Ciuman diKening #9

694 26 0
                                    

Ari sampai di samping Lia duluan sebelum Zivo, karena posisi berdirinya tadi tidak jauh dari Lia. Dan lagi-lagi Zivo kalah start.

"Lo nggak apa-apa, 'kan?" tanya Ari cemas. Wajahnya berubah jadi sangat serius.

"Nggak apa-apa kok," jawab Lia dengan tertawa cengengesan.

"Kamu nggak apa-apa, 'kan? Bagian mana yang sakit? Kok malah ketawa-ketawa sih?" Pertanyaan Zivo bertubi-tubi terlontar menunjukkan kecemasannya.

"Mungkin karena terlalu excited jadi jatuh deh. Lia nggak apa-apa kok," Lia masih saja cengengesan.

"Ayo, bangun!" kedua lengan terulur untuk Lia.

Tangan siapa yang harus Lia gapai? Lia berpikir ditengah-tengah harapan kedua adam yang masing-masing tangan dirinyalah yang Lia gapai.

Ari atau Zivo, tangan siapa yang harus Lia gapai?

Zivo dan Ari saling bertatapan satu sama lain, dengan sorotan mata yang sama-sama tajamnya. Kedua adam di hadapan Lia ini mempertaruhkan harga diri mereka masing-masing agar uluran tangannya diterima oleh Lia.

Ari mengedipkan matanya yang di tujukan kepada Lia. Ada isyarat yang tersirat dalam kedipan mata itu dan Ari berharap Lia tahu apa pesan di balik kedipan matanya.

Tanpa menunggu waktu lama, bagai gayung yang bersambut, Lia menggenggam tangan Ari dan Ari pun dengan sigap membantu Lia berdiri.

Zivo menegakan tubuhnya dengan lemah. Pertolongannya berupa uluran tangan dimentahkan dan diacuhkan begitu saja oleh Lia. Lagi, Zivo merasa kalah dan sekarang ia merasa sudah kalah telak dari Ari.

"Terima kasih, kak," ucap terima kasih Lia kepada Ari.

"Sama-sama. Makanya lain kali hati-hati," Ari menyentil hidung Lia dengan jari telunjuknya.

"Lanjut?" Lia mengajak Ari menikmati permainan ice skating lagi.

"Boleh. Siapa takut," Ari menerima ajakan Lia dengan senang hati sambil menyusul Lia yang sudah melenggangkan kakinya dengan lentur diatas lapisan es beku.

Lagi! Lia terjatuh. Namun kali ini Lia terjatuh tepat menimpa tubuh tegap Ari.

Lia dan Ari terlalu keasyikan kejar-kejaran hingga insiden jatuh bangun terjadi lagi.

Tak sengaja mata Lia dan Ari saling bertemu, sejenak mereka tenggelam dalam tatapan yang semakin mendekatkan, bukan hanya fisik, namun hati.

"Sampai kapan kita mau tidur santai diatas es kayak gini?" Ari tersadar duluan.

"Maaf-maaf," Lia pun tersadar lalu beranjak berdiri.

"Udahan yuk. Encok nih,"

"Gara-gara Lia barusan ya, kak? Maaf ya," sesal Lia.

"Becanda kali. Udah malam, gue harus nganterin lo pulang," Ari memperlihatkan jam tangannya yang menunjukan pukul delapan malam.

"Ya ampun... karena keasyikan main jadi lupa waktu pulang," Lia menepuk jidatnya.

"Guys, gue balik dulu ya," pamit Ari kepada Sya dan Zivo.

"Kita juga udah mau pulang," Zivo dan Sya menghampiri Lia dan Ari.

Zivo menyamakan posisi jalannya dengan Ari.

"Lo sejak kapan dekat sama Lia?" tanya Zivo tanpa basa basi.

"Baru-baru ini. Kenapa?" ekspresi Ari lempeng.

"Nggak apa-apa. Nggak biasa aja ngelihat kalian berdua sedekat hari ini," Zivo mencoba setengah mati menutupi rasa kecemburuannya yang terpancar dari getaran kata-katanya.

"Lo cemburu?" Pertanyaan Ari tanpa tedeng aling-aling. Sorotan matanya menyelidik.

Gotcha! Tebakan Ari langsung menohok perasaan Zivo yang membuncah dalam dadanya sedari tadi.

"Gue nggak ada hak untuk itu," Zivo menutupi perasaannya.

"Bagus deh kalau gitu. Gue jadi punya change yang lebih," Ari memberi penekanan dikata 'change' yang ia ucapkan.

Zivo sedikit tercekat atas pernyataan Ari yang santai namun tetap menandakan keseriusannya mendekati Lia. Lebih-lebih keseriusan Ari untuk mendapatkan hati tambatan hatinya.

Ari membukakan pintu mobilnya untuk Lia setelah sampai di halaman rumah Lia.

"Terima kasih, kak. Nggak masuk dulu?" ajak Lia setelah turun dari mobil Ari.

"Boleh."

Di dalam rumah, Arga telah menunggu kepulangan Lia di ruang keluarga. Mendengar pintu terbuka, Arga segera berjalan menuju suara kenop pintu yang terbuka.

"Ciee.. yang keenakan jalan-jalan sampai lupa waktu," Arga membuka obrolan.

"Sorry, bro. Tapi adik lo aman di tangan gue, nggak lecet sama sekali," Ari buka suara sambil membelai lembut rambut Lia. "Gue balik dulu ya," lanjut Ari berpamitan.

"Nggak minum dan duduk dulu," tawar Arga.

"Nggak deh udah malam," Ari dan Arga berjabatan tangan ala cowok-cowok biasanya.

"Lia nganterin kak Ari ke depan dulu ya, kak," Arga hanya menganggukan kepalanya.

"Terima kasih buat hari ini ya, kak," ucap terima kasih setelah sudah berada di teras rumahnya.

"Sama-sama. Masuk gih," Ari membelai pipi Lia penuh dengan kelembutan.

"Kak Ari pergi duluan, baru Lia masuk."

"Ya udah, good nite jangan lupa mimpiin gue ya," sebuah kecupan hangat mendarat di kening Lia diakhir dengan ucapan selamat malam Ari.

Lia ternganga dibuatnya. Lia tidak menyangka, Ari berani menciumnya walau hanya di keningnya.

"Lia duduk sini sebentar," Arga mengajak Lia untuk duduk di sampingnya.

Perasaan Lia tidak enak. Pasti ada sesuatu yang serius yang harus dibicarakan.

"Ada apa, kak?" tanya Lia hati-hati.

"Lia sama Ari jadian?" tanya Arga tanpa basa-basi.

"Nggaklah, kak. Kita cuma teman biasa," jawab Lia tenang.

"Bukannya kakak nggak suka sama kedekatan kalian, tapi kakak cuma nggak mau kedekatan kalian menimbulkan masalah baru dan membuat orang lain sakit hati," saran Arga yang membuat Lia berpikir.

"Maksud kakak apa? Lia nggak ngerti," Lia menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal, namun karena benar-benar bingung atas perkataan Arga.

"Lia pasti tau apa maksud kakak. Ayo kita ke kamar. Istirahat," Arga membiarkan Lia lebih berpikir dengan keras.

Di dalam kamar Lia berpikir keras tentang apa maksud perkataan Arga tadi. Apa kesalahannya? Apa siasat yang dijalankan olehnya dan Ari salah? Apa Lia harus menghentikan permainannya dengan Ari? Apa yang dimaksud Arga orang yang akan tersakiti dengan kedekatannya bersama Ari adalah Zivo?

Hanya waktu yang mampu menjawab semua pertanyaan di benak Lia.

                         ^________^

LiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang