Dua Belas

48 17 0
                                    

SATU fakta baru yang kusadari tentang diriku hari ini: aku menyukai kelas free time, lebih dari yang kuduga.

Kukira, aku suka belajar. Dulu, kukira aku tipe siswa yang menganggap waktu sama pentingnya dengan uang, yang lebih suka menghabiskan seluruh hariku untuk belajar dan membaca buku. Menjadi produktif. Menggunakan waktu untuk setiap kegiatan bermanfaat dan memutar otak.

Namun anehnya, beberapa jam silam ketika Pak Hardi mengumumkan guru pelajaran Fisika tidak masuk karena rapat dinas, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum dan ikut bersorak bersama siswa lain. Rasanya begitu lega dan bahagia, seolah diberi kesempatan untuk bernapas dan keluar dari kungkungan. Perumpamaan yang aneh, aku tahu, sebab Jinny saja berkata, dari semua siswa, aku yang paling terlihat rajin dan cinta sekolah.

Hanya, benarkah itu ...?

Atau jangan-jangan, itu hanya salah satu dari penilaian tak berdasar orang terhadapku, yang kemudian kupercaya sebagai bagian dari "diri"-ku.

Entahlah. Mungkin begitu, mungkin juga tidak―siapa peduli?

Jinny langsung pergi ke kantin saat tahu tidak ada guru. Kita tidak diijinkan pulang atau pergi ke kantin―"free time" berarti kita menghabiskan waktu untuk belajar mandiri di kelas, tapi tentu saja tak ada yang benar-benar melakukannya. Aku memilih untuk tidak ikut dengannya walau diajak, membayangkan bagaimana bila ketahuan melanggar peraturan oleh guru lain sudah membuatku bergidik ngeri. Sampai sekarang, aku tidak mengerti kenapa Jinny bisa begitu santai tentang itu.

Jadi, aku memilih untuk pergi ke perpustakaan dengan dalih "mengerjakan tugas". Guruku memang memberi 10 soal berkaitan dengan Impuls dan Momentum, tapi berdasarkan pengalamanku, guru Fisika jarang (atau mungkin tak pernah) membahas soal yang ia beri saat tidak hadir. Jadilah, aku menghabiskan waktu membaca novel di perpus hingga bel istirahat pertama berbunyi.

Tak lama, ponselku bergetar.

Serga Wilantara

Di kelas?

Bu Suci udah ngirim feedback artikel kita

Cindy Priscila

Nggak, lagi nongkrong di perpus

Oh, ya? Feedback lewat apa? Chat?

Forward-in ke sini dongg

Serga Wilantara

Aku ke sana aja. Sekalian ada yang mau kuomongin

Aku hanya membalas dengan "oh, oke", kemudian menunggunya di bangku paling ujung.

Sekitar 10 menit baru Serga menampakkan diri. Pemuda itu mengenakan jaket motif jersey putih dan membawa beberapa lembar map plastik di tangannya. "Maaf lama, tadi mampir ke ruang TU dulu buat ngembaliin kamera."

Aku hanya mengangguk sekilas, tidak terlalu peduli dengan alasannya. "Jadi, mau ngomongin apa?" tanyaku penasaran.

Anehnya, ia tak langsung menjawab, malah melirik sekeliling seolah memastikan bahwa ruang perpustakaan itu cukup aman sehingga tidak ada yang bisa mencuri dengar obrolan kita. Pemuda itu memajukan tubuh sedikit, kemudian bertanya, "Kamu nggak lagi buru-buru, 'kan?"

Aku mengernyit. "Enggak. Kenapa, sih? Kok kayaknya serius banget?"

Ia tidak segera menjawab, hanya menatapku dengan ekspresi batunya. 

Perutku terpilin. "Feedback artikel kita jelek, ya?"

Butuh beberapa detik sampai akhirnya Serga menarik senyum. Bukan senyum lebar seperti yang dilakukan Jinny dan Dion saat membawa kabar gembira, milik Serga hanya secarik lengkung tipis tapi anehnya membuatku bergidik. Lagipula, ini Serga Wilantara yang di hadapanku sekarang: memikirkannya tersenyum ramah saja mustahil minta ampun.

KOMA [Jeon Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang