“Kak, ikut Alme, yuk!”
Fauna yang tengah sibuk dengan tugas kuliahnya teralihkan pada Alme yang baru saja memasuki apartemen Dark. Fauna menghela napasnya dengan pelan kemudian tersenyum tipis.
“Maaf, Me. Kakak lagi banyak tugas dari kampus,” tolak Fauna dengan halus.
Alme mendengkus dengan kesal. “Ayo, Kak! Sebentar aja, kok,” ucap Alme tidak menyerah.
Fauna menatap manik mata Alme kemudian melirik ke arah laptopnya. “Oke, tapi sebentar aja, ya?”
Alme melompat kegirangan lalu memeluk tubuh Fauna dengan erat. Fauna sedikit tersentak kala Alme tiba-tiba memeluk tubuhnya dengan spontan Fauna membelai surai hitam Alme.
“Jadi, mau kapan kita berangkatnya?” tanya Fauna.
Alme melepaskan pelukannya kemudian menggandeng tangan Fauna keluar dari ruang tamu menuju ke kamar Fauna dan Dark. Alme memandangi kamar tersebut kemudian matanya terhenti di sebuah alas tikar dan dia sudah bisa menebak segalanya.
Alme menghela napasnya kemudian melirik ke arah Fauna yang berdiri di sampingnya. Alme kemudian menarik Fauna ke meja rias dan mendudukkannya di sana.
“Kak, tunggu sebentar di sini, ya? Alme mau bawa sesuatu dulu,” pamit Alme.
Setelah mendapatkan anggukan dari Fauna, Alme berlari keluar rumah menuju mobil Katu yang terparkir rapi di halaman. Sementara itu, Fauna menunggu dengan tenang di dalam kamar Dark.
“Tua bangka!”
“Apaan, sih, bocil?!” cetus Katu melirik tajam ke arah Alme.
“Mana bingkisannya?!” teriak Alme tepat di sebelah telinga Katu.
Katu refleks menutup telinganya saat merasakan sakit karena mendengar teriakan dari Alme. Katu memberikan bingkisannya dengan perasaan jengah.
Sementara Alme tidak peduli kemudian berlari masuk ke dalam menuju kamar Dark kembali. Katu bersedekap dada sembari menatap kepergian istrinya.
“Untung sayang, kalo enggak udah gua timbun lo!” gumam Katu.
“Lagi ngapain lo?!”
Katu terlonjak kaget. “Bisa gak, sih, lo jangan teriak dideket kuping gua? Bisa budek gua lama-lama!” cetus Katu mendengkus kesal.
“Alhamdulillah, kalo lo budek. Itu anugerah terindah dari Tuhan,” sahut Erlan.
Katu menatap jengah Abang iparnya yang satu ini. Satu kata untuk Erlan, laknat. Katu, Erlan dan Celcius masih menunggu Alme dan Fauna turun. Mereka ingin melihat bagaimana hasil kerja keras seorang Almeria Albino.
Sementara di dalam sana, Alme tengah memutar-mutar tubuh Fauna layaknya gangsing. Jarinya ia gunakan untuk berpikir, kemudian dia membawa satu bingkisan lagi.
“Kak, coba, deh, yang ini siapa tau cocok,” tawar Alme memberikan bingkisan terakhir.
Fauna menghela napasnya dengan kasar. “Terakhir, ya? Ini udah bingkisan yang ke seratus, Alme. Emang kamu mau bawa Kakak ke mana, sih?” tanya Fauna yang penasaran dengan tingkah dari adiknya Dark ini.
“Udah. Kakak coba aja dulu! Alme mau liat,” pinta Alme mendorong kecil tubuh Fauna masuk ke dalam kamar mandi.
Fauna kembali masuk ke dalam kamar mandi untuk yang kesekian kalinya. Dia hanya bisa pasrah dengan perlakuan Alme, sedangkan Alme menunggu di atas kasur sembari memakan apel yang dia sengaja bawa.
Setelah beberapa saat Fauna di kamar mandi akhirnya tiba saatnya Fauna keluar. Alme mematung sesaat. Dress terakhir ini sangat cocok dengan wajah dan postur tubuh Fauna, sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK ALBINO
Cerita PendekDark Albino, seorang laki-laki yang keras dan anti lemah-lembut ternyata mempunyai masa lalu yang tak semua orang tau. Laki-laki tak mengenal kata simpati dan juga kasih sayang selain pada adiknya ini selalu tampak angkuh dan kejam. Fauna Dinata, wa...