Dari planet Saveta ataukah? - 19

23 2 0
                                    

Zyliah tak tenang, sedari Desy masuk ruang gawat darurat salah satu rumah sakit bagus di Singapura. Rentetan pertanyaan menumpuk di otak perihal kecelakaan yang terjadi pada Desy, misalnya bagaimana bisa ia tak tahu jika Desy akan mengalami hal seperti ini? Memang Zyliah bukanlah cenayang, paling tidak ia paham situasi dan kondisi, merekayasa kemungkinan-kemungkinan yang bisa timbul. Zyliah hampir saja membunuh menggunakan kekuatannya pada pria pelaku penusukan Desy, tetapi ia lebih peduli dengan keselamatan Desy.

Dokter wanita bertubuh mungil dan berkacamata keluar dari ruangan, mengobrol dengan dua perawat yang kemudian salah satunya memanggil Zyliah. Dia memberi tahu jika kondisi Desy tidak baik dan meminta izin untuk dioperasi, tetapi belum sempat Zyliah memikirkan soal perizinan tersebut, perawat terburu-buru datang, meminta dokter untuk memeriksa kondisi pasien yang semakin menurun.

Zyliah tahu jika tak seharusnya masuk ke dalam ruangan, netranya membulat seiring dengan apa yang terjadi, dua suster menghalangi langkah Zyliah yang berusaha mendekat meja periksa di mana Desy berbaring. Namun, Zyliah tampak enggan peduli dengan larangan tersebut dan tetap berdiri di dekat meja periksa. Dua dokter dan dua perawat lain menangani pendarahan Desy. Alis Zyliah bertaut, netranya berubah semakin sedih dan bayangan-bayangan kehilangan Gerrald kembali terulang.

Zyliah luruh di lantai ketika dokter menyatakan jika Desy tak bisa diselamatkan. Rasa sakit kehilangan itu memang tak berdarah, tetapi sakitnya nyata dan menyesakkan dada. Bagi Zyliah, Desy merupakan manusia pertama yang baik padanya apa adanya. Seorang tunawisma mau bekerja keras merubah nasibnya bersama Zyliah di Bumi. Esteban datang dengan terburu-buru setelah dikabari Zyliah melewati gelang, memeluk wanita cantik itu agar merasa baik-baik saja.

"Aku kehilangan lagi," ucap Zyliah lirih.

"Yang Kuasa lebih mencintai dia daripada kita, Zyliah."

Zyliah terisak, Esteban membiarkan hal itu terjadi, dahulu dialah yang memeluk Zyliah kala kehilangan Gerrald. Jika kemarin Desy manusia yang menjaga Zyliah, sekarang sudah tak ada lagi. Dirinyalah yang  bisa menjaga wanita cantik itu. Pemakaman Desy berlangsung cepat, salah satu penghuni Saveta tak ingin jadad Desy terkatung-katung tanpa kejelasan. Meskipun tak jelas siapa keluarganya, tetapi Desy adalah keluarga manusia pertama yang baik hati sampai akhir hayat, serta melindunginya dari hal buruk, padahal jikapun Zyliah terluka akan bisa segera sembuh.

Zyliah tak mau segera pergi dari pemakaman. Esteban menunggui sampai selesai, pria itu hanya takut jika F-77 mengincarnya di tempat terbuka seperti ini. Zyliah bergerak, Esteban bangkit dari lamunannya, Zy hendak mencari tahu apa alasan pelaku menyerang Desy. Mereka mendatangi rumah sakit milik negara, meminta bertemu dengan pelaku penyerangan pada Desy hingga menewaskan teman baiknya. Petugas sipir meminta keduanya ke suatu ruangan di mana pelaku tersebut kondisinya juga tak baik.

Pria yang memakai jaket hodie hitam sudah memakai pakaian rumah sakit, Zy merasa aneh dengan pelaku perkiraannya pria tersebut tak selamat, paling tidak keadaannya kritis, sebab Zy sempat menggunakan kekuatannya akibat perasaan terkejut Desy dilukai.  Esteban mengawasi gerak-gerik pria tersebut, meminta Zyliah untuk berhati-hati.

Pria berkulit hitam di atas brankar menatap Zyliah dengan sendu. Air matanya menggenang di pelupuk dan tangannya tampak gemetar. "Mam, apa benar dia ... kau tahu maksudku 'kan?"

Zyliah menatapnya lekat-lekat, mencari sudut kebohongan yang bisa membuai emosinya. "Dia sudah dimakamkan dengan layak meski mantan seorang tunawisma."

"Ouh, aku sungguh menyesal soal ini, Mam. Aku baru sadar jika sudah melakukan itu saat tubuhku terpental di lemari pendingin, sungguh aku tidak tahu apa yang terjadi padaku."

Esteban gemas, bagaimana bisa seorang manusia menyerang manusia lain tanpa alasan yang jelas? Esteban hampir saja menggunakan kekuatannya, beruntung ditahan oleh Zyliah, sebab apa pun yang terjadi pada pria berkulit hitam itu pasti diawasi kamera pengintai.

"Apa maksudmu?" tanya Zyliah penasaran.

"Aku sedang di toilet, ada dua pria di dalam sana, kutunaikan hajatku sampai mereka pergi dan masuklah pria itu. Badannya tampak kuat dan gagah," cerita pria berkulit hitam serius.

"Lalu?"

"Hei, lanjutkan apa yang terjadi padamu?" tanya Esteban tak sabar.

"Aku tersadar saat sudah terjadi itu semua." Dia menjawab dengan mimik wajah tak karuan.

"Itu tak masuk akal." Esteban berkomentar sembari tertawa.

"Aku tidak berbohong, aku kehilangan kontrol atas diriku."

Zyliah terdiam.

Apakah itu karena F-77? Mungkinkah dia pelakunya? Lantas jika itu dipengaruhi oleh F-77 kita percaya begitu saja? Jika tak ada hubungannya dengan F-77 lalu dikarenakan apa?

Aku juga berpikir hal yang sama. Kau benar, jika pria ini dipengaruhi F-77 akankah sekarang dia mengawasi kita? Tidak lucu sama sekali.

Zyliah dan Esteban undur diri, mereka meninggalkan pria itu di sana dan belum tahu bagaimana soal hukuman telah menewaskan Desy. Keduanya pulang ke rumah, menemukan Devon berdiri di depan pintu entah untuk berapa lama. Devon menatap Esteban, mengira jika Esteban adalah suami dari Zyliah pun meminta izin untuk memesan makanan pada istrinya setiap hari. Esteban tersedak mengetahui anggapan Devon, tetapi enggan untuk berkomentar apa pun.

Zyliah tak bisa berjanji akan menyanggupi permintaan Devon dalam waktu dekat ini, sebab dirinya masih berduka.  Zyliah masuk flat yang tidak sebesar apartemen yang disewakan Silas padanya, tetapi kenangan hidup bersama Desy menyesakkan dada. Ia membuka kamar Desy, kenangan menyajikan senyum hangat wanita yang berusia lebih tua darinya. Kantung belanjaan dibeli Desy di supermarket teronggok utuh di atas meja rias, ia ingat betul bagaimana reaksi wanita yatim piatu itu senang bukan main membeli perlengkapan dirinya dengan hasil kerja keras selama ini.

"Kak, skincare-mu masih utuh, belum dipake sama sekali, kau meninggalkanku sendirian di sini," tangis Zyliah sedih.

"Zy! Kok di sini? Kita ada pesenan, ayo ke dapur!"

Zyliah terperanjat, terpanah dengan bayangan yang ada di depannya. Desy dengan riang dan gembira mengajak Zyliah ke dapur, menyeret serta mulai mengeluarkan alat tempur dari rak di atas tungku. Zyliah makin terisak, bahkan sampai luruh di lantai. Esteban melihat Zyliah di lantai memandangi dapur flat ikut sedih, mereka bukanlah manusia yang hidup di bumi bertahun-tahun lamanya, tetapi mereka juga punya perasaan tak beda jauh.

Esteban memeluk Zyliah, memintanya istirahat, sementara dirinya berjaga. Wanita cantik itu menurut, masuk ke kamar dan Esteban masih nyaman di sofa ruang tamu, tak mau ia menempati kamar mendiang Desy jika itu melukai perasaan sahabat sedari masa kecilnya. Zyliah terbangun setelah beberapa lamanya tertidur, tak mendengar suara apa pun selain detik jarum jam. Ia merubah posisi tidurnya, menyadari bahwa Desy sudah meninggal membuatnya merasa sendirian dan terpukul.

Tolong! Tolong aku, siapapun itu! Tolong ....

Zyliah tertegun, pendengarannya mendengar rintihan minta tolong pun bangkit mencari di mana sumbernya. Ia sampai membangunkan Esteban tepat saat matahari telah terbenam sepenuhnya. Esteban tak mendengar apa pun yang dimaksud Zyliah.

"Kau tak mendengarnya? Sungguh?"

"Gelang kita menyala."

Esteban dan Zyliah saling pandang, telinga mereka tak mendengar suara permintaan tolong, tetapi justru gelang mereka menyala, berarti ada alien lain di Bumi yang membutuhkan bantuan dan masuk ke sinyal terdekat. Zyliah dan Esteban keluar dari flat, berlari ke luar untuk mencari siapakah alien yang meminta tolong? Berasal dari Saveta atau planet lain?


Tbc . . . .


AbsquatulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang