•
•
•Habibi dan Papah kamil, kini tengah berada di halaman depan.
Keduanya kini sedang asyik bermain catur.
Sedangkan Nafisah kini sedang berada di dapur.
Berusaha menyajikan makanan untuk Papah Kamil dan Habibi meskipun sembari komat-kamit tak henti.
Bahkan mulutnya sampai melebar ke sana ke mari. Mendengus kesal karena disuruh Papahnya memasak makanan kesukaannya Habibi yang sekarang mendapatkan gelar Menantu kesayangannya.
Bahkan sesekali ia mengeraskan hentakan pisaunya saat mendengar tawa Habibi yang begitu lepas bersama Papahnya.
Nafisah merasa iri.
Padahal, baru saja sehari Habibi berada dirumahnya. Tapi, seperti sudah berhasil merebut hati Papahnya.
Lain halnya dengan Reno yang bahkan sudah jungkir balik namun tak pernah mendapatkan respon apapun dari Papahnya. Yang ada hanyalah kedengkian darinya.
Disitu terkadang, Nafisah merasa sedih.
Sakitnya dikhianati.
Disitu terkadang, Nafisah merasa sedih.
Sakitnya hati ini."Cekikikan aja terus, kalau perlu sampe dower tuh babangus," ucap Nafisah melihat ke arah Habibi dengan wajah juteknya.
"Baru juga sehari jadi bininya. Gue udah dijadiin babu sama si kutu kupret," ucap Nafisah seolah tak terima melihat ia yang kini tengah kerepotan sementara Sang Tuan malah enak-enakan selonjoran.
Sedari tadi Nafisah memang belum bisa merebahkan badannya.
Baru juga selesai dandan, udah disuruh Papahnya ke pasar beli ayam. Katanya, buat bikin sayur opor kesukaan Habibi.
Rusak sudah hasil riasan cantik blush on seharga 5 juta pagi ini, karena keringat yang terus mengalir dari dahinya. Mengingat perjuangan Nafisah yang harus naik turun angkot dan jalan kaki, karena Habibi malah asyik main catur bersama Papahnya.
"Gue kira kalau habis nikah bakalan enak. Bebas shopping, ke salon tiap hari. Bisa nguras ATM dompetnya," ucap Nafisah tak henti ngedumel dari tadi.
"Cih ... apaan uang belanja aja cuma dikasih gocap, mana cukup. Dasar Si Yanto kere."Omelan Nafisah berhenti sejenak, saat mencium sesuatu di belakangnya.
"Bau apaan nih? Kaya bau ketek laki gue," ucap Nafisah sembari melihat Ikannya yang sudah gosong."Ah Papah. Nooo ...," teriak Nafisah dari dapur hingga membuat Habibi dan Papah Kamil berlari menghampirinya. "Ikan gue," ucapnya terlihat begitu menyedihkan.
•••
Nafisah hanya bisa memanyunkan bibirnya saja saat melihat hasil masakannya yang gosong.
Belum lagi ia kena omel Papahnya, karena gagal menyajikan masakan buat Habibi.
Parahnya, Nafisah diminta untuk mengulang masakannya lagi.
Lengkap sudah deritanya pagi ini, pikirnya.
Mulai dari diguyur Habibi hingga di guyur keringat karena pekerjaan hariannya yang semakin menumpuk semenjak ditinggal asisten rumah tangganya, Bi Ningsih yang sedang pulang kampung.
Habibi hanya bisa mengulum senyumnya saja melihat Nafisah yang tengah cemberut dan menatap jengkel ke arahnya.
"Nggak usah cemberut. Ntar gue anter ke pasar," ucap Habibi. Ia pun segera mengambil kunci motornya.
Melihat Nafisah yang terus saja berdiri di depan pintu dan menekuk mukanya. Habibi segera meminta Nafisah agar segera naik melihat hari yang mulai terasa menyengat. "Ayo Fis," ajak Habibi mengarahkan dagunya agar segera duduk bersamanya.
"Iyaaa," jawab Nafisah kemudian segera berjalan meski dengan langkah yang ogah-ogahan.
"Bawel," decak Nafisah dan segera meraih helmnya.Nafisah mulai mendaratkan bokongnya dan meminta Habibi agar segera berangkat.
"Ya udah gas. Ngapain masih di sini," ucap Nafisah terlihat sangat kesal melihat Habibi yang tak kunjung juga melajukan motornya.
Habibi membalikkan badannya menatap wajah kesal Nafisah sembari tersenyum simpul kepadanya.
"Lo yakin nggak mau pegangan?"Kedua bola mata Nafisah kini melotot tajam. "Modus lu wakwaw. Cepetan jalan. Gue cincang juga ya lu lama-lama," decak Nafisah dan segera menutup kaca helmnya melihat Habibi yang masih menyunggingkan senyumnya.
Habibi pun segera melajukan motornya dengan cepat. Mau nggak mau Nafisah pun mulai mengeratkan pelukannya.
Sesekali ia mencubit keras pinggang Habibi, disaat motornya semakin melaju tak terkendali.
•••
Habibi dan Nafisah kini sudah sampai di rumah dan berhasil mendapatkan ikan yang lebih segar dari sebelumnya.
Merasa kasihan melihat Nafisah yang mulai nampak kelelahan.
Habibi pun turun tangan membantu istrinya. Menyiapkan barang-barang yang diperlukan walaupun hasilnya belepotan.
Merasa jengkel karena Habibi justru semakin menambah pekerjaan rumahnya. Nafisah meminta Habibi agar pergi saja dari dapur dan kembali bermain catur bersama Papahnya.
"Serius nggak mau gue bantuin? Ntar lo baca mantra lagi kaya tadi," tanya Habibi melihat Nafisah yang selalu menatap sinis kepadanya.
Nafisah memasang wajah cuek.
"Nggak perlu. Bukannya bantuin, malah bikin beban hidup gue nambah. Sana lo minggat!"Habibi hanya mengelus halus dada bidangnya. Namun sebelum berangkat ia mengamati wajah Nafisah yang terlihat seperti sudah kelelahan. Ditambah banyaknya keringat yang mulai bercucuran di kedua pelipisnya.
Habibi pun berinisiatif, segera membersihkan keringat Nafisah dengan tisu, hingga membuat sang empu membulatkan kedua matanya. Merasakan detak jantungnya, yang mulai berdetak tak karuan.
"Nah kalau gini lo lebih cantik Fis. Lebih Natural," ucap Habibi memuji kecantikan Nafisah.
"Nggak usahlah pakai acara dandan kaya tadi pagi. Kayak lenong," ucap Habibi sembari tersenyum jahil.
Nafisah masih berusaha menahan amarahnya yang kini sudah berada di ubun-ubun, mendengar Habibi menyamakan ia dengan lenong di jalanan.
Tangannya kini mulai mencari cungkir yang siap dilayangkan untuk menghajar bokong suaminya yang masih tersenyum jail di hadapannya.
"Pergi nggak," ucap Nafisah melotot tajam. Memasang bendera perang.Habibi mengerutkan keningnya.
"Lo kenapa? Gue kan cuma mau jujur kalau dandanan lo tadi pagi emang kayak-""Pergi," teriak Nafisah segera memotong ucapan Habibi dan menginjakkan kakinya geram.
Habibi pun segera pergi dan meninggalkan Nafisah yang hampir saja ingin memakannya.
"Udah mah nambahin beban hidup gue. Seenak jidatnya lagi pake ngatain gue kayak lenong," ucap Nafisah nyeroscos tanpa henti menyumpah serapahi Habibi.
"Yaa Tuhan, gini amat gue punya laki. Kenapa mesti dia sih ah," ucap Nafisah sembari terus menatap kepergian Habibi yang sedang berjalan dengan wajah watadosnya.
ia segera Menumpahkan garam sebanyak mungkin.
Bodo amat dengan hasil masakannya yang nanti keasinan.
Biar Habibi kapok dan tidak lagi menyuruhnya memasak makanan untuknya.
•••
Instagram or TikTok
@setiawantuz
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Habibi [END]
SpiritualBerawal dari pertemuan yang singkat. Hingga akhirnya, kedua insan itu jatuh ke dalam perasaan cinta yang begitu hebat. ••• Gimana rasanya dijodohin sama Habibi? Hmm, rasanya seperti anda menjadi Iron Man. ••• Selamat membaca 📚 Cover by @hirocoverwp