Bagian 1

340 29 0
                                    


•Bijaklah dalam membaca. Jangan menyangkut-pautkan kehidupan nyata para visual dengan cerita ini•

Angin sore itu berhembus melewati jendela. Hembusan ringannya membuat seseorang yang tengah duduk melamun dengan tatapan keluar merasakan kantuk menyapa. Sudah terhitung satu jam ia berdiam diri di kelas. Sendirian. Memandangi luasnya lapangan yang diisi dengan belasan manusia yang tengah sibuk memperebutkan bola.

Aklema Sasikirana, namanya. Wajahnya ayu dengan rambut dibiarkan tergerai indah. Dengan netra gelap yang berkilau ketika ditimpa cahaya itu mampu menghipnotis orang yang pertama kali melihatnya. Memainkan bibirnya karena dirasa kering, sampai tidak menyadari jika darah segar keluar. Ah… itu sangat nikmat baginya. Rasa amis khas darah yang menjadi favoritnya.

Helaan napas keluar dari bibir Kiran. Menghentikan aktivitas menggigit bibir bawahnya dan beralih melihat dua sejoli yang tengah beradu mulut di bawah sana. Siapa lagi kalau bukan Rena dan pacarnya yang tengil itu. Mereka berdua adalah sahabat Kiran.

Ngomong-ngomong soal sekolah yang menjadi tempat Kiran menuntut ilmu bukan sekolah sembarangan. SMK Amara Theodora. Sekolah bergengsi yang menduduki posisi kedua dari SMK terbaik di kotanya. Dengan jurusan andalannya, yaitu Jasa Boga yang sering dijuluki dengan sekolah Kuliner. Memiliki dapur panas dan dapur dingin dengan satu restoran yang resmi dibuka sejak lima tahun yang lalu. Ditunjang dengan fasilitas yang sangat lengkap, membuat sekolah ini menjadi sekolah berstandar nasional.

Tidak hanya dari kulinernya yang terkenal, SMK Amara Theodora juga mempunyai brand pakaian dengan merk Amora dari jurusan Tata Busana. Banyak hasil kerja keras dari murid-muridnya yang berhasil dibawa dalam berbagai perlombaan. Bahkan, di tahun ini sudah ada yang menjadi perancang desainer untuk model Internasional.

Jika kalian berpikir Kiran berada di antara dua jurusan itu, kalian salah. Nyatanya ia menjadi salah satu siswa yang beruntung dapat memakai almameter kuning. Tanda jika dirinya berada di jurusan Akuntansi Keuangan dan Lembaga. Jurusan yang kata orang hanya menghitung uang gaib, menghitung angka tanpa ada wujudnya. Tidak lupa dengan slogan anak Akuntansi yang selalu dikumandangkan saat praktek sedang berlangsung.

‘Balance belum tentu benar, tidak balance sudah pasti salah!’

“Anjing, lo! Haikal Syahputraaaa…! Jangan kabur lo!” Teriakan itu membuat Kiran menyudahi pikirannya yang sedang berkelana entah ke mana. Suara melengking dari sahabatnya lebih membuatnya tertarik. Kira-kira apa yang akan terjadi lagi? Akankah putus untuk kesekian kalinya dalam satu bulan resmi berpacaran?

Kiran menggeleng heran. Apakah tidak ada kerjaan lain selain bertengkar tiap waktu?

Drtdrtdrt

Ponsel yang ia simpan di kolong meja bergetar. Segera mengambilnya dan melihat nama Bang Alaric terpampang. Jarinya gesit menggeser ikon berwarna hijau dan menempelkan ponselnya pada telinga kanan.

Assalamualaikum.” Suara lembut di seberang sana menyapa telinga Kiran.

“Waalaikumsalam,” Kiran menjawab, “kenapa Bang Al?” tanyanya.

Kamu udah pulang? Ada yang jemput enggak? Kalau belum ada yang jemput, biar Abang yang jemput.”

“Belum ada, sih, Bang. Emangnya Bang Al enggak sibuk?”

ANCABAKA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang