“Ngapain lo duduk di sini?”
“Makanlah, ya, kali gua mau ngemis!”
Dark membenarkan posisi duduknya kemudian kembali memakan makanannya. Dia menghiraukan setiap detiknya bersama dengan gadis bernama Audy tersebut. Dark masih mengharapkan kehadiran gadis lemah itu hingga saat ini, sama seperti Erlan.
Beberapa menit Audy dan Dark habiskan hanya untuk makan dalam keheningan hingga kehadiran Celcius sedikit membuyarkan suasana. Celcius duduk bersama dengan Alvano, mereka juga datang dengan Erlan.
“Eh, ada ceweknya Dark, nih?” tanya Celcius sembari menatap jahil Dark yang meliriknya dengan tajam.
“Gua colok mata lo, buta lo nanti!” tekan Dark memakan makanannya dengan kesal.
Erlan tersenyum simpul kemudian memakan makanannya yang dia pesan tadi. Tak ada kata sapaan untuk gadis berambut panjang diikat di samping Dark. Tak ada istimewanya, baginya gadis itu terlihat seperti gadis pada umumnya.
“Eh, btw, lo berdua gak mau nyusul Fauna gitu?” tanya Alvano.
Dark dan Erlan saling melempar pandangan kemudian melempar wajah Dark dengan sendok yang mereka pegang. Dark menggunakan kode mata yang mengarah pada Audy yang sibuk makan tanpa peduli sekitar.
Alvano maupun Celcius yang mengertipun tutup mulut dan diam. “Dark, nanti sore bi—”
“Gak bisa. Gua mau anterin Adek gua ke Gramedia.”
“Sejak kapan Alme suka sama novel?” tanya Celcius menyerjitkan keningnya.
“Emang ada gua bilang mau nganterin Alme?” tanya Dark. “Adek gua ada dua kali,” ucapnya melirik ke arah depannya—Erlan.
Erlan terbatuk beberapa kali karena tersedak makanan akibat ulah abangnya yang membawa dirinya dalam masalah hidupnya. Erlan segera menenggak air yang dia bawa hingga menyisakan setengah lagi.
“Sej–awww!” jerit Erlan.
Erlan mengelus punggung kakinya ketika sepatu Dark dengan kasar menginjaknya hingga terasa cenat-cenut. Erlan melirik tajam abangnya yang asik makan tanpa menghiraukan dirinya.
“Kenapa lo?” tanya Celcius.
Erlan melirik sebentar. “I–iya, nanti gua sama Bang Dark goblok ini mau ke grame—”
Tak!
“Sakit goblok!” pekik Erlan saat sebuah sendok mendarat di tangannya.
“Maaf, sengaja dan niat. Gua mau ke kelas dulu. See you babu-babu!” ucap Dark kemudian pergi dari hadapan mereka.
“Dasar titisan setan berupa cogan. Gua jual jantung ama ginjal lo, mati lo!” gerutu Erlan mengelus tangannya.
Alvano dan Celcius menggelengkan kepalanya melihat kelakuan dua laki-laki tadi. Ya, seperti itulah. Kadang akur, kadang kayak macan dan kucing—berantem, tapi saling takut.
Kini atensi keduanya teralihkan dengan Audy yang telah selesai dengan makanannya dan beranjak pergi. Gadis itu menyedot minumannya hingga tandas.
“Kak, saya pamit duluan, ya? Permisi,” ucap Audy beranjak pergi.
“Mangga.”
“Mana mangga, Bang? Gua mau, dong, yang mateng tapi,” ucap Erlan dengan mata yang berbinar.
Celcius dan Alvano saling pandang kemudian saling memberikan kode. Keduanya menjitak kepala Erlan dengan sendok yang di tangan mereka, lalu beranjak dari sana meninggalkan Erlan.
“Dasar asu!” cetus Erlan.
***
“Bang Dark Albino si buaya reptil!”
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK ALBINO
Short StoryDark Albino, seorang laki-laki yang keras dan anti lemah-lembut ternyata mempunyai masa lalu yang tak semua orang tau. Laki-laki tak mengenal kata simpati dan juga kasih sayang selain pada adiknya ini selalu tampak angkuh dan kejam. Fauna Dinata, wa...