Bagian 5

103 19 3
                                    

•Bijaklah dalam membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Bijaklah dalam membaca. Jangan menyangkut-pautkan kehidupan nyata para visual dengan cerita ini•

Tama tidak langsung mengantarkan Kiran pulang. Melainkan membawa gadis itu ke sebuah mall terdekat yang ada. Niatnya hanya satu, ingin membuat Kiran melupakan kejadian semalam dengan mengajaknya berbelanja.

Hanya butuh waktu sekita lima belas menit, mereka pun sampai di tempat tujuan. Memarkirkan mobil terlebih dahulu sebelum mengajak Kiran untuk turun.

"Kiran masih pakai seragam sekolah," cicit gadis itu.

Tama menepuk jidatnya. Ia sampai lupa untuk memberikan baju ganti yang dibawanya dari toko tadi. Menoleh ke kursi belakang dan mengambil sebuah paper bag.

"Ganti dulu, Dek," suruh Tama sambil menyodorkan paper bag tersebut.

Kiran menerimanya. Menoleh ke sekitar dan bertanya, "Kiran ganti di mana?"

"Di sini. Enggak usah ke mana-mana," balas Tama dengan gampangnya.

"Ngawur! Enak Mas Tama dong bisa lihat Kiran ganti baju!"

"Tinggal ganti aja apa susahnya, sih?" Tama mengambil alih paper bag di tangan Kiran. Mengambil isinya yang ternyata sebuah plaid dress berwarna coklat, lantas menyuruh Kiran untuk berganti pakaian dengan cepat.

Beberapa menit kemudian Kiran telah selesai dengan kegiatannya. Menggoyangkan lengan kekar Tama membuat lamunan pria itu buyar.

Tama menoleh, "cantik," katanya diiringi senyum tipis.

***

Keadaan toko saat ini sangat ramai. Alaric kewalahan menjaga kasir sendirian. Kiran belum juga datang sampai sekarang, sedangkan sang kakak pergi berbelanja tanpa kabar. Andai saja ia memiliki kekuatan seribu bayangan. Sudah dipastikan jika pekerjaannya akan selesai dalam waktu lima menit.

"Oleh kurang regane?"  tanya seorang pembeli saat Alaric menyebutkan nominal harganya.

"Maaf, Bu. Saya enggak bisa bahasa Jawa," balas Alaric dengan sopan. Kalau saja Kiran dengannya sekarang, ia mungkin tidak akan sepusing sekarang karena kebanyakan pelanggan berbicara dengan bahasa Jawa. Sedangkan dirinya sama sekali tidak mengerti bahasa tersebut.

"Harganya boleh kurang?"

Alaric menggeleng, lalu tersenyum. "Harganya udah pas, Bu."

Seseorang berdiri tidak jauh dari kasir. Ia terkekeh melihat Alaric yang kewalahan karena tingkah pembeli yang random. Bukannya senang melihat kesusahan Alaric, hanya saja ia terhibur melihat Alaric yang berusaha memahami ucapan pembeli dengan bahasa daerah tersebut. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Rendy. Cowok tengil dengan segala tingkah konyolnya.

ANCABAKA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang