Chapter 9 ~ Mengadu

601 84 28
                                    

Pada senja aku belajar.
Mungkin dia tidak selalu terlihat karena mendung dan hujan.
Namun, senja selalu ada meski hadirnya di tempat dan waktu yang berbeda.
Aku seperti senja yang tak terlihat, tetapi selalu ada.

🍀🍀🍀

Diam-diam mengamati, diam-diam mengikuti, diam-diam menjadi orang terdekat yang selalu berada di dekat Birendra. Itulah sosok Radit saat ini. Satu yang ingin dia lakukan yaitu mengembalikan sosok adiknya seperti sedia kala.

Mengembalikannya menjadi sosok yang ceria, murah senyum dan ramah pada siapa saja. Apakah mungkin? Mungkin saja. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Setiap jengkal jalan kehidupan yang dipilih tidak ada yang mustahil untuk dicapai. Apalagi itu untuk kebaikan

Jika ada penghargaan orang tergigih, sepertinya Radit patut mendapatkannya. Kali ini, sudah tahu di teras rumah keluarga Wardhana ada Ganesh dan Zio yang sedang bersantai, dengan percaya diri Radit mengucap salam dan menyapa keduanya dengan ramah.

"Asalamualaikum, Zio. Mama Ajeng ada?"

"Lo nggak lihat di sini ada siapa?" ujar Ganesh. "Kenapa yang disapa Zio doang?"

"Asalamualaikum juga, Mas Ganesh. Gitu aja kok nesu? Ndak ilok kalau dikit-dikit ngegas, Mas." Radit menggoda Ganesh dengan wajah cerah dan tersenyum lebar.

"Mama Ajeng ada di dalam, Bang, masuk aja. Kalau nggak di dapur, di taman belakang."

"Makasih banyak adik kecil yang baik, untuk nggak kayak Mas Ganas, eh, Mas Ganesh, deng," jawab Radit sembari ambil ancang-ancang untuk kabur saat melihat wajah Ganesh memerah.

Zio yang lebih kecil sedikit lebih dewasa dari keduanya. Justru dua manusia dewasa itu yang bersifat kekanak-kanakan jika sudah bertemu. Bahkan Zio mengajak Ganesh untuk keluar supaya peperangan tidak lagi berlanjut. Namun, Ganesh bersikeras menunggu dan sudah menyiapkan kata-kata serangan untuk membalas ucapan Radit tadi.

Begitu Radit mulai menampakkan batang hidungnya. Ganesh langsung berdiri di depan pintu dan mencegah Radit untuk keluar. Didekatinya tetangga sekaligus saudaranya itu. Ganesh meletakkan mulutnya di samping telinga Radit dan berbisik pelan dengan nada penuh penekanan.

"Makanya, minta adik sama orang tua lo, biar nggak kesepian dan tiap hari cari muka di keluarga gue, terutama sama adik gue." Ganesh lantas menepuk pelan pipi Radit.

Lelaki itu membuka jalan dengan wajah berbinar karena merasa menang untuk kali ini. Sementara itu, Radit berjalan melewati Ganesh dengan wajah memerah. Ia merasakan penghinaan terberat kali ini.

Belum juga turun dari teras, Radit berbalik dan menatap Ganesh dengan tajam. Tangannya yang terkepal terangkat perlahan. Ia mengangkat tinjunya dengan kokoh. Zio yang merasakan tanda bahaya sudah berdiri untuk menjadi penengah.

Namun, belum bergerak, tiba-tiba dari tinju tangan Radit, satu jari tengah mengacung dan itu ia tujukan pada Ganesh. Zio dan Ganesh sama terkejut. Reaksi berikutnya bisa ditebak, Ganesh yang merasa menang berbalik merasa dihina.

"Kurang ajar!" umpat Ganesh dan bersiap maju untuk menghadapi Radit.

"Bang Radit, pulang! Jangan cari ribut di sini," jerit Zio sambil berusa menahan tubuh besar milih Ganesh.

Bisa dilihat 'kan? Siapa yang paling mudah terpancing emosinya, dan siapa juga tabg sifatnya terlalu kekanak-kanakan. Si Abang Radit suka memancing keributan, si Mas Ganesh mudah terpancing. Sudah persis pancingan dan ikan. Cocok sekali.

Mendengar suara Zio, Radit langsung mengangkat jempolnya dan berlari ke rumahnya. Dengan napas tersengal ia membuka pintu dan langsung menuju dapur. Menuju kulkas dan mengambil sebotol minuman dingin.

"Pelan-pelan nanti ..., nah, kan? Baru aja mau bilang hati-hati tersedak. Udah kejadian," ujar Arfan pada putra tunggalnya.

"Sori, Dad. Hausnya sudah sampai ubun-ubun habis ngadepin singa ngamuk."

"Ganesh lagi? Apa yang sudah kamu perbuat sampai Ganesh ngamuk?"

"Nggak ngapa-ngapain, Dad. Radit ngacungin ini doang, eh, si Ganesh udah persis Reog kesurupan," jawab Radit sambil menunjukkan jari tengah seperti yang ia tunjukkan pada Ganesh.

Arfan menepuk jidatnya, "Yo pantes kalau ngamuk, kamunya kurang ajar begitu."

"Dia yang kurang ajar. Masa dia bilang Radit disuruh minta adik sama Daddy dan Bunda biar nggak kesepian plus nggak gangguin Bi lagi. Kurang ajar siapa kalau begitu? Lebih kurang ajar dia 'kan? Nasib baik nggak tak kasih bogem tuh anak."

Kali ini Arfan tertawa, dari saking kerasnya sampai-sampai sang istri menghampirinya.

"Ada apa sampai tertawa seperti ini? Bagi-bagi sama Bunda, dong."

"Radit disuruh minta adik sama Ganesh biar nggak gangguin Bi terus."

"Bunda jangan salah paham, Ganeshnya aja yang terlalu cemburu Radit deket sama Bi. Lagian salah dia juga, punya adik kandung dianggurin. Biarlah dia sibuk sama Zio dan Radit yang perhatiin sama jagain Bi."

"Son, kamu boleh dekat sama Bi. Toh, dia juga saudaramu. Mau kamu jajanin, beliin sesuatu, kamu ajak jalan, silakan. Daddy dan Bunda nggak akan larang, tapi kalau misalnya Ganesh sudah menunjukkan tidak suka, kamu mengalah dulu." Arfan menasehati putranya dan mendapat anggukan tanda setuju dari sang istri.

"Setidaknya jangan terkesan memaksakan kehendakmu, lihat juga Bi nyaman nggak kalau kamu perlakukan seperti itu? Semisal Bi nyaman, tetapi anggota keluarga keberatan, jangan dipaksakan." Bunda Karina menambahkan.

"Iya, Radit paham. Kembali lagi, Bi terlalu lama nggak dianggap dengan kakaknya, dan juga dengan keluarganya yang lain."

"Mereka itu keluarga, kita nggak berhak ikut campur terlalu jauh, Son," sanggah Arfan.

"Tiap malam, coba tiap malam Daddy datang ke kamar Radit. Kita lihat apa yang dilakukan Bi sampai dini hari. Dari situ mungkin Daddy akan sependapat dengan Radit."

Sang putra tunggal beranjak meninggalkan kedua orang tuanya yang masih menyimpan beberapa pertanyaan. Bahkan sepasang suami istri itu saling bertukar pandang mencerna perkataan putranya.

Dari sekian banyak sikap yang harus diambil, mungkin terlalu jauh memasuki ranah hidup orang lain tidak bisa dibenarkan. Namun, jika dibiarkan dan tidak ditindak, akan berbahaya. Ketika seseorang sudah menunjukkan tanda butuh bantuan, bantulah, ketika mereka merasa tidak nyaman, maka menjauhlah.

🍀🍀🍀

Day 9
WPRD Batch 2

Bondowoso, 24 Februari 2022
Na_NarayaAlina

Bráithreachas ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang