Pukul delapan tepat, Shela masih belum ke luar dari kamarnya. Padahal sudah sedari tadi, Widia menyiapkan sarapan untuknya. Tentu hal itu membuat Widia khawatir, ia tidak ingin bila terjadi hal buruk pada Shela.
Wanita paruh baya itu pun berjalan ke arah kamar Shela, dengan tujuan memeriksa keadaannya.
Tok tok
Widia mengetuk pintu kamar Shela. "Shela," panggil Widia cemas. Namun, tidak ada jawaban.
Widia pun memutar gagang pintu berkali-kali, tetapi pintu itu tidak terbuka sebab sebelum tidur, Shela selalu mengunci pintu kamarnya. Widia pergi mencari kunci cadangan yang biasanya ia simpan. Kunci itu dipersiapkan untuk berjaga-jaga bila terjadi hal seperti ini.
Setelah pintunya berhasil ia buka, Widia mendapati Shela yang terbaring tak sadarkan diri di lantai. Shela seperti orang yang sudah kehabisan tenaga. Di tangan kanan gadis itu, terlihat noda cat minyak yang mengering, dan juga ada lukisan di atas kanvas yang belum selesai.
"Maaf, Shela. Apa Mamah udah maksa kamu melukis lagi secara enggak langsung?" gumam Widia.
Widia dengan sigap membawa Shela ke rumah sakit. Wanita paruh baya itu, hanya mengabari Ervin dan Asta melalui pesan teks karena tahu kalau saat ini, mereka berdua sedang memiliki urusan masing-masing yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja.
***
Shela lagi-lagi di bawa ke ruang ICU untuk dirawat secara intensif. Tidak ada yang bisa dilakukan Widia selain berdoa dan menunggu keterangan dari Dokter Firdaus yang saat ini sedang merawat Shela.
Setelah tiga puluh menit, Wanita paruh baya itu duduk dengan cemas di ruang tunggu, akhirnya Dokter Firdaus pun ke luar dari ruang ICU.
"Bagaimana keadaan Shela, Dok?" tanya Widia.
"Sekarang keadaan Shela sudah stabil, tetapi dia masih harus banyak istirahat. Untuk hari ini, Shela harus diinfus dan melakukan rawat inap, agar pihak rumah sakit dapat terus memantau kondisi Shela," jelas Dokter Firdaus.
"Baik, Dok," terima Widia. "Boleh saya masuk untuk melihat keadaan Shela?" sambungnya.
"Boleh. Silakan," ucap Dokter Firdaus.
Widia pun segera masuk ke ruang ICU. Di dalam ruangan itu, ia melihat Shela yang sudah sadarkan diri.
"Maafin Mamah ya Shela, udah maksa kamu melukis lagi," pinta Widia. "Mamah akan simpan semua alat lukis kamu di gudang, supaya kamu bisa fokus istirahat," sambungnya.
"Bukan salah Mamah. Cuma Shela tadi malam tiba-tiba mau melukis lagi, terus lupa istirahat," jelas Shela. "Jangan kasih tahu siapa-siapa soal ini ya, Mah," sambungnya.
"Kenapa?" heran Widia.
"Enggak apa-apa. Jangan kasih tahu aja," jawab Shela.
Widia pun mengangguk saja, meski wanita paruh baya itu masih memiliki banyak pertanyaan, tetapi ia memilih untuk diam sebab bisa melihat Shela sadarkan diri lagi, sudah lebih dari cukup baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astala [Hiatus]
Teen FictionMengidap penyakit gagal ginjal di usia muda, membuat kehidupan Shela tidak seperti remaja pada umumnya. Untuk menggantikan ginjalnya yang sudah tidak berfungsi dengan baik, gadis itu harus melakukan cuci darah rutin. Hal monoton seperti ini membuat...