Malem senin ares kasih yang ringan aja
ayo tinggalkan jejak
_._._
Seperti biasa, sinar matahari pagi yang masuk menerobos melalui jendela adalah hal yang membangunkannya. Hyunsuk diam berbaring pada punggungnya, mata menyipit menatap langit-langit yang tertutup oleh kain, mencoba menyesuaikan diri dengan terangnya pencahayaan dalam kamar.
"Selamat pagi, Pangeran Hyunsuk," sapa seorang pelayan yang keluar dari lemari dengan membawa satu set pakaian.
"Selamat pagi," balas Hyunsuk.
"Saya sarankan anda segera bangun dan bersiap karena akan ada seseorang yang bergabung bersama anda untuk sarapan," kata si pelayan sambil menyusun pakaian yang dibawanya tadi pada sebuah kursi dekat meja rias.
"Oh? Apakah raja Jihoon sudah menunggu lama?" tanya Hyunsuk.
"Bukan Raja Jihoon melainkan Ratu Sandara."
Tangan Hyunsuk membeku sejenak dari gerakannya melepas lilitan selimut dari tubuhnya. Ratu Sandara? Untuk apa dia datang kemari? Apakah ini adalah bagian dari siasat Jihoon untuk membacanya?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar dalam benak Hyunsuk sepanjang waktu selama dia mempersiapkan diri. Rasanya tidak mungkin Jihoon mengirim ibunya hanya untuk meyelidikinya seperti Asahi tempo hari. Apakah ada hal yang terjadi pada Jinju sehingga sang ratu ingin meminta bantuannya? Mungkin saja. Tapi apakah Jasujeong selemah itu sehingga tidak dapat mengendalikan daerah takhlukannya sampai-sampai meminta bantuan pada tawanan yang diasingkan?
Sampai Hyunsuk berjalan masuk ke ruang makan luas di sayap kiri istana, dia belum menemukan sangkaan yang cukup menguatkan.
"Selamat pagi, Yang Mulia Ratu Sandara," kata Hyunsuk memberi penghormatan pada seorang wanita yang telah lebih dulu duduk di kepala meja panjang itu. Sejujurnya Hyunsuk belum pernah bertemu dengan ratu Jasujeong ini sebelum acara pemakaman kedua orang tuanya, apalagi sampai berbicara empat mata.
"Selamat pagi, Pangeran Hyunsuk. Duduklah."
Hyunsuk mengambil tempat duduk di sebelah kiri sang ratu, kedua tangan bertaut di bawah meja yang belum pernah dia gunakan. Selama berada di pengasingan Hyunsuk selalu menyantap makanannya di tepi teping dan ruang pustaka.
Ruang makan ini sama asingnya dengan wanita yang duduk bersamanya.
"Maafkan Hyunsuk yang telah membuat anda menunggu. Hyunsuk harap tidak membuat anda menunggu terlalu lama, Yang Mulia," kata Hyunsuk, menundukkan kepala.
"Tidak apa-apa. Aku juga baru sampai sebenarnya. Aku telah meminta pelayan untuk menyiapkan sarapan kita. Semoga kau tidak keberatan."
"Hyunsuk sama sekali tidak keberatan, Yang Mulia."
"Jangan terlalu formal denganku, Hyunsuk. Bersikaplah biasa."
Hyunsuk kembali menundukkan kepala tanda patuh. Para pelayan kemudian datang membawa hidangan. Dua orang pelayan masing-masing meletakkan sepiring pancake berlumur cokelat di hadapan mereka berdua.
"Aku meminta pelayan menyiapkan sarapan kesukaanmu. Tidak kusangka kau menyukai hal yang sama dengan Jihoon."
"Sebuah kebetulan, Yang Mulia. Apakah anda tidak menyukainya? Saya bisa meminta pelayan untuk menyiapkan hidangan baru untuk anda."
"Tidak apa-apa. Mari." Lalu keduanya menyantap sarapan dalam diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hyunsuk dengan perdebatannya dengan pikirannya sendiri, dan sang ratu Jasujeong dengan... well, siapa yang tahu.
Ketika mereka telah selesai dan para pelayan telah membersihkan peralatan kotor dari hadapan mereka, Hyunsuk menunggu Dara untuk bicara. Karena tidak mungkin sang ratu datang berkunjung hanya untuk sarapan bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Crown for Us (hoonsuk)
FanfictionKetika harga diri dan hati dipertaruhkan dari dua sisi meja yang berbeda.