di belakang, dong. Lo gak kasian apa?" alibinya.

"Wahh, body shaming lo, ya!" balas cowok itu tak terima.

"Eh, enggak gitu. Gue cuma ngomong fakta, loh. Tuh liat belakang lo! Kasian banget duduknya sampe miring-miring gitu, ketutupan badan lo!" ucap Adya meyakinkan.

Cowok itu mengikuti arah pandang Adya. Dan ternyata benar apa yang dibilang gadis itu membuat cowok itu sedikit merasa bersalah dan berakhir mengalah. "Ya udah gue pindah."

Adya bersorak dalam hati. Sekarang ia dapat melihat dengan puas wajah tampan pangerannya.

"Sebelum kelas ini dimulai, perkenalkan dulu saya Fadila Artika atau bisa dipanggil Kak Dila." Senior berwajah judes itu memperkenalkan diri. Tanpa ada senyum di wajahnya.

Lalu disambung dengan cowok berkaca mata di sampingnya. Dilihat dari wajahnya, cowok itu terlihat sangat ramah. "Saya Argafari Zaidan. Panggil Kak Argaf. Salam kenal semuanya."

Giliran pangeran tampannya memperkenalkan diri, Adya memasang kupingnya baik-baik. Takut-takut melewatkan kesempatan barharga untuk mengetahui nama cowok itu.

"Saya Adrian Widhibrata." ucap cowok yang bernama Adrian itu dengan senyum tipis menghiasi wajahnya. Singkat. Namun damage-nya menusuk sampai empedu Adya.

Dila kembali menambahkan, "Kami di sini yang akan mendampingi kalian selama berada di klub ini. Emm...  Langsung aja kita mulai, ya? Takut kesorean nanti kalian pulangnya. Untuk pertemuan pertama ini, kami akan memperkenalkan kalian terlebih dahulu dengan fotografi."

Selama hampir setengah jam berada di dalam ruangan itu, Adya sama sekali tidak mendengarkan apa yang dijelaskan oleh Dila. Ia menangkup pipinya sendiri menggunakan kedua tangan yang ia tumpu pada meja. Titik fokusnya terpusat kepada cowok yang sedang berdiri dengan punggung bersandar pada tembok dan tangan bersedekap dada di depan sana. Keren sekali.

Rambut hitam, kulit sedikit tan nan bersih, kemeja rapih dengan dasi yang masih melingkar di leher dibalut almamater yang kancingnya tidak ditautkan, dan jam tangan hitam melingkar di pergelangan tangan. Semua itu tertangkap di kamera pandang Adya.

Tiba-tiba Adrian menegakkan tubuhnya. Tapi mengapa Adya merasa kalau Adrian berjalan ke arahnya, ya? Mata Adya semakin terbuka lebar dengan jantung yang bertalu-talu lebih cepat. Ia sebenarnya tidak ingin ge-er. Tapi pandangan Adrian seperti tertuju padanya. Jadi bagaimana bisa ia tidak ge-er?!

Tidak. Itu bukan hanya perasaannya saja. Tapi MEMANG BENAR ADRIAN MELANGKAH KE ARAHNYA!

Semakin dekat. Semakin dekat. Membuat Adya menahan nafas tanpa sadar. Hingga...

Tuk tuk tuk...

Mata Adya mengerjap lucu beberapa kali setelah Adrian mengetuk pelan mejanya menggunakan telunjuk. Seolah tak membiarkan Adya bernafas dengan tenang, cowok itu malah sedikit mencondongkan badannya agar lebih dekat dengan Adya. "Fokus!" katanya pelan lalu kembali ke tempat semula.

AAARGGGGGGHHHHHH!!

•••

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA!!

SEE YOU💞

KAFARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang