•Bijaklah dalam membaca. Jangan menyangkut-pautkan kehidupan nyata para visual dengan cerita ini•
Kiran memilih untuk pergi ke toko menemui Alaric yang tidak ada kabar sejak semalam. Perasaan gadis itu campur aduk. Sedih, bersalah, kecewa, dan takut menyatu di hati dan pikirannya sekarang. Bahkan sudah tak terhitung ke berapa kalinya ia meremas jemarinya yang saling bertaut di depan perut. Matanya menatap lurus sebuah pintu berwarna coklat yang pernah ia tempat tempo lalu.
Ada rasa ragu saat tangannya hendak membuka pintu kamar tersebut. Tangan kanannya sudah memegang handle pintu, namun sampai beberapa detik tidak kunjung membukanya.
"Kiran ganggu nggak, ya?" gumamnya setelah kurang lebih lima menit terdiam dengan posisi yang masih sama.
Hingga tepukan di bahu kanannya menyadarkan lamunannya. "Ngapain?" tanya Rendy menatap heran Kiran yang terlihat ragu membuka pintu kamar Alaric.
"E-eh?" Kiran kikuk. Merasa sedikit tidak enak karena dengan lancangnya langsung ke lantai atas dan menuju kamar Alaric tanpa bertanya pada Rendy.
"Mau ketemu Al?" tanya Rendy lagi dan dibalas dengan anggukan pelan oleh Kiran.
"Boleh 'kan, Bang?" Kini giliran Rendy yang mengangguk.
Masih dengan perasaan ragu, Kiran perlahan membuka pintu berwarna coklat tersebut. Membukanya lebih lebar saat melihat bayang-bayang pergerakan... dua orang?
"Bang Ren...." Kiran menutup mulutnya sambil memanggil Rendy.
Rendy yang tidak mengerti dengan tingkah Kiran pun mendekat, melongok ke dalam dan melihat suatu adegan yang dilakukan oleh dua orang di dalam. Seketika matanya melebar, tidak menyangka dengan apa yang dilakukan oleh Alaric.
Sedangkan Kiran mati-matian menahan bendungan air di ujung matanya yang sayangnya jatuh meluncur begitu saja saat satu kedipan mata Kiran lakukan. Tangannya yang semula memegang handle pintu bergetar. Ia menggeleng tanda tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Berbeda dengan Rendy yang tiba-tiba menerbitkan senyum miringnya saat melihat seorang gadis yang berada di dalam mengedipkan mata padanya.
Rendy paham. Dan dengan cepat ia merubah kondisinya. Memandang Kiran dengan raut sedih dan turut kecewa yang dibuat-buat, Rendy mendekat dan langsung merangkul bahu Kiran yang bergetar.
"Itu bukan Bang Al, kan?" tanya Kiran sangat pelan saat melihat seorang pemuda yang tengah melepas kemeja flanel dari tubuh Maul hingga menyisakan bra putih.
Tapi kenyataan sudah di depan mata. Ia tidak dapat membantahnya. Menyaksikan Alaric yang dengan lembut mengusap surai panjang Maul dan meletakkan kemeja tersebut di samping kirinya. Perlahan, ia menarik pinggang Maul supaya sedikit bergeser mendekatinya. Lalu, dengan tiba-tiba Alaric menindih tubuh gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANCABAKA [TERBIT]
Teen Fiction[Beberapa chapter dihapus untuk kepentingan penerbitan] Satu Minggu yang lalu, Tama mengatakan, "Jangan baper, Dik. Udah om-om." Tapi, semalam Tama meminta, "Jangan berubah, ya? Tetep jadi Kiran yang dekat sama Mas Tama, nyaman di samping Mas Tama...