Asta memperhatikan wajah Shela yang tertidur lelap di atas hospital bed. Gadis itu terlihat seperti seseorang yang tengah menahan kesedihannya. Shela memang pandai dalam hal memalsukan raut wajah, ia sering kali terlihat baik-baik saja, meskipun sebenarnya sulit menahan rasa sakitnya. Namun, itu semua berbeda pada saat Shela tertidur. Gadis itu benar-benar menampakkan ekspresi aslinya tanpa adanya kepalsuan.
Dengan inisiatifnya, Asta ke luar dari ruang Hemodialisa dan pergi mencari kursi roda untuk Shela. Meski pria itu tidak tahu banyak tentang cuci darah dan rasa sakit yang dialami Shela, tetapi Asta akan selalu mencari cara untuk mengurangi penderitaan Shela sebab kini, ia telah ditugaskan untuk menjaga gadis itu.
***
Shela terbangun dari tidur singkatnya. Ia sedikit kecewa sesaat setelah tidak melihat keberadaan Asta yang tadi duduk di sisinya.
"Katanya mau temenin sampai prosesnya selesai, tapi udah pergi duluan," gumam Shela. "Harusnya gue enggak berharap lebih," sambungnya.
Namun, tanpa gadis itu sangka, sosok pria yang ia kira telah pergi meninggalkannya, ternyata malah kembali dengan mendorong kursi roda kosong masuk ke ruang rawatnya.
"Lo bawa kursi itu buat siapa?" tanya Shela.
"Buat lo," jawab Asta polos.
"Lo pikir gue lumpuh?" tuduh Shela.
"Gue cuma mau anterin lo ke mobil pake kursi roda ini kalau proses cuci darahnya udah selesai." ungkap Asta. "Soalnya tadi waktu tidur, lo kelihatan kayak orang kecapean," jelas Asta.
Shela hanya diam setelah mendengar penjelasan Asta. Untuk pertama kalinya, gadis itu merasa kalau benar-benar ada orang selain ibunya yang mengerti tentang apa yang ia rasakan tanpa harus mengatakannya terlebih dahulu.
"Lo itu emang polos atau sengaja perhatian sih, Asta?" batin Shela.
***
Setelah mengantar Shela pulang, Asta ingin segera bergegas menuju kampus. Pria itu pun berpamitan kepada Shela dan Widia seraya mengembalikan kunci mobil yang tadi ia gunakan. Namun, ditolak oleh Widia. Wanita paruh baya itu meminta Asta agar pergi ke kampus menggunakan mobil, dengan tujuan agar Asta tidak perlu mengeluarkan biaya lebih untuk mengisi bahan bakar motornya.
Asta sebenarnya merasa sungkan akan hal itu, tetapi sekeras apapun ia mencoba, Widia tetap akan selalu memintanya berangkat menggunakan mobil. Dengan sangat terpaksa, pria itu pun menerima tawaran dari Widia.
***
Setibanya Asta di kampus, ia disambut hangat oleh dua orang temannya. Asta memang tidak terlalu populer, tetapi pria itu memiliki teman yang selalu setia menemaninya di waktu senang maupun susah.
"Eh, lo punya mobil baru?" tanya July Aurelia.
"Keren banget mobil lo, Ta," sambung Agus Aristo.
"Ceritanya nanti aja. Udah mau jam masuk," ucap Asta memandangi Arlojinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astala [Hiatus]
Novela JuvenilMengidap penyakit gagal ginjal di usia muda, membuat kehidupan Shela tidak seperti remaja pada umumnya. Untuk menggantikan ginjalnya yang sudah tidak berfungsi dengan baik, gadis itu harus melakukan cuci darah rutin. Hal monoton seperti ini membuat...