Mimpi-12

108 21 5
                                    


Desy terbangun di sepertiga malam karena mendengar sesuatu bunyi yang aneh. Dia menyalakan lampu kamar dan menajamkan indra pendengaran, sungguh bukan berasal dari kamarnya. Desy menahan kantuk karena penasaran sudah di ubun-ubun, membuka pintu dan menengok ke luar, suara asing itu makin jelas terdengar. Ruangan lain tak ada hal yang mencurigakan sesuai praduganya, bila ada maling masuk dan menggunakan sinar laser untuk mencuri. Dia melihat sesuatu berpendar dadi kamar Zyliah lewat celah di bawah pintu, sangat terang berwarna biru berlian.

Desy segenap jiwa membuka pintu itu sekuat tenaga, akan tetapi dia tak mendapati teman sehidupnya itu di kamar dan yang lebih heran lagi, cahaya berpendar biru tadi lenyap tak tersisa. Desy terheran-heran dengan penglihatannya, bagaimana bisa cahaya tak diketahui sumbernya menghilang dalam sekejab, soal ke mana perginya Zyliah bisa dicari lewat ponsel. Teman baiknya itu berkata jika sedang berada di sebuah kedai kopi yang buka dua puluh empat jam bersama orang menyewakan rumahnya.

Wanita itu hampir saja menceritakan hal super ajaib yang dilihatnya tadi pada Zyliah, mengapa kamarnya tampak bercahaya sementara dirinya tak ada di tempat? Namun, Desy mengurungkannya dan berkata akan kembali tidur sementara Zyliah berkata juga akan pulang jika kopinya telah habis. Dia keluar dari kamar Zyliah dan mematikan lampunya kemudian berbalik tiba-tiba, ruangan itu masih gelap gulita tak ada sesuatu yang bisa dicurigai menimbulkan cahaya berpendar super terang. Desy kecewa lantas menutup pintu dan kembali ke kamarnya sembari mengoceh pada dirinya sendiri.

"Desy, ingatlah! Kau bangun dari tidurmu di sepertiga malam kemudian melihat cahaya super terang, oke fix! Kau sleeping walker sodara jauhnya Alan Walker! Go to the bed again, okay!" Desy mengusir pikiran-pikiran tak berujung dan tenggelam dalam selimut hangat kamarnya.

Zyliah bohong soal tengah minum kopi bersama pemilik rumah alias Silas Daylan. Yang betul adalah dirinya di suatu ruangan yang berada di bagian bumi yang jauh dari praduga orang lain jika itu merupakan tempat tinggal seseorang. Wanita paruh baya menatap Zyliah sambil tersenyum, rambutnya masih hitam dan garis wajahnya tampak tak menua sedikitpun meski di bumi.

"Duduklah, Zy."

"Aku hanya mampir sebentar, mengecek manual keadaan, Ibu."

"Ya, terima kasih. Aku nyaman di sini, jauh lebih baik dari pradugaku, terima kasih, ya." Wanita yang mengenakan pakain serba putih menangkup tangan kanan Zyliah.

"Sama-sama. Aku rasa suatu hari nanti, Doktor Xyz akan tahu tempat ini dan membawa Ibu pergi."

"Kau sudah melindungi Ibu sejauh ini, Zyliah. Biar Sang Kuasa yang menentukan semuanya," kata wanita itu lembur menyentuh wajah Zyliah.

Zyliah tak lagi melihat goresan-goresan luka di jari dan tangan Miranda, wanita tua yang merupakan tonggak dari perilaku buruk Dokter Xyz. Tak ada eksploitasi tubuhnya untuk menjadi sumber kemampuan pria gila itu. Pada awalnya, pria yang suka berekperimen tak tahu siapa pemilik jejak pada debu di ruangan terakhir mereka, kini dia tahu dan mulai mengejar Zyliah. Saat ini, Miranda tengah ditemani oleh manusia istimewa yang sudah setia sejauh ini. Zyliah pamit, Miranda berpesan pada wanita yang menolongnya untuk berhati-hati karena Xyz bisa merubah wujudnya menjadi siapapun seperti F-77, kacungnya.

Zyliah kembali ke kediamannya, lebih tepatnya dari bawah ranjang kamar ia muncul seperti letupan sinar berasal sebuah benda. Wanita itu duduk di tepian tempat tidur, menatap sekitar yang masih temaram. Tangan kirinya menyibak jendela, neon box sebuah gedung lebih tinggi, beralih pada kendaraan yang melintas perlahan, bumi tak pernah berhenti beraktivitas. Di sini bumi mungkin tengah terlelap, tetapi di bagian bumi lain justru memulai kegiatan. Wanita dicepol rambutnya merebahkan diri, pikirannya berkelana memikirkan nasib Esteban berharap pria itu menemukan jalan untuk bebas tanpa bantuannya, sebab ia tak bisa pulang ke Saveta dan meninggalkan Miranda yang terus diburu Xyz atau bisa dipanggil Xylopz.

Zyliah Courentein tak bisa tidur, bahkan tak mau terpejam sekadar sepuluh menit saja. Ia membereskan kamar hanya menjentikkan jari, ruangan rapi seketika. Kini beralih ke kamar Desy, tempat teman sehidupnya cukup berantakan ada remahan keripik, permen cokelat di bawah ranjang dan bra. Zyliah merapikan seisi rumah namun, waktu masih berkurang sepuluh menit saja. Masih banyak waktu sampai pagi menjelang, tak tahu harus berbuat apa?

"Jangan pergi, kumohon ...." Sebuah suara menyita pendengaran Zyliah.

Suara pria dari arah depan rumah, siapa lagi kalau bukan Devon. Pria yang disebut Godzila oleh Desy memohon lagi, entah benar pada seseorang ataukah tengah bermimpi yang jelas menarik perhatian Zyliah. Wanita itu masuk dengan begitu mudah tanpa lewat pintu, menemukan orang dewasa sedang meringkuk di ranjang tanpa seprai dan hanya mengenakan celana jins yang ujungnya digulung. Dia memeluk guling sembari menangis namun, matanya memejam serta sendirian. Bisa dipastikan sedang bermimpi, tetapi mimpi apa yang membuat seorang pria menangis?

Tangan berjari lentik terangkat mengelus rambut Devon, pria yang suka makan dan tidur di mata Zyliah tenang seketika. Zyliah tersenyum tipis hendak meninggalkan Devon, tetapi yang terjadi selanjutnya justru mengagetkan, Devon menarik tangan Zyliah dalam dekapan seketika. Zyliah tak bisa bergerak, semakin menarik tangannya justru makin erat dekapan Devon. Zyliah terkesima dengan wajah tampan Devon, ia melihat suatu tanda lahir berbentuk bulan separuh di balik telinga kirinya, sama persis milik Gerrald. Zyliah kaget bukan main dan reflek bangkit, otomatis tangannya juga tertarik dan segera menghilang sebelum Devon sadar kemudian memergokinya.

Zyliah kembali ke kamar dengan napas cepat, bagaimana bisa Devon memiliki tanda lahir yang sama persis milik Gerrald? Namun, wajahnya bukan wajah Gerral, melainkan Rhys punya rupa seperti Gerrald. Sayangnya, Rhys bukanlah pria ramah selayaknya Devon. Ia menjatuhkan dirinya di kasur dan lelah memikirkan semuanya, mengapa Sang Kuasa menunjukkan ini padanya saat ini? Seandainya ia tak pergi meninggalkan bumi sewaktu Gerrald sekarat, membawanya kembali ke Saveta meskipun tak selamat.

"Zyliah! Zyliah," panggil seseorang.

Zyliah membuka mata, sekejab kamarnya berubah menjadi taman yang mempunyai sungai jernih hingga bisa melihat batu di dasar. Yang paling membuatnya kaget adalah seorang remaja lelaki hanya memakai celana jins panjang digulung ujungnya, dia adalah Gerrald sewaktu berusia dua belas tahun. Dia memberikan buah-buahan dari pohon yang dipelihara dan dilindungi pemerintah Saveta alias mencurinya sedikit.

"Gerrald," panggil Zyliah.

"Makanlah, itu kesukaanmu 'kan? Aku janji akan tanam itu yang banyak agar kau senang dan bisa makan buah jilian setiap saat!" Gerrald tersenyum sembari mengelus dagu Zyliah penuh kasih.

"Kau di sini," kata Zyliah lirih.

"Ya, tentu saja aku di sini untukmu, untuk siapa lagi. Makan dan kemarilah, aku mau memelukmu lebih lama di sini," pinta Gerrald menarik tangan Zyliah dalam dekapannya.

Zyliah membalas pelukan Gerrald erat, tak mau melepaskan diri dan menghirup aroma tubuh lelaki muda itu. "Jangan pergi dariku, jangan pernah, kumohon ...."

"Hei, kau kenapa? Aku masih di sini kok, tak akan pergi ke manapun tanpamu," kata Gerrald menenangkan Zyliah.

To be continued...





AbsquatulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang