Terlalu Baik-11

101 20 4
                                    


Esteban terbangun dari tidurnya, sudah mendapati sarapan sepaket dengan baku ganti di sofa multifungsi. Ia bangun malas bangun ranjang dan menhembuskan napas lelah. Masih di dalam ruang tahanan dan bakal bertemu Dale dan mereka yang terpaksa mengurusinya. Esteban masih berusaha memikirkan bagaimana caranya untuk menghubungi Zyliah agar berhati-hati, sebab orang suruhan Doktor Xyz sudah menyusulnya ke Bumi. Pria itu makin frustasi sebab di ruangannya benar-benar tak ada apa pun yang bisa diakal agar bisa digunakan.

Pada akhirnya, Esteban bangkit memindahkan nampan sarapan dan pakaian gantinya ke ranjang dan menggunakan sofa multifungsi untuk membersihkan diri. Ia tak terkejut jika mendapati Dale sudah ada di kamarnya ketika selesai, menatapnya seperti biasa juga mulai jengah mungkin. Pria itu duduk di ranjang dan mengambil jatah sarapan, daging diox dibeli bumbu yeyol dan jus jeruk mix susu diox.

"Kau mau sarapan denganku?" tawar Esteban memotong kecil daging di nampannya.

"Aku yakin kau sudah memberitahu dia soal Doktor Xyz, F-77 belum bisa menangkapnya sampai hari ini."

"Baguslah, Zyliah lebih cerdik dari F-77." Esteban makan dengan santai, mencoba menikmati apa yang tersaji di hadapannya.

"Setelah makan, kemasi barang dan mereka akan mengembalikanmu."

"Semudah itu? Tidak ada perlawanan sengit? Oh, ayolah aku sudah mengatur strategi melawan kalian, jangan kecewakan aku!" seru Esteban merentangkan tangannya siap bertarung sambil menodongkan garpu besi.

Dale bergerak cepat mendekati Esteban yang belum benar siap bersiaga, terkejut bukan main sebab wanita cantik mantan kelasih bukan melukainya namun, mengecup bibir merah Esteban. Dale langsung pergi, meninggalkan keterkejutan pria jangkung di ruang tahanan. Ditambah lagi di tangannya ditinggalkan sebuah chip tipis bernomor unik, entah isinya apa yang jelas perlu alat untuk membacanya.

Dale benar soal kebebasan Esteban, dua orang wanita berkucir kuda warna pirang dan hitam memimpin langkahnya digiring ke sebuah ruangan berdinding kaca di mana barang pribadinya berada. Kemudian ia diarahkan ke lorong warna kuning gading berujung sebuah kendaraan mirip kereta mini tanpa sopir warna putih tanpa roda dan melesat pergi. Ia diturunkan teoat di depan rumah, orang yang mengenali langsung menghampiri sebab mereka yakin jika Esteban tak akan berhasil lolos.

Kendaraan itu sudah tak ada ketika Esteban menoleh, dengan mendapatkan kembali badang pribadi jelas bisa menghubungi Zyliah. Namun, ia juga takut jika alat komunikasinya disadap dan benar saja, ada benda kecil yang setipis irisan bawang menempel di bagian speaker dalam pena pintarnya. Saat mengoperasikan penanya, Esteban mendapati jaringan penyusup, benar semuanya diretas dan diawasi. Pada akhirnya pun pena itu dibanting, marah pada mereka yang masih mengikatnya tak terlihat.

Kamera super mini itu terakhir kali menampilkan wajah Esteban yang marah dari atas. Selanjutnya hanya lautan semut berisik dan dimatikan oleh seseorang. Pria itu hanya tersenyum miring dari sisi lain Saveta, memutar kursinya dan melepas kacamata.

"Sang Kuasa mungkin sudah menakdirkanku lebih mudah menemukannya tanpa memaksamu buka mulut, Esteban."

Pria memakai piyama kotak-kotak hitam mengambil cangkir kopi dan membawanya ke dinding kaca berkelambu abu-abu gelap, dari sana bisa melihat kota yang masih menggeliat meski sudah malam. Denting bel flatnya mengalihkan perhatian, pun membukanya, di balik pintu berdiri seorang seorang wanita tua yang memakai tongkat tersenyum ke arahnya.

"Anak muda, apakah kau punya segelas susu cair. Aku ingin sekali minum susu, tapi sudah malam dan putriku belum kembali."

Pria bermata segelap malam tersenyum. "Boleh, kebetulan aku ada susu cair yang kelebihan, sebentar."

"Terima kasih, Rhys." Wanita tua hanya menunggu sebentar karena tak lama pria berhidung sempurna keluar sembari menutup pintu rumah.

Rhys dan wanita tua itu melangkah ke flat nomor seratus enam, membuka pintu serta membantu langkah si wanita tua yang seharusnya tak berkeliaran sendirian di luar. Rhys mengambil gelas ukuran sedang, lalu menuang susu cair putih dan memberikannya pada si wanita tua.

"Terima kasih, Rhys. Kau selalu baik." Wanita tua itu meminum susu cairnya.

"Aku pergi dulu, tunggulah anakmu kembali dengan istirahat saja."

"Baiklah." Wanita tua itu tersenyum. "Oh, tunggu, Rhys. Apa yang ada di belakang punggungmu?"

"Apa yang kaulihat, Mam?"

"Seperti gulungan benda panjang," kata wanita tua itu sembari menunjuk.

"Bagaimana kau bisa melihatnya?" tanya Rhys.

"Entahlah."

Rhys tertawa kecil. "Kau mengeluhkan soal sendimu yang terasa sakit?"

"Ya, masih sakit walau sudah minum obat," keluh si wanita tua.

"Aku ada obat untuk itu," kata Rhys menuangkan sedikit bubuk warna abu-abu ke dalam gelas berisi susu yang dipegang si wanita tua.

Susu itu digoyangkan sebentar oleh Rhys kemudian diberikan pada si nenek. Rhys tak perlu menunggu apa yang selanjutnya terjadi, keluar dari rumah beraroma cengkeh itu dan menatap kamera CCTV di sudut ruangan sebentar untuk menghapus jejaknya selama sepuluh menit yang lalu. Pria itu kembali ke flat dan menatap cermin setinggi tubuhnya itu menampilkan bayangan dirinya yang tampak biasa saja, normal seperti pada umumnya. Ia tak tahu bagaimana bisa seorang nenek tua dapat melihat gulungan vinick di punggungnya? Bukankah itu aneh?

Malam di flat menengah ke atas itu heboh, lantaran salah satu penghuninya ditemukan meninggal dengan tak wajar. Orang yang melaporkan kematian ibunya tak henti menangis dan berkata jika tak rela ditinggalkan oleh orang tua satu-satunya. Dia memanggil tim kesehatan dan meminta untuk memeriksa mamanya guna mengidentifikasi apakah mamanya diracun ataukah memang sudah takdirnya meninggal? Dokter itu mengambil sampel susu dan darah korban, hasilnya bisa diambil beberapa jam ke depan.

Sementara itu, tubuh mamanya diserahkan ke sebuah yayasan yang mengurus orang mati. Paginya, wanita dewasa yang berusia tiga puluh tahunan menerima surat hasil lab saat pulang ke rumah untuk mengambil barang. Rhys mendengar obrolan dua wanita di flat nomor seratus enam bahwa hasil tak menunjukkan suatu virus atau obat kimia semacam racun di minuman dan darah si wanita tua. Rhys yang berdiri di balik pintu rumah keluar dan menunjukkan batang hidungnya.

"Aku turut berduka cita atas meninggalnya Mama," kata Rhys.

"Terima kasih, Rhys."

"Aku tidak bisa ikut ke rumah duka, mungkin nanti sepulang bekerja akan ke rumah abu saja."

"Iya, terima kasih banyak."

"Aku pergi dulu," pamit Rhys.

"Sampai jumpa, hati-hati."

Rhys berbalik dan meninggalkan mereka, senyum tadi disunggingkannya pada keluarga yang tengah berduka menghilang dalam sekejab.


•••

Ouh, ouh, ouh sampai sini paham? Syukurlah.
See ya next part...


AbsquatulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang