Bab 9

1.4K 99 1
                                    

Selamat membaca...

—Ovianna—

Bab 9: Patah hati

***

WUUSHHH!

Plup!

Sebuah pesawat kertas yang timpang sebelah sayapnya mendarat tepat di atas kepala seorang pemuda yang tengah menggeram karena kesal. Sempat menginjak pesawat kertas itu hingga penyet lalu menggumpalnya untuk dibuang, namun usahanya ia urungkan ketika sebuah pulpen kembali terlempar mengenai keningnya yang membuat kekesalannya naik hingga ke puncak kepala. Ada rasa ingin menguliti sang teman, sebelum ia beranjak dari tempatnya tubuhnya sontak terhentu ketika sang teman menunjuk kertas yang ia pegang.

"Baca!" Dengan malas pemuda yang memegang humpalan kertas itu menuruti perintah tanpa suara dari salah satu temannya untuk membaca untaian kata yang tertulis di sana.

Kalau lagi berpikir mesum jangan di sini! Lebih baik pujuk teman lo, jangan cuma diam kaku mirip jemuran satpam depan komplek.

"Vito sialan!" umpatnya tanpa suara dengan mengacungkan dua jari tengah ke arah kumpulan manusia yang tergelak tanpa suara di sudut kanannya.

Meski pun kesal ia tetap melakukan apa yang dipinta. Dengan perlahan ia bangkit dari duduknya dan mendekat pada pemuda yang sibuk dengan buku yang sudah lelaki itu baca sebelumnya.

"Ta, ayolah keluar." Joan merangkul pundak temannya dengan tubuh yang setengah bertumpu pada sandaran kursi. "ngudud bentara kuy! Nggak kasihan lo sama Vito? Dari tadi mengeluh muncungnya masam."

"Joan anak setan!" Kali ini Vito yang mengumpat, mendengar namanya diumpan untuk menarik perhatian sang kawan membuatnya tak bisa protes lebih banyak. Tak hanya dirinya saja yang mengawasi di sudut tempat ini, ada Rasya sang kembaran si pangeran patah hati dan juga Sio yang entah kenapa kali ini terlihat agak sedikit bodoh. Padahal dirinya tidak usah ikut-ikutan bersembunyi dengan mereka yang seakan tengah berlindung dari kejaran depkolektor.

"Lo, ganggu." suara rendah itu terdengar menusuk di telinga teman-temannya yang lain, membuat Joan yang tengah ditatap tajam hanya bisa menghela nafas kesal. "Kalau memang mau ke luar ya tinggal ke luar, nggak usah ganggu gue!" Raysta kembali mengalihkan diri pada buku di depannya, yang sekali lagi ia baca dengan harapan isi dari buku tersebut daoat berubah.

"Kata Bunda, jadi sadboy juga butuh tenaga. Jadi, ayo keluar dan makan." Rasya memberanikan diri untuk mendekat dengan diekori dua temannya yang lain.

"Lo nggak usah ikut-ikutan deh, Sya! Mending lo bawa keluar ini anak setan semua," Dengan membanting kuat bukunya ke atas meja, Raysta menunjuk satu-persatu temannya. "keluar dari kamar gue!"

"SEKARANG!"

Raysta tidak memberi siapa pun kesempatan untuk membantah, suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja saat ini. Ia hanya membutuhkan waktu untuk menenangkan diri. Beruntunglah para pengganggu itu mau mengerti dan meninggalkan dirinya sendiri meski oun harus ia bentak-bentak terlebih dahulu.

Setelah puas mengamati dengan harap cemas, ia akhirnya menyerah dengan keinginan konyolnya akan perubahan dari buku biasa itu. Hingga Ia memutuskan untuk menjauhkan buku itu ke sudut meja dan mengalihkan diri pada ponsel pintarnya, lebih tepatnya pada pesan menumpuk untuk gadis itu.

"Lo di mana sih, Via?" lirihnya.

Ingatannya kembali berputar pada kejadian kemarin lusa, ketika ia mendapati informasi mengenai gadis yang berhasil menarik perhatiannya dalam sekali pertemuan waktu itu.

OVIANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang