Dark menghela napasnya melihat pantulan dirinya dari sebuah cermin di kamarnya. Dia melirik ke arah kotak merah yang kemarin dia bawa dengan isi yang masih utuh dan tak tersentuh. Kali ini Dark sudah bertekad untuk memberikannya, meski dia tidak tau respon apa yang akan diterimanya dari sang penerima.
Dark mengambil kotak merah tersebut kemudian membuka gagang pintu kamarnya. Dia bergegas menuruni anak tangga hingga menimbulkan bunyi yang sautan.
“Mau ke mana, Bang?”
Dark menoleh dan mendapati Alme yang tengah asik memakan seblak miliknya. “Ada urusan.”
Dark melanjutkan langkahnya yang terhenti hingga pada ambang pintu dia berpapasan dengan Erlan dan Celcius yang baru pulang. Dark melihat sekilas wajah Erlan kemudian berlalu pergi meninggalkan rumahnya.
“Dia kenapa?” tanya Celcius yang mendapatkan gidikan acuh dari Erlan.
Erlan menghempaskan tubuhnya ke atas tubuh Katu yang sedang rebahan santai yang membuat laki-laki itu memekik keras. Alme yang tengah menyantap seblaknya pun ikut tersedak hingga membuat dia menyedot es telernya hingga tandas tak bersisa.
“Erlangga Albino!”
***
Dari kejauhan, Dark melihat Fauna yang tengah tersenyum sembari bersenandung ria menyirami bunga tulip kesayangannya yang tumbuh tanpa masalah. Dark tersenyum melihat senyuman yang pernah dirinya benci dulu, indah.
Sekilas dia melirik ke arah leher Fauna, dia melihat kalung liontin bermotif kristal dan di atasnya ada nama Fauna yang tercetak dengan indah. Dark memandang miris kalung yang dirinya beli dengan uang hasil usahanya selama ini.
“Kayaknya gua ngerasain insecure sama Adek gua sendiri,” gumam Dark pelan.
Dia melirik kembali ke arah Fauna yang mulai membereskan selang yang dia gunakan. Gadis 22 tahun itu memasuki rumah sederhana yang telah lama dia huni semenjak dia menyandang status sebagai anak yatim piatu tanpa mereka yang sering disebut pahlawan bagi seorang anak.
Dark melangkah mendekat ke arah rumah Fauna sesaat setelah gadis itu masuk ke dalam rumah. Dark meletakkan kotak merah tersebut di depan rumah Fauna kemudian tangannya bersiap untuk mengetuk.
Tok! Tok! Tok!
Dark mendengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa menuju arah pintu, sesegara mungkin Dark pergi ke sebuah pohon di samping rumah Fauna, pohon yang cukup besar untuk menjadi tameng tubuhnya. Sosok Fauna keluar kemudian celingak-celinguk ke sana-kemari mencari keberadaan seseorang, tapi tidak dirinya temukan.
Kakinya tak sengaja menendang kotak merah hingga isinya pun keluar ke permukaan permukaan. Fauna mengambilnya kemudian melihatnya dengan teliti, indah dan sangat simple.
“F? Fauna? Ini buat aku?” tanya Fauna entah kepada siapa dirinya bertanya.
Dark yang mendengar samar-samar suara lembut dan pelan itu hanya mampu tersenyum tidak mau menjawab. Dia khawatir jika dia ketahuan maka Fauna akan membuangnya ke tong sampah, selayaknya bunga yang Fauna berikan dulu dia tolak mentah-mentah di hadapan gadis itu.
“Fauna!”
Fauna memasukkan kalung tersebut ke dalam saku celemek yang dia gunakan kemudian tersenyum ke arah Erlan dan Celcius yang berjalan ke arahnya. Celcius datang bersama Anggriani yang sudah berhijab dan menutup auratnya.
“Hai!” sapa Fauna ketika ketiganya menghampiri Fauna.
“Lagi ngapain lo?” tanya Erlan.
“Mau masak tadinya, tapi ada yang ngetuk pintu pas aku lihat gak ada siapa-siapa.”
Erlan celingak-celinguk mencari ke sekitar dan dia tidak melihat apapun. “Mungkin lo salah denger, Fau, sayang.”
“Erlan!” sungut Fauna mencubit pinggang laki-laki itu.
Erlan terkekeh pelan merasakan cubitan gadis itu, dia bisa melihat pipi Fauna yang bersemu merah menahan malu atau menahan rasa yang bergejolak. Dia tidak tahu, yang dia tahu Fauna sedang merasakan perasaan yang sama dengan dirinya.
“Woi, pegel, nih, kaki gua pengen rebahan!” pekik Celcius yang menyenderkan kepalanya pada bahu Anggriani.
Anggriani menoyor kepala suaminya itu. “Pergi gak lo?!” pekik Riani.
Celcius mendengkus kesal. “Pelit banget, sih?!”
Fauna dan Erlan tertawa melihat perdebatan pasutri muda tersebut meskipun penampilan Riani sudah berbeda, tapi sifat bar-barnya tidak bisa dihilangkan. Dari kejauhan Dark tersenyum miris, andai demi andai berkelabung salam pikirannya hingga menjadi gumpalan yang nyata.
Dark menundukkan kepalanya. “Ini akhirnya, gua gak pernah bisa bahagiain dia maka orang lain yang akan menggantikan gua buat bahagiain dia. Gua gak boleh egois, ini salah gua, tapi gua juga mau sama lo Fauna.”
Dark menghela napasnya kemudian beranjak dari tempatnya menuju motor yang tidak jauh dari tempatnya. Dia menyalakan mesin motornya kemudian pergi meninggalkan tempat tersebut ke sebuah tempat yang sudah ia janjikan kepada seseorang.
Dark memarkirkan motornya di dekat sebuah taman kemudian berjalan ke arah kursi panjang yang telah di huni oleh seorang gadis. Gadis itu menoleh dan tersenyum atas kehadiran sosok Dark yang dirinya, mungkin, tunggu.
“Maaf, gua telat.”
Audy mengangguk. “Santai, gua juga baru sampe.”
Dark mengangguk kecil kemudian duduk di samping gadis itu. “Yakin mau jalani trial?” tanya Dark dan mendapatkan anggukan dari Audy.
Audy memandang danau yang menenangkan matanya, dia memejamkan matanya merasakan angin semilir yang berhembus. Dark hanya menatap apa yang sedang dilakukan gadis di sampingnya dengan sabar.
“Kita jalani hubungan trial, siapa tau lo nyaman sama gua sama kayak lo nyaman sama Fauna dan Falencya.”
Dark terdiam. “Kenapa lo mau ada di posisi itu?” tanya Dark menatap gadis di sampingnya.
“Gabut.”
***
“Baru juga kemaren kamu pulang, Fau sayang.”
Fauna menoleh dan mengelus pipi Erlan. “Aku gak lama, kok, di sana.”
Dark yang berada di samping Erlan pun menyenggol sikutnya hingga membuat kepala erlan menoleh. “Dengerin, tuh!”
Erlan tidak peduli dia masih tidak menginginkan Fauna pergi. “Jangan, ya?”
Fauna tersenyum tipis. “Gak lama, nanti aku balik lagi, ya?”
“Nantinya kapan?”
“Lain waktu.”
Erlan memberenggut hingga suara seseorang menggema membuat Fauna meraih kopernya dan menyeretnya pergi menjauh dari Erlan. Fauna melambaikan tangannya ke arah Erlan dan Erlan hanya terdiam terpaku melihat kepergian ... kekasihnya.
“Udah, dia bakalan balik, lo gak perlu khawatir!”
Erlan menoleh. “Gua gak mau dia pergi, perasaan gua gak enak, Bang!”
Audy yang berada di sana menepuk bahu Erlan. “Dia yang ditakdirkan bersama akan kembali bersama!”
Erlan menghembuskan napasnya kasar kemudian tersenyum ke arah Fauna yang tersenyum kepadanya juga. Dark dan Audy saling bertatapan kemudian menggeret Erlan keluar dari bandara membiarkan Fauna pergi dengan tujuan awalnya.
Sementara di dalam pesawat Fauna memandangi dua kalung yang indah yang terukir jelas namanya. Fauna memasukkannya dalam saku jaketnya kemudian melihat keluar dari jendela pesawatnya.
“See you next time, Indonesia.”
***
End—Maaf, gak jelas semua alurnya diluar rencana, makasih🐒🐰
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK ALBINO
Short StoryDark Albino, seorang laki-laki yang keras dan anti lemah-lembut ternyata mempunyai masa lalu yang tak semua orang tau. Laki-laki tak mengenal kata simpati dan juga kasih sayang selain pada adiknya ini selalu tampak angkuh dan kejam. Fauna Dinata, wa...