Sakit #12

1K 25 0
                                    

Perlahan Ari yang sudah dengan wajah bonyoknya dan aliran darah segar yang menggenang di sudut bibirnya menghampiri Lia yang sedang sesenggukan dipelukan Arga.  Ia menggenggam tangan Lia.

"Gue minta maaf, Li. Gue tadi spontan, gue benar-benar nggak bisa mengontrol diri gue," keseriusan terdengar dari setiap kata Ari.

Namun Lia sudah tak sudi lagi mendengar penjelasan apapun yang terlontar dari bibir Ari. Lia melepaskan genggaman Ari dengan lemah lalu mendekap tubuh kakaknya, Arga.

"Kalau Lia sampai kenapa-kenapa, gue orang pertama yang bakalan bikin perhitungan sama lo. Camkan itu!" peringatan Arga serius seraya meninggalkan kerumunan Zivo, Ari, Bayu dan Juna. Lia menangis sejadi-jadinya dalam rengkuhan Arga.

                         ^________^

Sepulang sekolah hingga malam tiba Lia hanya menghabiskan waktunya mengurung diri di kamar. Arga yang tahu betul sikap dan kebiasaan Lia saat Lia merasa galau dan bersedih hati, membiarkan Lia untuk menyendiri dan memulihkan sakit hatinya karena ulah Ari.

Berkali-kali Arga mengetuk pintu kamar Lia, namun tak ada jawaban dari si empunya kamar. Jam makan malam telah tiba, ia tak ingin acara makan malamnya hanya ditemani dengan piring, gelas, sendok, garpu dan makanan yang terhidang dihadapannya, karena mamanya telah berada di luar negeri untuk urusan bisnis, sedangkan adik satu-satunya menghabiskan lebih banyak waktu lagi di kamarnya untuk menyendiri.

"Lia," panggil Arga seraya membuka gagang pintu kamar Lia yang ternyata tidak terkunci.

Masih juga tak ada panggilan dari sang pemilik kamar. Arga melangkahkan kakinya memasuki kamar Lia. Ia mendapati adiknya duduk diatas ranjang empuknya sedang merengkuh sebuah bantal didepan badannya. Arga mendekati Lia dalam diam.

"Lia kenapa?" tanya Arga lembut setelah menjejeri Lia dan mengambil bantal yang Lia peluk.

Lia hanya menggelengkan kepalanya lemah.

"Makan malam, yuk," ajak Arga.

Lia menggelengkan kepalanya sekali lagi dan masih diam seribu bahasa.

"Dari tadi siang Lia belum makan, 'kan. Apa nggak lapar?" lagi dan lagi Lia hanya menggelengkan kepalanya, kali ini dibarengi dengan air mata yang menetes dan Lia segera menghapusnya dengan tisu yang ada di tangannya.

"Masalah yang di sekolah tadi nggak usah dipikirin lagi dong, sayang," seakan tahu apa yang Lia,  Arga membelai pucuk rambut Lia lembut.

Mendengar perkataan Arga, tiba-tiba Lia memeluk tubuh kakaknya erat-erat dan menangis sejadi-jadinya hingga sesenggukan diatas dada Arga. Ketegarannya sedari tadi runtuh didekapan sang kakak tersayangnya.

"Lia boleh nangis sepuas Lia, kalau itu membuat hati Lia lega. Tapi setelah itu kasih kakak senyum Lia yang paling manis," Arga mendekap Lia semakin erat dalam pelukannya.
Beberapa menit berlalu, Arga hanya ditemani isak tangis Lia yang semakin lama semakin mereda. Tak ada satu kalimat pun yang Lia lontarkan dari bibirnya. Hanya dengan air mata ia dapat mengutarakan semua isi didalam hatinya.

Perlahan Lia melepaskan pelukannya.

"Udah puas nangisnya?" Arga membantu Lia mengelap air mata Lia yang membanjiri permukaan wajah Lia.

Kali ini Lia menganggukan kepalanya.

"Ya pasti udah puas, mata udah bengkak kayak zombie gitu," ledek Arga sambil cekikikan.

"Kakak bisa aja deh," Lia malu-malu tersenyum kecil.

"Nah gitu dong, senyum. Kita makan, yuk,"

"Lia maunya es krim," rengek Lia.

LiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang