The Secret #18

626 24 0
                                    

"Semalam kamu pulang duluan ya?" tanya Zivo sambil memakan sesendok nasi goreng yang ia pesan.

Lia hanya mengangguk pelan.

"Kok nggak pamit. Kenapa?" Kali ini pandangan Zivo yang seperti sedang mengintrogasi beralih pada gadis di sampingnya yang sedang tertunduk.

Gotcha! Lia sedikit terkesiap dengan pertanyaan Zivo. Ia bingung harus menjawab apa. Tak mungkin ia menjawab kalau ia tak tahan melihat adegan antara Zivo dan Sya. Tak mungkin pula ia menjawab ia pergi untuk menutupi air matanya.

"Lia tiba-tiba nggak enak badan dan gue nganterin dia juga. Maaf kalau kita berdua nggak pamit dulu sama lo semalam," papar Arga tiba-tiba seakan menyelamatkan Lia.

Zivo hanya ber'o' ria tanpa merasa curiga dengan alasan yang diberi Arga padaya.

Seperti angin segar yang berhembus, kedatangan Arga yang sekarang duduk disamping kiri Lia dapat memulihkan ketegangannya dan ia pun dapat menghembuskan nafas panjang sarat kelegaan hatinya.

"Padahal aku mau ngomong sesuatu sebelum kamu pulang," celetuk Zivo.

"Tentang apa?" tanya Lia tenang.

"Ada deh. Salahnya sendiri kamu pulangnya nggak pamit," Zivo memainkan mimik mukanya membuat Lia penasaran.

"Kalau emang nggak niat ngasih tahu, nggak perlu diomongin," cibir Lia sebal.

"Gitu aja ngambek," Zivo gemas seraya mengacak-ngacak rambut Lia.

"Setelah gue pikir-pikir lagi gue butuh waktu dan tempat yang pas buat ngomong sesuatu itu ke kamu," jelas Zivo.

"Halah.. bilang aja lo mau ngasih tau Lia kalau semalam lo abis ditembak sama Sya," ceplos Juna.

Lia tetap tenang sambil tetap menikmati mendengar ucapan Juna.  Karena tanpa Juna memberi tahu pun ia sudah tahu, karena dialah satu-satunya orang yang tahu tentang semua rencana Sya.

"Sok tau banget lo. Tapi aku nolak dia kok, Lia," Zivo meninggikan nada bicaranya.

Lia tercekat mendengar pengakuan Zivo, ia sudah menyimpulkan sendiri akhir dari acara penembakan Sya dan Zivo semalam, bahwa Zivo sudah menerima pernyataan cinta Sya semalam. Dan ternyata pemikirannya salah besar. Alhasil, Ada rasa kelegaan di sudut hatinya.

"Kak Zivo menerima atau menolak Sya itu hak kakak. Lagipula kalian sama-sama single kan," Lia mencoba tetap terlihat santai.

"Lia balik ke kelas dulu ya. Bentar lagi bel masuk," Lia melirik jam yang terkait di tangan kanannya, lalu beranjak dari duduk santainnya.

"Lo sih, Jun. Jadi cabut 'kan dia," protes Zivo. Matanya tak lepas menatap kepergian Lia yang baru saja keluar dari pintu kantin.

"Gue kan cuma ngasih tahu yang gue lihat semalam. Salah?" Juna membela diri.

Zivo hanya dapat menyeringai kedal menahan kegeramannya melihat sikap Juna yang seakan-akan tidak bersalah sama sekali.

Lia tersenyum sendiri menandakan kelegaan di saat melewati koridor-koridor di sekolahnya. Ia tak tahu harus berteriak kesenangan atau berlompat-lompat kegirangan setelah mendengar pengakuan dari Zivo kalau dia menolak pernyataan cinta Sya. Tapi Lia juga merasa bersalah melihat sikapnya sekarang yang sudah tertawa di atas penderitaan temannya sendiri, Sya yang hari ini tidak masuk sekolah dengan alasan sakit. Alasan yang diberi Sya pasti ada sangkut pautnya dengan kejadian semalam.

                        ^________^

"Yes, i'm the winner!" teriak Arga puas sarat terdengar penuh kemenangan.

LiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang