02

274 33 1
                                    

Selama hampir dua puluh lima tahun Joong hidup di dunia ini, nggak pernah sekalipun cowok itu menyesali sesuatu, kecuali satu hal.

Nggak langsung pulang dan malah mampir dulu ke tempat makan kemarin. Itu penyesalan terbesarnya hingga saat ini. Kenapa? Karena Joong merasa dirinya sudah terlihat seperti orang bodoh yang membuka kesempatan kepada teman-teman laknat buat menyeret dia ke sebuah tempat yang bener-bener nggak bisa diduga apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Eh, tumben dateng siang."

Hanya ada satu orang didalam ruangan serba putih itu. Mahardika Yunanda, anggota pertama yang turut bergabung setelah Satya dan Joong memutuskan untuk membentuk band. Megang posisi sebagai drummer membuatnya jadi lebih peka karena selalu memperhatikan member lainnya dari belakang.

Joong baru sampai di studio pukul dua belas lebih. Itupun dengan keadaan ngos-ngosan karena selain kesiangan, dia juga sempet lupa nyimpen kunci motor.

Jadwal latihan soul akhir-akhir ini lagi lumayan padat, mengejar jadwal manggung di luar kota mengharuskan para anggotanya latihan ekstra. Biasanya mereka baru mulai latihan jam 9 pagi, tapi hari ini Joong justru baru bangun jam segitu. Semaleman dia nggak bisa tidur gara-gara stress.

Joong cuma ngangguk bentar, habis itu duduk lurusin kaki. "Yang lain pada kemana?"

Tumben banget, biasanya studio ini penuh dengan anak-anak tk ngerusuh. Kok sekarang cuma ada Yunan? Pikir Joong.

"Ohh itu, yang lain lagi pada beli minum ke indoapril. Kayaknya sebentar lagi pada balik."

Joong ngangguk lagi.

Tadi itu capek banget, seandainya aja studio ini punya lift. Walaupun cuma tiga lantai, usia kan tetap nggak bisa bohong. Olahraga saja jarang, gimana mau menjaga kekuatan kaki yang sekarang mulai sibuk harus naik turun tangga? Yang ia tahu cuma menulis dan menulis lirik saja. Sementara Joong istirahat sebentar, Yunan masih fokus benahin kabel. Yang sebenernya udah rapi, tapi emang dasarnya anak terlalu rajin. Nggak heran Yunan ini adalah satu-satunya member 'paling bener' favorit Joong di soul.

Setelah ditunggu bermenit-menit, ternyata yang lain masih belum nyampe juga. Joong yang punya jiwa kebapakan, tapi kalau saat ini lebih ke bapak yang pengen nampol karena anaknya lama banget nggak balik-balik—pun nyuruh Yunan buat telfon Cio.

"Halo, Cio, kok lama?"

"Kenapa Nan? Joong udah dateng ya?"

Cio masih dijalan sambil membawa sekantung camilan, bertiga sama Wikra dan Satya. Dua orang itu kedistraksi toko donat yang baru buka disamping indoapril. Jadinya ngantri lumayan lama karena abangnya kelihatan masih agak amatiran.

"Bilangin kata Joong sekalian nitip roti," pinta Joong dari balik telfon.

"Nitip roti katanya."

"Yang mocca."

"Mocca katanya."

"Iya."

Sambungan telfon pun diputus. Jadilah hari ini jam latihan jadi sedikit ngaret. Dengan semangat pagi, ralat—semangat siang, Joong dan Yunan mulai mencoba alat musik mereka masing-masing.

Beberapa lama, tanpa Joong sadari Yunan memperhatikan gerak-geriknya sejak tadi. Joong tampak seperti orang yang kurang tidur. Kantung matanya begitu jelas, dan agak mengkhawatirkan.

"Kemarin pada jadi nongkrongnya?"

Benar dugaan Yunan, Joong sedang kurang fokus hingga sedikit terkejut ketika Yunan membuka suara.

"Iya, kita jadinya ke tempat biasa."

"Oalah.. pantesan."

"Kenapa, Nan?"

Yunan sedikit tersenyum. "Nggak papa."

Alis Joong bertaut heran, tapi ia mengabaikan pertanyaan sekilas itu dan membuang nafas bersiap untuk melanjutkan perisapan manggungnya bulan depan. Ia mengeluarkan buku catatan yang berisi semua hal random yang bersliweran dipikirannya dalam bentuk lirik-lirik lagu. Pokoknya di event kali ini, ia akan menunjukkan yang terbaik yang ia bisa.

••••••••

"Wih, lihat nih siapa yang lagi fokus banget chattan?"

Matahari sudah hampir turun sepenuhnya, menyisakan semburat merah jingga di langit. Pukul enam sore sudah terlewat beberapa menit saat ini, para anggota soul sedang beristirahat sejenak sebelum mereka merapikan kembali studionya sebelum pulang.

Sebuah notifikasi dari instagram membuat Joong iseng untuk menelusuri semua notifikasi yang ikut bermunculan. Ia sedang duduk di sofa dengan tenang, menyenderkan leher dan punggungnya yang terasa pegal sebelum kemudian muncul seseorang yang langsung duduk begitu saja disebelahnya.

"Gak usah seyam-senyum gitu dong ngetiknya," goda Wikra. Padahal keseriusan Joong sangat jauh dari deskripsinya.

"Sut, diem. Lagi sibuk," jawab Joong sekenanya.

"Gimana yang kemarin? Lancar?"

Joong refleks menoleh kesal pada Wikra, ditambah lagi gestur aneh dengan menaik turunkan sebelah alis itu sangat mengganggu.

"Kemarin ada apa emangnya?" Cio, anggota termuda mereka ikut bergabung dan mengambil ponsel yang sedari tadi sengaja di charge. Ia masih berdiri disana karena penasaran.

"Gapapa."

Oke, Joong sudah menyelamatkan dirinya sendiri dari pertanyaan netizen, tapi ada satu manusia bernama Wikra yang begitu ember hendak menceritakan kejadian lengkapnya. Sudah seperti teporter saja.

"Jadi Cio, gue kan sama Satya jadi traktiran tuh kemarin. Nah, si Joong nih dia—"

"Wi."

Ruangan mendadak hening. Tiba-tiba wikra menyegel mulutnya rapat-rapat. Jika sudah begitu tak ada lagi yang berani bersuara, karena leader mereka paling mengerikan saat marah.

Sebenarnya sejak kemarin, tanpa harus diingatkan lagi pun ia terus saja terbayang-bayang bagaimana ia mau-mau saja mengikuti rencana Satya dan Wikra.

••••••••

Joong berdiri dengan gugup. Ini bukan kali pertamanya ngajak orang lain untuk kenalan, hanya saja situasinya agak berbeda. Joong sampai menelan salivanya beberapa kali, hanya untuk mengatakan, "permisi, boleh ikut duduk?"

Orang yang diajaknya bicara tampak sedikit kebingungan. Namun langsung diiyakannya pertanyaan Joong. "Silahkan."

Tidak berhenti sampai disitu, Joong merasa arwahnya sudah pergi entah kemana.

"Em, suka susu kotak ya?"

Ya ampun, dari sekian banyak pertanyaan yang dia rancang dikepalanya sejak tadi, hanya itu yang keluar?

"Oh, ini." Cowok itu mengangkat mimumannya dan tersenyum canggung. "Iya, lumayan suka. Aneh ya?"

"Enggak kok. Unik aja, kalo gue biasanya suka ambil soda." Lah, apa pentingnya dia tau kamu suka soda apa enggak, Joong.

Joong melirik ke meja tempat Satya dan Wikra memperhatikannya seperti mata-mata. Beruntung mereka masih disana, ia akan membalas perbuatan mereka nanti.

"Oh iya, kenalin. Nama gue Joong."

Cowok dihadapan Joong tidak membalas jabat tangannya, hanya tersenyum canggung. "Haru."

"Haru. Nama yang bagus."

"Makasih."

"Sebenernya gue punya satu permintaan, kalo lo nggak keberatan." Joong memperhatikan wajah Haru, berharap kalau ia akan menyetujuinya—walaupun ditembak secara tiba-tiba oleh orang asing itu memang aneh. "Gue mau minta tolong."

Mata bulat Haru berkedip beberapa kali. "Iya?"

"Lo.. mau jadi pacar gue nggak?"

"HAH?!"

SOULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang