Jealous #6

956 37 1
                                    

Bel istirahat telah berdering nyaring lima menit yang lalu, namun Sya masih saja tak membuka percakapan. Lia dengan kesabaran yang mulai menipis tiap detiknya masih berusaha menunggu dalam diam. Tatap matanya tertuju pada seorang gadis yang duduk di seberang bangkunya.

Sya tak dapat duduk dengan tenang, merasakan tatapan sepasang mata yang menyelidik dan ingin segera tahu apa penjelasannya tentang sebaris kalimat cinta yang tertulis di balik foto miliknya.

"Lia," satu kata panggilan akhirnya terceplos dari bibir Sya.

"Iya,"

"Hhmm.. begini," kalimat Sya terpotong sejenak. "Aduh, gimana ngomongnya ya... gue bingung harus mulai dari mana ceritanya," kali ini Sya benar-benar terlihat sangat gusar. Tiada lagi tedeng aling-aling.

"Mulai dari awal aja. Itu pun kalo Sya mau jujur sama Lia," saran Lia.

Sya mencoba menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya kembali secara perlahan untuk mengatur pernapasannya yang sedari tadi tak beraturan.

Sedangkan Lia tanpa sepengetahuan Sya telah menata hati dan mentalnya menunggu pengakuan dari Sya. Menerima penjelasan Sya yang paling terburuk menurutnya.

"Awalnya gue emang cuma ngefans sama kak Zivo, tapi nggak tau kenapa lama kelamaan gue jadi suka sama kak Zivo,"

Penjelasan Sya yang begitu hati-hati membuat Lia tersedak minuman yang sedang ia tenggak.

"Lo nggak apa-apa kan, Li?" tanya Sya khawatir.

"Nggak apa-apa. Sya lanjutin lagi aja ceritanya,"

"Beberapa bulan ini gue sudah mulai dekat sama kak Zivo dan gue mulai nyaman, mungkin itu yang membuat gue suka sama dia,"

"Malahan gue mau nembak dia pas hari ulang tahunnya bulan depan," lanjut Sya.

"Apa!" teriakan Lia yang lepas dari kontrol si empunya mulut.

"Kenapa lo kaget gitu? Emang terlalu cepat ya?" tanya Sya janggal melihat keterkejutan Lia.

"Bukan masalah kecepatan atau nggaknya, tapi di hari ulang tahun kak Zivo biasanya dirayakan sangat meriah. So, apa Sya berani mengutarakan perasaan Sya ditengah-tengah pesta?" tanya Lia memastikan.

Sya menepuk lembut bahu Lia. "Demi cinta apa sih yang nggak bisa di perbuat oleh manusia? Cuma menyatakan cinta di depan banyak orang. Anggap saja itu perwujudan rasa cinta gue," optimistis Sya serasa membuncah dari sorotan matanya yang sangat percaya diri.

"Sukses deh buat, Sya," Lia menyemangati Sya dengan setengah hati.

"Tapi by the way, lo sama kak Zivo nggak ada hubungan apa-apa kan? tanya Sya dengan tatapan mata menyelidik.

"Kok... kok Sya nanya kayak gitu?" Lia berbalik bertanya dengan gelagapan.

"Nggak apa-apa sih, cuma iseng nanya doang. Soalnya setiap gue ngobrol sama kak Zivo yang selalu dia bahas pasti soal lo," Sya memandang Lia sekilas.

"Gue cuma takut kalian ada hubungan yang spesial."

"Kita nggak ada hubungan apa-apa kok. Kita memang dekat, itu juga karena kak Zivo teman kak Arga dan sering main ke rumah Lia," Lia mencoba menjelaskan.

"Berarti lo ngedukung gue seratus persen kan?"

"Pasti," dusta Lia membuat senyum keceriaan Sya mengembang.

Di balik senyum keceriaan Sya, di dalam hati Lia yang paling dalam terasa ditusuk beribu pisau. Lia sendiri tak tahu menahu mengapa perasaan di hatinya ini muncul ke permukaan. Rasa sakit yang teramat sangat Lia rasakan setelah mendengar penjelasan Sya. Bukan hanya tentang tulisan di balik foto Sya, namun tentang perasaan Sya yang sedang berbunga-bunga menghadapi rasa cintanya yang mulai berkembang kepada Zivo.

LiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang