016-Bersama Erlan

5 2 0
                                    

“Fau,” panggil Erlan.

Fauna tak menanggapinya, ia terlalu fokus menatap ke arah luar jendela mobil. Melihat jalanan yang ramai dilintasi berbagai jenis kendaraan.

Erlan menghela napasnya sebentar kemudian menyentuh punggung tangan Fauna dengan lembut membuat Fauna tersentak. Dia menoleh ke arah Dark yang tengah menatapnya, mobil yang mereka tumpangi pun terhenti.

“Jangan lo pikirin,” ucap Erlan.

Fauna terdiam. “Aku gak tau, Lan. Harusnya aku seneng karena gak berurusan sama dia lagi, tap—”

“Gak usah kamu pikirkan. Gimana kalo ke makan Gion?” tawar Erlan.

Fauna menatap wajah Erlan cukup lama. “Kamu?”

“Gua sering liat lo ke sana setiap Minggu ... dulu,” sahut Erlan kemudian kembali menjalankan mobilnya.

Fauna masih terdiam, dia melirik ke arah kursi belakang. Di sana, Alme dan Katu tengah tertidur dengan pulas, seakan tak ada yang mengganggu pikiran mereka.

Erlan melirik ke arah Fauna yang terlihat resah, ingin rasanya dia memeluk gadis itu dan berkata ‘semuanya akan baik-baik saja’. Namun, rasa ragu selalu menguburkan keinginan Erlan jauh ke dalam lubuk hatinya yang terdalam.

Mobil yang dikendarai Erlan terhenti, membuat sepasang suami-istri itu terbangun dari tidurnya. Mereka mencoba mengumpulkan nyawanya dan melihat Erlan dan Fauna pergi ke arah tempat pemakaman umum.

“Eh, itu mereka ngapain ke makam?” tanya Katu.

“Ikutin, yok?!” ajak Alme dan diangguki oleh Katu.

Erlan dan Fauna berjalan menuju sebuah nisan dengan nama ‘Giontara Alvaro’. Terlihat jelas banyak rumput liar yang tumbuh bebas di atas gundukan tanah tersebut.

Fauna dengan telaten mulai menyabutinya dan membersihkan nisan Gion dari debu dan tanah. Fauna meraba batu nisan tersebut, dia tersenyum.

“Fau, kangen sama Gion.”

Erlan tersenyum miris. ‘Kapan lo anggap gua sebagai Gion, ya, Fau? Gua pengen dapetin yang Gion dapetin dari lo. Gua pengecut banget, Fau, gua terlalu takut buat ungkapin perasaan gua sama lo. Andai lo tau,’ batin Erlan.

“Bang,” panggil Alme.

Erlan menoleh dan mendapati Alme dan Katu yang menghampiri dirinya. “Lho, kalian udah bangun?” tanya Erlan heran.

“Udah.”

Alme menangkap sosok Fauna yang tengah bersimpuh di hadapan nisan bernama ‘Giontara Alvaro’. Dia melirik ke arah Erlan, seakan mempertanyakan sesuatu.

“Itu pacarnya Fauna, dia udah meninggal beberapa tahun yang lalu,” ungkap Erlan setelah menghela napasnya terlebih dahulu.

“Maaf, ya? Fau, jarang ke sini, jarang doain Gion. Fauna, sayang sama Gion. Gion baik-baik, ya, di sana. Tunggu Fauna nyusul dan samperin Gion.”

“Kayaknya Kak Fauna sayang banget sama almarhum Gion, ya, Bang?” tanya Alme melihat bagaimana Fauna berbicara.

“Banget. Mereka dulu pengen bersatu, tapi gak bisa karena agama mereka gak sama,” sahut Erlan tersenyum.

“Kok, lo senyum, sih, Bang?” tanya Alme, menyelidik.

“Kepo lo, cil.”

Alme memberenggut kesal dengan ucapan Abang tidak berakhlaknya itu. Tak lama kemudian Fauna berdiri dan sedikit tersentak dengan kehadiran Alme dan Katu.

“K–k–kalian udah bangun?” tanya Fauna.

Alme mengangguk. “Ud—”

“Belum, masih tidur mereka,” potong Erlan.

DARK ALBINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang