Terhitung sudah beberapa jam setelah gadis berkulit putih pucat itu sampai di rumahnya. Namun, bibir kecilnya belum pernah berhenti melengkung. Ia terus saja memikirkan tingkah laku Asta yang terlalu absurd dan sulit untuk ditebak. Kadang pria itu bisa menjadi sangat kaku, kadang bisa jadi sangat tidak peka, dan terkadang bisa jadi sangat perhatian.
"Senyum-senyum terus dari tadi. Udah jatuh cinta sama Asta ya?" tanya Widia yang sedari tadi memperhatikan putri semata wayangnya.
Pertanyaan itu terkesan sederhana, tetapi terlihat jelas kalau Shela tengah kesulitan untuk menjawabnya. Apa saat ini ia memang telah menaruh hati pada Asta? Atau itu hanya perasaan yang berlabuh sesaat saja?
"Sebenarnya Shel---" ucapan Shela terpotong.
Ding dong ...
Terlihat seorang pria paruh baya degan wajah gusar berjalan menghampiri mereka, tanpa menunggu adanya seorang pun yang datang untuk membukakannya pintu. Ia lalu mengambil tempat duduk tepat di hadapan Widia sembari memijat-mijat kepalanya yang tengah pusing akibat banyaknya beban pikiran.
"Kenapa, Pah?" heran Shela. Tidak biasanya Ervin menunjukkan ekspresi lesu seperti ini.
"Di kantor ada projek besar," jawab Ervin.
"Bagus dong, kok malah kayak orang pusing gitu," sahut Widia.
"Perusahaan lagi kekurangan SDM buat dipercayakan untuk urus projek itu, Mah," balas Ervin. "Soalnya ini projek besar, tapi jangka waktunya singkat. Makanya Papah harus cari orang yang bener-bener bisa dipercaya," sambungnya melihat Widia dengan mata yang berbinar-binar.
Widia menarik napas panjang. Wanita paruh baya itu kini paham betul akan maksud dari suaminya. "Jadi mau Mamah lagi yang bantu back up projeknya?" tebaknya.
Ervin tertawa lega sebab istrinya sudah memahami apa yang ia inginkan. Sebenarnya, pria itu enggan untuk meminta bantuan dari Widia lagi, sebab istrinya mulai berhenti bekerja karena ingin merawat putri semata wayangnya yang tengah mengidap penyakit gagal ginjal. Namun, pria itu mulai kehabisan pilihan. Sangat sulit mencari orang yang sekompeten Widia dalam mengelola pekerjaan kantor.
"Papah kan tahu kalau sekarang Mamah harus jagain Shela. Kemarin Mamah emang handle salah satu proyek pekerjaan, tapi kan itu waktu ada Asta yang selalu bisa jaga Shela," ucapnya lembut. "Kalau sekarang, Asta udah menuju semester akhir, pasti dia makin sibuk. Dia harus PPL, KKN, sama Skripsi. Mamah udah enggak mau terlalu kasih beban ke Asta, supaya dia tetap bisa fokus sama pendidikannya," sambungnya.
"Jadi bentar lagi Asta bakal berhenti jadi penjaga Shela?" tanya Ervin.
"Masih jadi pertimbangan," tutur Widia.
"Jangan!" teriak Shela. Gadis berkulit putih pucat itu sukses membuat orang tuanya menoleh bersamaan ke arahnya.
"Em, Mamah jangan tolak proyek itu." Shela berusaha mencari alibi. "Kalau proyeknya jatuh ke tangan yang salah, nama baik Papah sama perusahaan bisa tercoreng," lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astala [Hiatus]
Teen FictionMengidap penyakit gagal ginjal di usia muda, membuat kehidupan Shela tidak seperti remaja pada umumnya. Untuk menggantikan ginjalnya yang sudah tidak berfungsi dengan baik, gadis itu harus melakukan cuci darah rutin. Hal monoton seperti ini membuat...