20

98 8 0
                                    

Jayden baru saja sampai di kampusnya. Raut wajah laki-laki itu tidak seperti biasanya yang selalu terlihat ramah dan tenang. Namun kini Jayden terlihat dingin dan sering melayangkan tatapan tak ramah. Suasana hatinya pun akhir-akhir ini sering berubah. Hal itu sama sekali tidak mengurangi ketampanannya dan membuat para mahasiswi berhenti memujanya.

Ia berjalan dengan langkah besar menuju sebuah ruangan bertuliskan 2.7 yang ada di lantai 2. Itu juga tanpa bantuan lift. Saat sampai di ruangan itu, mata elangnya menangkap sosok yang tengah ia cari. Rahang Jayden mengeras kala ia tertawa bersama teman-temannya seperti tidak terjadi apapun. Jayden dengan segera meraih lengannya dan menariknya kasar keluar dari kelas itu. Saking kesalnya, Jayden sampai mendorongnya ke tembok, membuat orang itu meringis sakit.

Bugh..

"Aaakh.. kamu kenapa sih?!" tanya orang itu kesal

"Kenapa? Harusnya aku yang bilang begitu! Nyadar gak kesalahanmu apa?"

Alis Maira menyatu. Ia bingung dengan apa yang diucapkan pacarnya.

"Gak mau ngaku?!"

"Apa sih aku gak ngerti!" balasnya dengan penuh penekanan. Jayden mencekal lengan Maira sebelum gadis itu beranjak pergi.

"Apa sih Jay!"

"Kamu apain Andrea?"

Mata Maira memutar malas kala ia mendengar nama itu disebut kembali, apalagi dari mulut Jayden.

"Gak bosen apa bahas dia lagi?"

"Gua bilang, lu apain dia?!" bentaknya hingga suaranya menggema di sana. Hal itu sampai membuat orang-orang sekitarnya berjengit dan menatapnya.

"Kenapa?! Gak terima?? Dia begitu gara-gara siapa?! Kamu! Itu gara-gara kamu gak peduliin aku! Aku pacar kamu tapi aku ngrasa pacaran sama status doang!! Dari awal gak pernah dianggap! Dunia lu cuma ANDREA ANDREA ANDREA! Engap gue!"

Maira mendekat dan menatap manik hitam Jayden dengan tajam. "Nyadar gak sih, di sini yang salah lu, Jay??"

"Iya tau gua salah, tapi gak perlu pake kekerasaan ke temen gua!"

"KALO GAK KAYAK GITU, LU GAK BAKALAN NGERTI POSISI GUA JAY!!"

"Please lah.. lu pernah gak sih.." ucap Maira lirih dengan suara gemetar. Ia menunduk seraya menahan gebuan emosi di dadanya. "Ngeliat posisi gue? Pernah gak sih lu peduli kek lu peduli sama Andrea?" tambahnya dengan mata yang penuh dengan bulir. Kini bulir itu sukses meleleh di pipinya.

"Oke! Sorry banget.. sorry kalo lu mikir gue posesif. Tapi gue begini karna lu sendiri yang ngetrigger! Andaikan lu bisa bedain mana pacar mana temen, gue juga gak bakalan begini." jelasnya dengan suara parau. Gadis itu menahan isakan dan gemetar tubuhnya, menutupi kesedihan dan sakit hatinya yang begitu besar.

"Jay... Sumpah gue capek diginiin. Tapi gue masih sayang sama lu." Maira menatap sendu manik gelap Jayden yang begitu dingin. Laki-laki itu tetap bungkam. Ya. Ia bungkam karena memang merasa bersalah, tapi mulutnya tidak bisa bergerak. Seolah otaknya meminta untuk mendengar tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Gue nyadar ini udah toxic banget. Tapi gue gak bisa lepasin lu." Tangis gadis itu pecah. "Tolong... Ngertiin posisi gue, Jay." ucap gadis itu memohon. "S-sekali aja."
Maira meremas jaket denim yang dipakai Jayden. Ia menunduk bahkan sampai menahan isakannya.

"Sorry.." gumam Jayden. "Kalo lu bertahan sama gua, gua takut lu makin sakit, Ra."

Gadis itu menggeleng berulang kali, tanda ia berusaha membantah ucapan Jayden yang sebenarnya sangat benar dan nyata. Maira benar-benar sakit hati padanya.

DILEMA (Aespa's Karina - NCT's Johnny)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang