Hidup itu memang harus memilih.
Tidak bisa semuanya harus menjadi milik kita.
Terkadang, melepas adalah jalan terbaik.
Meski pada akhirnya ada sakit, ada yang terluka.🍀🍀🍀
Sekeras-kerasnya batu, bisa hancur karena panas matahari dan dingin air hujan yang menerpa terus menerus. Sekuat apa Zio bertahan dengan kehendaknya akhirnya ia bisa berujar dan luluh melihat linangan air mata sang ibu.
Mungkin, kata tidak selalu manjur untuk membujuk. Harus ada usaha dan perbuatan untuk menggugah hati Zio. Meski begitu, semua mendukung. Memberikan apresiasi atas luluhnya Zio pada situasi ini.
Hari sudah ditentukan, yang awalnya akan membawa Zio setelah selesai SMP, mereka memutuskan membawa Zio sekarang.
"Mumpung masih pertengahan semester ganjil. Kalau sudah mendekati akhir semester ganjil, sekolah-sekolah sudah melakukan pendataan peserta ujian, itu bisa menyulitkan dan beberapa bahkan menolah menerima,'' ujar Radit.
"Kalau begitu, Zio mau ikut Ayah sama Ibu sekarang?" Ganesh menawarkan dengan berujar sehalus mungkin.
Zio mendongak, ia menatap wajah semua orang satu persatu. Ada bening di sudut matanya, tetapi ia tahan supaya tidak sampai terjatuh. Ia menatap wajah Mama Ajeng sekali lagi. Begitu Mama Ajeng mengangguk, Zio mengikutinya.
"Tapi jangan jauh-jauh, ya? Biar kalau kangen bisa langsung pulang ke sini." Zio memohon sambil menatap kedua orangtuanya.
"Tenang saja, Zi, misal butuh jemputan atau mau ke sini, Mas Ganesh siap untuk antar jemput. Iya 'kan, Mas?" Birendra berusaha menepis kekhawatiran Zio yang takut tidak bisa kembali lagi ke rumah itu.
Setelah penawaran berlangsung, menemukan kesepakatan, sampai akhirnya memutuskan semua selesai tanpa kendala. Termasuk perpindahan Zio ke lokasi sekolah yg lebih dekat dengan rumahnya.
Masih di kota yang sama, hanya saja terpisahkan oleh beberapa kecamatan. Hanya saja jalan yang ditempuh tidak sebaik jalan yang biasanya Zio tempuh untuk ke sekolah.
🍀🍀🍀
Kehidupan keluarga Radit dan Birendra berjalan seperti biasanya. Perbedaannya adalah Birendra jauh lebih tenang karena tidak ada yang mengganggunya lagi.
Mengganggu dalam artian merecoki setiap hal yang ia lakukan. Zio memang terbiasa membuat Birendra ada dalam kesulitan, tetapi ketiadaan Zio membuatnya sedikit merasa hampa.
Satu hal positif yang terjadi adalah Ganesh yang dimulai perhatian lagi padanya. Sering bertanya dan menawarkan hal-hal kecil seperti makanan, mau diantar sekolah, atau sekadar bertanya apa yang sedang ia lakukan.
"Beneran tadi, tuh, Mas Ganesh bilang mau anterin Bi ke sekolah, tapi Bi nolak. Soalnya kalau nganter Bi ntar ke tempat kerjanya lebih jauh. Kalau Abang kan emang sejalur."
Birendra berceloteh ketika ia berada di mobil dan sedang perjalanan menuju sekolahnya. Si bungsu bercerita sebab paksaan datang dari Radit.
Bagaimana Radit tidak memaksa bercerita jika raut wajah Birendra terlihat aneh. Ia hanya takut sesuatu buruk terjadi lagi. Rupanya, Birendra terlalu kaget dengan penawaran yang diberikan oleh kakaknya itu.
"Alhamdulillah, satu sisi kita juga perlu bersyukur. Zio kembali ke orangtuanya dan Ganesh mulai perhatian lagi sama adiknya."
"Meski begitu, kenapa masih canggung, ya?"
"Dibawa santai, Bi. Kamu butuh terbiasa dulu baru nanti bisa."
"Oh, iya. Mumpung ingat, ini ada undangan dari acara yang kita buat. Teman-teman sepakat dan sudah minta izin sama pembimbing untuk ngundang abang ke acara tahun ini."
Birendra mengeluarkan selembar undangan dan meletakkannya di dashboard mobil Radit. "Jangan lupa, Bang."
"Sip. Insyaallah Abang datang jika tidak ada halangan."
Belum juga sampai di sekolah Birendra, suara dering ponsel Radit terdengar. Ia menghentikan mobil dan menepikannya. Ia melihat nama Bunda Karina berkedip di layar.
Baru berujar salam, Radit dikejutkan dengan suara panik sang bunda yang mengabarkan bahwa Ganesh kecelakaan. Radit langsung langsung berputar arah karena mengatakan bahwa Yudis sedang di luar kota, dan Mama Ajeng panik bukan main.
"Mau ke mana, Bang? Sekolah Bi sudah dekat. Kok putar balik?"
"Nanti Abang yang telepon ke sekolah. Ganesh kecelakaan, Bi. Om Yudis lagi di luar kota 'kan? Mama Ajeng panik, kita balik."
"Oke, Bi paham, Bang. Untuk kali ini saja, bisa nggak Abang bawa mobilnya kalem dikit? Jangan sampai kita juga kecelakaan karena ceroboh."
Kali ini Radit ditumbangkan oleh pernyataan remaja SMA. Ia beristigfar dan mulai mengurangi kecepatan mobil.
Setelah beberapa menit berlalu, mereka sampai di pelataran rumah sakit. Setelah mendapat tempat untuk memarkir mobil, langsung saja mereka bergegas turun dan menuju ruang UGD yang berada di bagian paling depan rumah sakit.
Mama Ajeng dan Bunda Karina menyambut keduanya. Radit langsung meminta izin untuk melihat kondisi Ganesh. Begitu memasuki ruangan, ia melihat dokter sedang menjahit pelipis Ganesh yang robek.
"Gimana, Dok?" Radit langsung bertanya saat dokter selesai menjahit luka tersebut.
"Untuk pelipisnya hanya luka luar, tinggal penanganan untuk tangannya yang belum."
"Tangannya kenapa, Dok?"
"Dari hasil rontgen ada sedikit keretakan. Tidak perlu tindakan operasi, Mas. Saya permisi dulu."
"Terima kasih, Dok."
Sang dokter meninggalkan bilik yang ditempati oleh Ganesh. Radit langsung mendekat dan menyapanya. Ganesh mengangguk dan menyerahkan ponselnya.
"Gila! Ini kondisi mobil loh? Yakin nggak ada luka lainnya? Serius nggak apa-apa, Nesh?"
Ganesh mengangguk. "Gue cuma nggak habis pikir, gimana kalau tadi itu beneran gue bawa Bi di mobil itu. Lo lihat bagian mana yg rusak parah 'kan?"
Mendengar ucapan sang kakak, Birendra langsung merebut ponsel yang dipegang Radit. Seketika itu Birendra langsung menutup mulutnya. Sisi mobil sebelah kiri hancur. Ia kemudian melihat kakaknya sekali lagi.
Ada khawatir yang menyelinap dalam benaknya. "Mas Ganesh nggak apa-apa? Beneran nggak ngerasa sakit di bagian lainnya?"
Melihat seberapa parahnya kondisi mobil yang ditumpangi Ganesh, pasti semua mengira pengendaranya terluka parah.
Birendra berucap hamdalah saat melihat kondisi kakaknya, sedangkan Ganesh berucap kalimat yang sama karena tidak jadi membawa Bi untuk semobil dan mengantarkannya sekolah.
🍀🍀🍀
Day 33
WPRD Batch 2Bondowoso, 20 Maret 2022
Na_NarayaAlina
KAMU SEDANG MEMBACA
Bráithreachas ✔
General FictionRadit pernah pergi, tetapi ia kembali. Demi sebuah janji yang pernah ia ingkari, demi sebuah amanah yang pernah ia khianati. Semua terjadi begitu saja, bahkan ia baru menyadari kesalahannya di masa lalu memberikan luka yang teramat dalam pada Birend...