Bagian 4

122 18 7
                                    

•Bijaklah dalam membaca. Jangan menyangkut-pautkan kehidupan nyata para visual dengan cerita ini•

Semalaman, Kiran tidak bisa tidur dengan nyenyak. Sikap sang ibu masih terekam jelas di ingatan. Ketika sebuah remot TV dilempar dan mengenai keningnya hingga menimbulkan suara yang cukup keras. Tak berhenti di situ, sang ibu juga turut melemparkan pecahan pigura dan menyebabkan pelipisnya terluka.

Luka goresan yang cukup dalam dengan panjang hampir tiga centimeter. Buru-buru Kiran menahan rasa perih ketika setetes obat merah masuk ke dalam luka itu. Menggigit bibir bawahnya guna menahan rasa perih, Kiran beralih mengambil satu buah plaster.

Membukanya dan memasangkan di pelipis sebelah kanan. Tidak terlalu buruk juga. Kiran sedikit membiarkan rambutnya ke depan, supaya plaster tersebut tidak terlalu jelas terlihat.

“Sakit,” gumamnya. Mengamati pantulan diri di cermin. Tangan kanannya memijat pelan leher bagian belakang. Semalam ia tidak sengaja terbentur meja belajarnya. Awalnya hanya merasa sakit biasa, tapi pagi ini ia merasakan sakitnya bertambah.

Ting!

Suara notifikasi mengalihkan perhatian Kiran. Bisa ditebak jika Tama yang mengirim pesan karena notifikasi pria itu berbeda.

Mas Tama✨
Mas udh mau smpai..
Nanti Kiran plg jam brp?

Mas Tama kok cepet banget udah mau nyampai?
Ngebut pasti?
Dibilangin kalau nyetir itu hati-hati, jangan suka ngebut
Ngeyel banget jadi orang

Bkn mslh buat Mas Tama
Yg penting Mas Tama bisa lhat kondisi Kiran lgsg.

Kiran menghela napas. Tama sudah mengetahui kondisinya, karena dini hari tadi pria itu tiba-tiba menelpon. Panggilan video pukul dua pagi, membuat Kiran terusik dari tidurnya yang baru terlelap satu jam.

Setelah Tama melihat luka di pelipis Kiran, ia langsung marah. Bukan, bukan marah pada Kiran atau ibunya. Ia marah karena merasa tidak bisa menjaga Kiran dengan baik. Oleh sebab itu, setelah melakukan panggilan video, Tama tiba-tiba memberi kabar jika dirinya sudah dalam perjalanan pulang. Di akhir pesan, ia juga memberitahu jika dirinya khawatir seperti seorang kakak kepada adiknya.

Gila. Itu yang dipikiran Kiran saat ini.

Bahkan dalam waktu kurang dari dua jam, Tama sudah sampai. Padahal waktu tempuh yang sebenarnya sampai 3 jam. Itu pun kalau tidak macet. Kiran sempat berpikir, apa benar Tama hanya menganggapnya sebagai adik? Bolehkah Kiran melibatkan perasaan kali ini?

Banyak yang sudah dilakukan Tama untuk Kiran. Itu semua tidak seperti perhatian sang kakak pada adiknya. Tapi lebih ke seorang laki-laki yang tidak menginginkan gadisnya terluka maupun dilukai.

Mas Tama✨
Plg nanti lgsg telpon ya
Biar Mas Tama yg jemput…
Enggak ada penolakan

***

“Ngomong sama gue, diapain lagi sama nyokap lo kali ini?!” Suara Rena menjadi sapaan awal saat Kiran baru mendudukkan diri di bangkunya.

“Emang bener-bener nggak ngotak nyokap lo! Pengen gue bunuh,” ujar Rena mengggebu.

Kiran menatap Rena galak. Enak saja ngomongnya main bunuh. “Rena ngomong gitu lagi, Kiran tonjok,” ancam gadis itu sambil menyodorkan kepalan tangannya di depan muka Rena.

ANCABAKA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang