BAB 22

18 2 0
                                    

Tak jauh dari mereka Clarisa dan teman-temannya datang sambil tertawa dan bertos ria. Melihat Selin terkapar tak berdaya di UKS.
"Ayo guys cabut!" Ajak Clarisa pada teman-temannya.

Dio keluar terlebih dahulu. Mencari keberadaan Clarisa. Namun, Dio tidak mendapatkan Clarisa di manapun.

"Bos. Pertandingan besok gimana?"

"Iya bos. Kan kalian masuk final besok."

Anggara diam sesaat. Sampai Selin tiba-tiba terbangun.

"Aww. Sakit!" rintihan keluar dari mulut Selin. Mereka semua panik dan langsung memanggil dokter kembali.

"Bentar ya kita lihat dulu. Sebelah sini sakit?"

Selin hanya menganggukkan kepalanya. Menandakan bahwa sebelah kanan perut nya sakit.

"Bapak mau bilang. Kamu besok gak boleh untuk bertanding dulu. Luka lambung kamu parah. Dan kamu harus di opname di rumah sakit."

"Gak bisa Dok. Ini impian almarhumah ibu saya, saya harus menyelesaikan pertandingan ini sampai beres," ujar Selin sambil menangis.

"Bapak hanya bisa memberikan obat pereda nyeri. Selebihnya jika nanti kamu benar-benar kesakitan. Bapak tidak bisa untuk memberikan obat pereda lagi. Dan kamu Bapak kirim ke rumah sakit!"

Mereka semua yang mendengar penuturan sang dokter sangat terpukul melihat Selin seperti ini.

Selin menganggukkan kepalanya mengerti. Dan dia bertekad akan bertanding semaksimal mungkin.
Apapun yang terjadi Selin harus kuat demi sang Almarhumah.

"Lo yakin besok bakal tanding?" Tanya Anggara yang sangat khawatir melihat keadaan Selin.

"Iya Selin yakin. Ini demi Ibu."

"Selin kalo gak kuat jangan maksain. Ibu juga disana paasti ngerti sama keadaan Selin," ucap Giana sambil.mengelus kepala Selin yang tertutup jilban warna hitamnya.

Seling menggelengkan kepalanya bahwa dia tidak akan menyerah begitu saja.

"Tolong jangan ada yang bilang sama Ayah. Kalau Selin sakit. Selin gak mau liat Ayah sedih."

Mereka semua menganggukkan kepalanya mengerti.

"Selin. Apa kamu yakin untuk bertanding besok?" tanya sang pelatih yang melihat keadaan Selin.

"Selin yakin Pak. Mohon doanya saja supaya Selin kuat."

"Bapak yakin kamu bisa. Sekarang kamu boleh pulang dan istirahat. Besok tolong Anggara jemput Selin di rumahnya. Jangan sampai Selin berangkat sendiri,"

"Baik Pak. Saya juga sekarang akan mengantar Selin pulang."

Sang pelatih menganggukan kepalanya dan berlalu dari ruang UKS.

"Lo bisa bangun sendiri?"

"Iya Selin bisa."

Sesaat Selin akan bangun. Selin hampir jatuh kedalam pelukan Anggara. Anggara menangkap tubuh Selin. Mereka saling menatap, di sadarkan oleh Brian dan Renda.

"Ekhem. Udah dong natapnya. Iya gak Ren!"

"Iyah nih. Padahal masih ada kita disini."

Selin yang mengerti langsung berdiri sambil menahan rasa sakitnya. Anggara yang paham langsung mengangkat tubuh Selin ke dalam mobilnya. Di ikuti teman-temannya.

"Sorry gue gendong lo. Gue tahu lo sakit kalo jalan."

Selin hanya diam membisu. Tak bisa berucap karena keterkagetannya saat menatap Anggara tadi.

Selin dan Anggara sudah sampai di kediaman rumah Selin.

"Besok gue jemput. Lo hari ini bener-bener harus istirahat. Gak boleh begadang, gak boleh kerja berat-berat paham!"

Selin hanya merespon menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

Anggara mengelus jilbab Selin yang berwarna hitam tersebut.

"Mau gue gendong ke dalamnya?"

"Gak usah. Sampai sini aja."

"Yaudah gih masuk ke rumah, hati-hati jalannya."

"Makasih angga." ucapnya sambil keluar dari mobil Anggara.

Saat Selin sudah memasuki rumahnya. Barulah Anggara menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.

"Assalamualaikum. Ayah, Ray Kak Selin udah pulang." Teriak Selin dari dalam rumah. Karena rumahnya yang terlihat sangat sepi.

"Ko pada sepi sih. Apa ayah masih kerja?" Gumam Selin sambil melangkah menuju kamarnya.

**
"Gimana kalian udah nemuin siapa yang ngeracunin Selin?"

"Belum bos. Tapi kita dapetin botol ini di dalam tas Selin yang tadi tertinggal, mungkin dari sini kita bisa cek dan mungkin juga kita menemukan buktinya,"

"Coba kita bawa ke test lab di rumah sakit. Apa ini minumannya beracun atau engga?"

Mereka semua menganggukkan kepalanya. Siapa lagi kalo bukan Anggara and the genk yang sedang mencari tahu minuman tersebut beracun atau tidak.

Di kediaman Dio. Dio menelpon Clarisa untuk bertemu dirinya di rumah. Tak berselang lama Clarisa muncul dan menghampiri Dio.

"Ngapain lo nelpon gue sih?"

"Jawab jujur lo kan yang racunin Selin. Hah!" Bentak Dio pada Clarisa.

Dio membentak Clarisa. Clarisa pun terkejut dengan apa yang barusan Dio perbuat.

"Gak usah bentak gue. Lo gak berhak buat bentak gue kaya gini!"

Dio menarik nafasnya terus menerus. Dia tidak mau untuk kelepasan kembali membentak Clarisa.

"Oke sekarang gue tanya baik-baik sama lo. Lo kan yang udah ngeracunin Selin?"

"Bukan gue. Gue aja kaga tahu dia keracunan ko. Kan tadi gue cuma liat Anggara tanding udah, pas Selin tanding gue gak ada di situ. Jangan asal nuduh lo!"

"Gue gak percaya sama lo. Gue kan udah bilang, kalo lo mau ambil hati anggara jangan nyelakain orang lain."

"Gue tekankan baik-baik. Gue gak ngeracuni Selin!" ucap Clarisa dengan penuh penekanannya. Dan berlalu dari kamar Dio.

"Kalo gue tahu itu ulah lo. Lo berhadapan sama gue Clar!" teriak Dio yang masih bisa di dengar oleh Clarisa.

Clarisa yang sudah keluar. Sangat was-was jika Dio mencari tahu siapa yang memberikan racun untuk Selin.

"Gawat, gawat. Gimana ini!" ucap Clarisa panik sambil mondar mandir di luar mobilnya.

**

Ke esokkan harinya. Selin akan bertanding kembali melawan sekolah lain. Sudah ada Anggara yang akan menjemput Selin di rumahnya.

"Gimana udah baikkan?"

"Alhamdulilah udah. Malem Selin udah minum teh anget dan minum obat pereda juga, terus Selin kompres pake air hangat perutnya."

"Syukur kalo gitu. Sudah siap untuk bertanding hari ini?"

Selin menganggukkan kepalanya sambil memberikan 2 jempol pada Anggara.

Anggara tersenyum melihat Selin yang begitu semangatnya untuk bertanding, padahal keadaan dia masih di bilang tidak memungkinkan untuk bertanding dahulu.

Anggara melajukan mobilnya kecepatan sedang. Sesampainya di tempat pertandingan. Selin di sambut oleh Giana, Renda, Brian dan Sandi.

"Welcome Bidadariku. Gimana kamu udah sehat. Siap untuk bertanding?"

"Siap dong. Makasih kalian yang udah doain keadaan Selin. Dan makasih buat semangatnya," ucap Selin sambil tersenyum hangat ke arah mereka.

"Selin apa kamu benar-benar siap akan bertanding. Karena lawan kamu kali ini benar-benar lincah?" ucap Pelatih pada Selin.

"Tenang Pak. Selin akan kerahkan kemampuan Selin selama bertanding,"

Mereka sangat bangga kepada Selin yang terus berjuang tanpa tahu bahwa badannya saat ini benar-benar kesakitan.

SELINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang