Bagian 13

59 10 0
                                    

•Bijaklah dalam membaca. Jangan menyangkut-pautkan kehidupan nyata para visual dengan cerita ini•

Tahun 2021 adalah awal pertemuan Kiran dengan Tama. Berawal dari Kiran yang memutuskan mengirim surat lamaran kerja di Toko Flamboyan yang sekarang sering disebut dengan TF karena namanya yang terlalu panjang—menurut orang sekitar. Pukul sepuluh pagi, Kiran sudah berdiri berhadapan dengan Tama di depan rolling door. Menjelaskan maksud dan tujuannya datang hingga Tama yang menyuruhnya masuk dan langsung interview saat itu juga.

Setelah lebih dari setengah jam interview berlangsung, akhirnya Tama menerima Kiran sebagai karyawati pertama di sana. Karena toko yang memang masih dalam tahap penataan barang-barang sebelum resmi dibuka nanti. Awalnya Tama ragu menerima Kiran yang masih bersekolah, bahkan baru duduk di bangku kelas sepuluh. Menerima gadis itu hanya karena latar belakang ekonomi yang membuatnya tersentuh dengan perjuangan Kiran.

"Kamu bisa berangkat mulai hari ini. Untuk saat ini berangkat shift siang dulu. Jam dua siang harus sudah sampai di sini. Pakaian bebas, tapi harus sopan dan rapi." Tama sudah mengantar Kiran keluar.

"Terima kasih banyak, Pak." Kiran membungkuk dan pergi meninggalkan Tama yang tengah memegang dadanya. Jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Tidak tahu-menahu alasan pastinya.

Setelah kejadian itu, Kiran dan Tama sering bertemu. Mulai dari Tama yang menjelaskan beberapa hal yang harus dikerjakan Kiran. Seperti memberi label harga, menggantung pakaian dengan hanger yang benar, merapikan pakaian di suling panjang—seperti tempat untuk menjemur pakaian namun terbuat dari besi—, hingga belajar untuk mengoperasikan mesin kasir.

Tiga hari setelah Kiran bekerja di sana, seseorang datang melamar pekerjaan dan langsung diterima oleh Tama. Beberapa hari berlalu dengan cepat. Tama mengajari Kiran yang lemot dengan telaten. Sabar menjelaskan berkali-kali cara menggunakan barcode ketika Kiran yang bingung memahaminya. Sedangkan teman kerja Kiran yang lain dibantu oleh Rendy. Mengurus barang-barang di lantai dua. Tama dan Kiran berduaan di lantai satu.

Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Hingga tak terasa sudah satu bulan berlalu, persiapan toko sudah matang. Tinggal menunggu tanggal grand opening ditentukan. Selama itu pula Kiran dan Tama semakin dekat. Beberapa hari sebelum grand opening, Tama jatuh sakit. Demam tinggi tapi tidak mau diajak periksa ke dokter. Alhasil, Kiran-lah yang merawatnya selama tiga hari sampai kondisi pria itu stabil.

Mulai dari berangkat kerja pagi—sekita pukul sembilan—, menyiapkan sarapan yang sudah dibelikan Rendy pagi-pagi tadi, membuatkan teh hangat dengan campuran Antangin. Mengetuk pintu kamar Tama yang ternyata tidak terkunci, terbuka sedikit menampakkan siluet pria itu yang tengah bergelung di dalam selimut.

Kiran masuk, membangunkan Tama dengan menggoyangkan lengannya pelan. Tama berdeham. Membuka mata sedikit, menatap keberadaan Kiran di sampingnya dan kembali tidur. Kiran sedikit sebal. Sangat susah membangunkan pria berhidung mancung tersebut. Di percobaan ketiga, bukannya bangun, Tama mengambil telapak tangan Kiran dan menggenggamnya di balik selimut.

Kiran terkejut. Refleks menarik tangannya cepat hingga membuat Tama benar-benar bangun.

"Kenapa ditarik?" Kalimat pertama di pagi hari ini untuk Tama.

"Kiran kaget. Jadi refleks."

Tama mengubah posisinya menjadi duduk berhadapan dengan Kiran. Melihat sepiring nasi pecel lele dan beralih menatap Kiran. "Suapin, ya?" pintanya sambil menggaruk pipi kanan.

ANCABAKA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang