Bagian 2

163 21 2
                                    

Alran couple mana suaranya?

Alran couple mana suaranya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Bijaklah dalam membaca. Jangan menyangkut-pautkan kehidupan nyata para visual dengan cerita ini•

“Sebentar, ya, Bu. Kakak saya lagi ambil kantong belanjanya, soalnya di sini habis,” kata Kiran sambil menunjuk atas meja kasir di depannya.

“Iya, Dik.”

Hari sudah semakin gelap. Kiran sekarang sudah berada di tempat dia bekerja. Sebuah toko pakaian terkenal di kotanya. Memiliki beberapa cabang di tiga kota, membuat toko itu ramai akan pengunjung. Sekalipun hujan badai angin ribut. Eh, kok??

“Ini.” Sebuah tangan menyodorkan satu pack kantong plastik berwarna putih dengan tulisan "Toserba Trendy" di bagian tengah dan alamat dari beberapa cabangnya.

Mengangguk dan mengucapkan terima kasih, Kiran mengambil kantong belanja tersebut dan segera membungkus barang seorang ibu di depannya. Memasukkan sebuah kaos berwarna ungu yang sudah dilipat rapi ke dalam kantong belanja, lalu Kiran menempelkan sebuah nota dan distaples. Setelahnya, ia menyerahkan kantong tersebut tidak lupa mengucapkan terima kasih dan tersenyum.

Sekedar informasi, Kiran bekerja di sana sudah sebelas bulan. Dari toko yang belum siap apa-apa sampai sekarang. Oleh karena itu, ia dipercaya untuk menjadi kasir di sana. Bahkan lebih dari itu. Kiran juga pernah dipercayai untuk menghandle toko selama Tama, Alaric, dan Rendy pergi. Tentu saja Kiran tidak keberatan. Ia senang bisa membantu mereka yang sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri.

Setiap hari berada di toko tersebut, Kiran seperti mempunyai rumah dan keluarga baru. Bahkan, di sini ia mendapatkan banyak teman. Walaupun selalu berganti-ganti tiap bulannya karena kebanyakan anak kuliahan yang hanya iseng mencoba bekerja, setelah itu resign tanpa sebab.

“Kamu udah makan?” tanya Alaric ketika mendengar suara perut Kiran.

Menyengir lebar, Kiran menggeleng lucu.

Alaric menghela napas. Menarik lengan kecil Kiran dan menuntunnya ke lantai dua. Memasuki gudang sekaligus tempat para karyawan beristirahat, barulah Alaric melepasnya. Sebuah godaan dari penghuni yang sedang menikmati makan malamnya menyambut telinga Kiran dan Alaric.

“Gandeng terooosss! Kayak mau ditinggal pergi aja,” goda rekan kerja Kiran. Panggil saja Hilda. Tubuhnya mungil, bahkan lebih mungil dari Kiran. Cerewet, rempong, dan suka mengganggu waktu berdua Kiran dengan Alaric.

Menulikan telinganya, seolah tidak mendengar suara gaib itu. Alaric mengambilkan bekal kotak makan yang dibawa Kiran dari rak di sampingnya, lalu menyodorkan benda tersebut kepada sang empu.

“Makan, jangan suka telat-telat. Kamu punya mag, nanti kalau kambuh lagi sakit,” peringat Alaric penuh perhatian. Suaranya yang lembut dan pelan saat berbicara membuat Kiran tersenyum manis. Tubuhnya terasa leleh saat tatapannya tak sengaja bertemu dengan Alaric yang menatapnya teduh.

ANCABAKA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang