Hallo, setelah satu minggu absen, semoga masih ada yang menunggu cerita ini ya. Maafkan karena minggu lalu absen. Aku dirawat karena positif covid-19. Waktu yang ada benar-benar dipakai buat penyembuhan. Semoga kalian semua tetap sehat ya. Dan, selamat menikmati....
Rumah kayu besar yang berdiri di depan, menyambut kedatanganku yang baru saja keluar dari mobil. Sebelah tanganku menggenggam tangan mungil Hanum yang juga menatap bangunan itu. Rumah tingkat yang berada di sebuah desa di Bogor kini menjadi tempat tinggal Ayah dan Ibu selepas pensiun. Mereka menghabiskan masa senja di tempat tenang dengan udara bersih. Jauh dari hiruk pikuk tempat tinggalnya dahulu, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Sekali lagi, aku menghembuskan napas saat memandang rumah itu. Rasanya, pikiranku terbawa pada kejadian beberapa tahun lalu. Beberapa bulan setelah perceraian, aku datang menemui Ayah dan Ibu. Momen di mana untuk pertama kalinya, aku merasa takut menginjakkan kaki ke rumah ini. Saat itu, ada perasaan ragu untuk melangkah menuju teras rumah.
Perasaan bersalah itu semakin besar ketika mataku memandang sosok laki-laki paruh baya yang duduk di kursi kayu di teras. Ketika matanya melihatku, tanpa menoleh untuk kedua kalinya, laki-laki itu melangkah memasuki rumah. Ayah enggan menemuiku. Dari matanya, tersirat kekecewaan yang begitu besar padaku. Sebuah perasaan yang sangat wajar. Aku bahkan memuji pengendalian diri Ayah yang tidak berkata kasar atau memukulku. Karena jika aku menjadi Ayah, aku akan dengan senang hati memberikan bogem mentah ke wajah laki-laki yang sudah menyakiti putriku. Tapi, ini adalah Ayah. Laki-laki yang kuhormati dengan sepenuh hati. Ia tidak akan mengotori tangannya dengan menyentuh wajah laki-laki berengsek ini.
Kamu sudah menghancurkan persahabatan Papi dengan Yusrizal.
Ucapan Papi masih terngiang-ngiang di telingaku. Hanya satu kalimat yang keluar dari bibir ayahku membuatku tersentak dan diliputi perasaan bersalah. Kebodohanku yang menghancurkan segalanya. Keluarga juga persahabatan kedua orangtuaku dengan orangtua Nadine yang sudah terjalin sejak kami lahir. Semuanya tercoreng dengan ulahku.
Maka, dengan memberanikan diri, aku melangkah mendekati rumah itu. Ada lima gundukan anak tangga yang membawaku menuju teras. Ada pintu kayu besar yang dibiarkan terbuka. Tanganku berada di dekat pintu itu untuk mengetuknya. Hingga akhirnya, hanya menggantung di udara. Aku memutuskan untuk duduk di teras. Ada kursi kayu putih yang mengitari meja kaca bundar.
"Malik."
Aku mendapati Ibu dengan pakaian rumahnya, berdiri di dekat pintu. Ia menatap tidak percaya ke arahku. Matanya, aku tidak dapat membacanya. Mungkin ia marah, kecewa, kesal, dan sedih setelah semua yang kulakukan pada anak perempuan yang ia cintai.
Ketika aku kembali mendongkakkan kepalaku untuk melihat wajah teduh itu, luruhlah semua pertahananku selama ini. Aku berdiri untuk selanjutnya bersujud di kakinya. Menciumi kaki Ibu dengan air mata yang kini tidak dapat kutahan lagi.
"Maafkan Malik, Ibu," kataku terisak. "Maafkan aku. Maaf karena mengecewakan dan menyakiti Ibu. Maaf karena gagal menjadi suami yang baik untuk Nadine. Maaf karena...."
Ucapanku terhenti ketika Ibu menarik tubuhku. Aku menggeleng. Tidak, aku tidak bisa berdiri di depannya. Tidak akan pantas sejajar dengan perempuan yang mulia ini. Sosok Ibu yang hati dan perasaannya harus kujaga. Bukan kusakiti dengan sebegitu dalam.
"Bangun, Malik," katanya dengan suara bergetar. Ibu menangis? Perasaan bersalah semakin dalam kurasakan. Ia tidak pantas menangis. Seharusnya ia marah bukan menangis.
"Aku minta maaf untuk semua kelakuanku yang bodoh, Ibu," aku masih enggan menegakkan tubuhku. Air mata ini bukan hanya mengalir tetapi juga menyesakkan dada. Ada ribuan jarum yang menusuk tepat ke jantungku. Sangat menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Divorce-Cerita Malik
RomanceCerita ini melanjutkan kisah Nadine dan Malik dengan point of view tokoh Malik. Ada banyak hal yang diceritakan Malik mengenai kehidupannya pasca perceraiannya dengan Nadine. Bagian 1-7 menceritakan kehidupan sebelum perceraian terjadi. Kalian bisa...