Maaf #14

702 22 0
                                    

Lia berusaha bangun dari posisi tidurnya untuk sekedar menegakan punggungnya dibantu dengan Ari yang membenarkan ranjang yang Lia tindihi agar bisa menopang punggungnya.

Lia menahan sakit karena bekas luka operasinya belum sepenuhnya sembuh saat mengubah posisi tidurnya ke posisi duduknya.

"Makanya kalau sakit langsung ke dokter, mungkin keadaan lo nggak bakalan separah kayak sekarang," Ari duduk di kursi yang berada di samping ranjang Lia.

"Udah terlanjur mau gimana lagi. Lagipula Lia juga benci sama yang namanya rumah sakit," ungkap Lia sambil cemberut.

"Dasar bandel," Ari mengacak-ngacak poni yang menutupi seluruh kening Lia.

Untuk sejenak suasana di ruangan tempat Ari dan Lia berada menjadi sunyi senyap kehilangan suara yang tertahan oleh kedua muda mudi itu.

"Kok diam aja sih? Katanya tadi mau ngomong," Lia mencairkan suasana yang lama kelamaan semakin membeku.

Ari sudah membuka mulutnya dan hampir mengeluarkan kata-kata, sebelum Lia buka suara lagi dan Ari mengurungkan niatnya untuk bicara.

"Ahh... Lia tahu. Pasti kak Ari mau minta maaf lagi sama Lia. Tenang aja Lia udah maafin kak Ari kok," cerocos Lia yang membuat Ari mengurungkan niatnya.

Ari menyentuh kedua sisi pipi Lia dan menatap Lia lekat-lekat tepat pada manik mata Lia. Lia menjadi sedikit terkejut dengan kelakuan dari Ari yang lagi-lagi ia lakukan dengan spontanitas yang ia punyai. Lia dengan reflek memundurkan tubuhnya beberapa jangka.

"Dasar nggak sopan, cerewet lagi. Itu seharusnya kata-kata gue sebelum lo nyuri seenaknya," Ari geram.

"Maaf, tapi salahnya kak Ari juga diam aja kayak patung," Lia membela diri.

"Tapi gue benar-benar minta maaf banget banget banget sama loe. Sampai sekarang pun gue masih nunggu jawaban cinta gue ke lo," tangan Ari berpindah menggenggam tangan Lia.

"Kak Ari, please Lia nggak mau membahas soal itu lagi. Tanpa Lia menjawab pun kak Ari pasti sudah tahu jawaban Lia," Lia merasa jengah dan melepaskan genggaman Ari.

"Gue tahu di hati lo cuma ada satu nama. Gue cuma mau memastikan doang. Gue hanya mencoba membuat hati gue lebih lega," ungkapan hati Ari yang paling dalam.

Ari terdiam sejenak dan menghembuskan dan mengatur nafasnya perlahan untuk melanjutkan pengakuannya.

"Gue yang bego, gue memang tolol mencari kesempatan dalam kesempitan. Berusaha mendapatkan cinta lo disela-sela renggangnya hubungan lo dengan Zivo karena Zivo sedang dekat dengan Sya. Seharusnya gue berpikir panjang sebelum mendekati lo dengan siasat demi siasat gue yang nggak ada gunanya lagi sekarang. Seharusnya gue sadar diri dan tau diri bagaimana pun kerasnya gue ingin memiliki lo, hati lo tetap untuk Zivo," lanjut Ari dengan segenap keberaniannya mengungkapkan semua isi didalam hatinya.

Dengan kepala yang masih tertunduk lemah, Ari membenamkan seluruh kepedihan hatinya yang terdalam. Lia cukup tercengang dengan berbagai pengakuan yang terlontar dari bibir Ari. Namun Lia tetap tersenyum manis menatap Ari, lelaki gagah sedang tertunduk menata hatinya yang sudah carut marut karena perasaan cintanya.

"Kalau lagi ngomong sama orang, tatap mata orangnya. Itu baru sopan namanya," Lia mencoba menghibur Ari.

"Lagi-lagi lo ngejiplak kata-kata gue," Ari tak terima seraya menonggakan kepalanya menatap Lia.

"Ini baru kak Ari yang Lia kenal," sejenak Lia menatap manik mata Ari, tangannya merayap menggenggam tangan Ari.

Ekspresi Ari perlahan berubah seperti tak menyangka sekarang Lia sedang menggenggam tangannya.

LiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang