~Extra Part~

905 31 12
                                    

          "Selamat buat kelulusannya ya, kak," ucapan selamat dari sang kekasih seraya mencium kedua sisi pipi sang pasangannya.
          Namun Zivo malah menekuk mukanya masam mendengar ucapan dari sang kekasih hatinya.
          "Udah aku bilang jangan manggil 'kak' lagi. Panggil aku 'sayang' atau Zivo aja. Harus berapa kali sih kudu dibilangin," Zivo menumpahkan kekesalannya dengan mencubit pipi Lia gemas.
          "Maaf, keceplosan," permintaan maaf Lia yang entah sudah keberapa kalinya karena masalah itu.
          "Selalu alasannya gitu-gitu mulu," protes manja Zivo seraya melipat kedua tangannya di depan dada bidangnya.
          "Dihh.. masa cowok Lia yang satu ini pengambekan. Nggak asyik banget," Lia mencoba menghibur Zivo seraya mencubit pelan hidung mancung bak burung betet milik kekasihnya.
          "Bodo'," Zivo tetap saja masih ngambek seperti balita yang tak dituruti permintaannya.
          "Masa udah msu jadi calon dokter yang cakep ini masih suka pundung.  Senyum dong, Senyumnya mana?" Lia menghibur Zivo dengan nada manja seraya mentoel-toel sudut bibir Zivo.
          Zivo menyunggingkan senyumnya yang terpaksa masih dengan raut muka yang masam kearah Lia.
          "Aduh, gantengnya," ceplos Lia memuji pacarnya yang kini jadi tersenyum lebar.
          "Kamu bisa aja bikin aku ketawa," Zivo mengacak-acak rambut Lia sembarangan.
          Zivo menyudahi kegiatan mengacak-ngacak rambut pacarnya, lalu merangkul bahu Lia erat dan tatapan tajam Zivo menatap tepat di manik mata Lia.
Perlahan Zivo menurunkan kepalanya, jari jemarinya mendongakkan bahu kekasihnya, matanya mulai terpejam. Nalurinya lah yang menuntun bibir Zivo untuk mengecup bibir pujaan hatinya sekilas.
          Lia hanya terpaku di tempat tak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya memejamkan matanya merasakan kelembutan bibir Zivo yang menyentuh bibirnya.
          "Seperti perjanjian. Ciuman barusan hukuman karena kamu manggil aku 'kak' lagi," ujar Zivo saat sudah melepaskan kecupan mesranya.
          Lia hanya menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali mendengar ucapan Zivo.
          Dua bulan yang lalu saat Lia dan Zivo baru saja jadian, Zivo sangat keberatan dipanggil 'kak' oleh Lia yang notabene sudah resmi menjadi kekasihnya. Zivo merasa sangat tua saat Lia memanggil dirinya dengan sebutan 'kak', padahal selisih umur Lia dan Zivo hanya berjarak dua tahun.
          Setiap kali Lia memanggil Zivo dengan kata 'kak' tiba-tiba Zivo dengan sigap mencium bibir Lia yang selalu membuat Lia tercekat kaget dan terpaku di tempat. Saat itu juga mereka membuat perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, perjanjian itu tentang setiap kali Lia lancang memanggilnya 'kak', saat itu juga Zivo dengan senang hati akan mengecup bibir mungil Lia.
          Setiap Lia mengingat hari dimana perjanjian itu dibuat, Lia menjadi merasa jadi cewek paling bodoh dan ceroboh menyetujui perjanjian konyol yang jelas-jelas lebih menguntungkan pihak Zivo yang seakan berada diatas angin dengan adanya perjanjian itu. Terlebih lagi Lia sering keceplosan memanggil kekasihnya dengan sebutan 'kak' hingga Zivo tak akan menyia-nyiakan untuk mencium bibir ranum Lia.
          "Sayang, gimana kalau kita nikah aja saat aku punya waktu sebelum masuk kuliah?" tawar Zivo membuat Lia tersadar dari lamunannya.
          Lia benar-benar tak menyangka atas tawaran Zivo yang baru saja tercetus dari bibir Zivo tiba-tiba yang tertangkap oleh indera pendengarannya.
          "Lia masih akan naik ke kelas 2 SMA dan kamu ngajakin Lia nikah, yang benar saja," ujar ketercengangan Lia.
           "Iya juga sih. Gimana kalau kita tunangan aja dulu," Zivo masih kekeuh dengan penawarannya yang berbeda.
          "Nggak! Udah ah Lia mau ke kantin aja," tolak Lia tegas seraya berdiri dan beranjak meninggalkan Zivo.
          Namun Zivo dengan sigap mencekal pergelangan tangan Lia dan menariknya hingga Lia terjatuh di pangkuannya.    Sebelum Lia dapat berlari dari sisinya, Zivo sudah mengunci Lia dalam pangkuannya dengan merangkul pinggang Lia erat dengan kedua tangannya. Lia meronta ingin dilepaskan, namun Zivo tetap dengan pendiriannya, sama sekali tak mau merenggangkan rangkulannya sedikitpun.
          "Lepasin! Ini di sekolah, malu kalau ada yang lihat nanti," pinta Lia.
          "Tenang aja mereka juga sudah tahu kalau kita sudah jadian. Jadi pasti mereka maklum kalau kita lagi berduaan kayak gini," ucap Zivo enteng.
          "Lepasin nggak. Lia teriak nih," ancam Lia.
          "Coba aja," cetus Zivo dengan nada menantang.
"To.." teriakan Lia terpotong.
          Zivo segera menarik tengkuk dan membungkam mulut Lia dengan ciuman mesranya agar teriakan cempreng Lia tak terceplos dari bibir seksinya.
          "You loser, baby," tatapan dan senyuman Zivo penuh kemenangan sedetik saat melepaskan ciumannya.
          Lia yang seharusnya kesal malah tersenyum menantang. Lalu kakinya dengan sengaja menginjak kaki Zivo keras-keras yang terlapisi sepatu kulit pantofelnya, lalu segera berlari saat kuncian Zivo merenggang dan berlari menjauh dari kekasihnya yang sedang mengaduh kesakitan memegangi ujung sepatunya.
          "Dasar cowok mesum! Aku tak mengira cowokku selama ini ternyata nafsuan," candaan Lia seraya menjulurkan lidahnya.
           "Awas kamu ya. Jangan lari! Awas kalau sampai tertangkap nanti," ancam Zivo yang segera berlari mengejar Lia.
Lia dan Zivo, kedua insan tersebut saling berlarian mengitari taman sekolahnya seakan menjadi balita kembali yang bermain lari-larian.
          Inilah awal kisah percintaan Lia dan Zivo yang akan mewarnai hari demi hari dua muda mudi yang sedang dimabuk asmara. Walau kerikil-kerikil kecil akan menghadang hubungan percintaan mereka kedepannya, mereka yakin dapat mengatasinya dan menganggapnya sebagai penghias dan bumbu-bumbu yang semakin membuat ikatan cinta mereka semakin erat.


                              ^________^

LiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang