Selamat membaca...
Apabila terdapat typo,mohon dimaafkan^^...—Ovianna—
Sore ini cuaca sedikit tidak bersahabat. Seharusnya sekarang ia sedang melakukan pertunjukan kecil di sebuah panti asuhan yang biasa ia kunjungi setiap minggunya. Namun, karena terjebak hujan ia jadi tidak bisa melanjutkan perjalanannya. Mengingat tempatnya yang lumayan jauh dan cuaca yang sedang tidak bersahabat, terlebih ia hanya menggunakan sepeda saat ini.
Meski begitu Via tidak bisa menunggu hujan reda sebentar lagi, karena hari sudah mulai agak gelap. Dan rumahnya masih jauh. Jika ia nekat menunggu sebentar lagi, dapat dipastikan bahwa ia akan tiba dimalam hari. Dan itu bukanlah pilihan yang bagus seba ia sangat takut gelap, meski hilang ingatan sekaki pun ia tetap tidak bisa menghilangkan ketakutannya yang satu itu.
"Hah... ini dingin dan bukan waktu yang tepat untuk mandi, lagi."
Dalam hati Via merutuki kesialannya, garis bawahi ketololannya kali ini. Ia tidak membawa mantel hujan tapi ia malah membawa PAYUNG. Disaat seperti ini apakah itu berguna? Yap, inilah yang di namakan kebodohan yang sudah mendarah daging.
Memang dapat berguna jika ia sedang berjalan kaki. Namun sekarang ia membawa sepeda, bagaimana cara menggunakannya? Maaf saja, ia tidak sebodoh itu untuk mencelakai diri sendiri dengan mengendarai sepeda sembari memegang payung.
Itu cukup berbahaya.
"Mandi hujan sebentar, juga nggak buruk. Berdoa saja lah, habis ini semoga nggak kena flu. Bisa gawat kalau sampai sakit." Dengan mengayuh sepedanya Via terus saja berdoa di dalam hati, rasa takut menemani setiap kayuhannya di jalan sepi ini. Suasana sore hari disaat hujan benar-benar terasa mencekam, apalagi penerangan yang sudah mulai meredup.
Sejenak ia masih bisa menikmati rintik hujan yang mengenai wajahnya. Cukup sejuk, namun entah mengapa malah membuat beban dikepalanya sedikit ringan. Sesekali ia menurunkan kakinya dan menyeret pelan disebuah genangan.
Menghibur diri sendiri ternyata sesederhana ini.
Di tengah perjalanan tanpa sengaja ia melihat sesuatu. Di sebuah sudut gelap dekat tangga samping gedung di tepi jalan. Dari arah pandangnya saat ini memang tidak terlalu terlihat sebenarnya, tetapi entah kenapa mata nakalnya malah tanpa sengaja melihatnya.
Ingin mencoba tidak peduli namun ia tidak bisa, hatinya terlalu lembut untuk sekedar abai. Meskipun nanti malah membahayakannya, yang ada dipikirannya saat ini hanyalah mencoba untuk memastikan dan membantu seadanya.
Perlahan Via turun dari sepedanya yang sengaja ia hentikan agak jauh ke depan dari tempat orang itu berada. Setelah sampai, gadis itu ikut berjongkok dan mengarahkan payung pada sosok yang tengah menenggelamkan wajah pada kaki yang ditekuk.
"Kayaknya dia nggak apa-apa."
Melihat nafas teratur orang itu Via memutuskan untuk menyelipkan payung pada lipatan tangan orang di depannya. Terdiam sejenak, ia merasa ada yang tidak beres. Dengan ragu Via mengulurkan tangannya ingin menepuk pelan pundak orang itu.
"Enyahlah!"
Namun suara beratnya malah mengurungkan niat Via. Dengan berdiri tegak, Via memutuskan pergi dengan sesekali menengok ke belakang. Setelah menjauh dengan sedikit tergesa hingga tersandung beberapa kali menuju sepedanya, Via akhirnya bisa bernafas lega setelah sampai di samping si roda dua itu. Meski begitu, ia tak langsung pergi. Namun memutuskan untuk diam sejenak.
Masih, tak ada pergerakan berarti.
"Ya sudahlah. Lebih baik pulang saja, sepertinya dia juga nggak apa-apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
OVIANNA
General FictionSungguh memuakkan. Kalian semua adalah manusia yang sangat memuakkan. "Jika sudah seperti ini... bukankah lebih baik mengabulkan keinginan mereka? Hadiah dari orang yang sedang berulang tahun, heh?" Berdiri dari duduknya, Via menatap ujung jalan y...