Jangan lupa tinggalkan jejak
dan baca note di bawah,
_._._
Hyunsuk dibangunkan oleh tepukan ringan di bahu. Ketika dia membuka mata, hal pertama yang dilihatnya adalah wajah Doyoung, pelayan pribadinya. Doyoung memandangnya dengan mata yang seolah barusaja diserbu oleh sekawanan lebah. Awan hitam yang membayangi wajahnya tidak dapat disamarkan dengan senyum yang Doyoung berikan kepadanya.
Hyunsuk lantas menyadari keadaannya; berbaring diantara peti kedua orangtuanya yang masih terbuka. Dia lalu bangkit, erangan parau lolos dari bibirnya merasakan sekujur tubuhnya terasa sakit terutama kepala dan tulang belakangnya.
"Selamat pagi, hyung," sapa Doyoung.
"Pagi, Dobby," balas Hyunsuk mendudukkan diri. "Kau baik-baik saja? Dimana pelayan dan penjaga yang lain?"
"Aku baik. Malam itu kami semua dibius. Ketika bangun kami telah berada di ruang pertemuan yang dikunci dari luar. Lalu semalam kami dibebaskan untuk mempersiapkan pemakaman untuk Raja Seunghyun dan Ratu Chaerin," lapornya. Suara Doyoung berubah parau. "Itu adalah tugas terakhir kami. Setelah ini kami akan dipulangkan ke rumah kami masing-masing."
Tiba-tiba Doyoung menghambur ke pelukan Hyunsuk membuat sang pewaris terhuyung ke belakang, punggungnya membentur peti.
"Maafkan kami, hyung, maafkan kami yang tidak mampu memenuhi tugas kami. Karena kelalaian kami semuanya berubah menjadi buruk. Maafkan kami yang tidak dapat membantumu. Maafkan kami yang membuatmu harus menanggung semuanya sendiri," sesal Doyoung. Suaranya sengau teredam. Hyunsuk merasakan bahunya memanas dan basah.
"Tidak apa. Aku baik-baik saja. Bukan salah kalian. Jangan menyalahkan diri seperti itu. Aku yang harusnya meminta maaf pada kalian," kata Hyunsuk membelai pelan kepala Doyoung. "Maafkan aku sehingga semua menjadi begini. Terimakasih atas pengabdian kalian selama ini."
Doyoung mengabaikan ucapan Hyunsuk. Dia masih meracaukan maaf seolah jika dia mengucapkannya cukup banyak maka semua akan kembali seperti semula.
Hyunsuk diam mendengarkan semuanya. Baru ketika dirasa Doyoung telah sedikit tenang, Hyunsuk menegakkan tubuh temannya itu. Ditatapnya wajah merah yang kian membengkak itu lalu disekanya satu dua tetes air mata yang masih mengalir.
"Kau bilang kau masih ada tugas terakhir. Apakah kau telah melaksanakannya?" tanya Hyunsuk lembut.
Doyoung menggeleng. "Tu-tugasku ada-dalah me-men-mempersiapkanmu untuk up-upaca-cara p-pemaka-pemakaman raj-raja dan ratu," katanya terisak.
Hyunsuk mengangguk. Dia lalu menarik sahabatnya berdiri menuju kamarnya. Sahabat yang Hyunsuk tahu tidak akan pernah dia temui lagi setelah hari ini.
.
Setelah selesai membersihkan diri dan berdandan dengan dibantu oleh Doyoung, dua orang pengawal Jasujeong datang menjemputnya. Doyoung kembali memeluk Hyunsuk.
"Jaga dirimu baik-baik," pesan Hyunsuk, membalas pelukan Doyoung sama erat.
"Kau juga. Kau harus kuat. Ingatlah, hyung, meski kita kalah, jangan sampai hati kita menyerah. Seluruh Jinju, Hoseki, dan Seolgyu menghormatimu. Kami menyayangimu. Bagi kami kaulah satu-satunya junjungan kami," bisik Doyoung, matanya kembali berair.
Gedoran keras di pintu memaksa keduanya untuk memisahkan diri. Dengan satu senyum terakhir dan lambaian tangan Hyunsuk berjalan keluar kamar menghampiri dua pengawal yang menunggunya.
.
.
.
Hyunsuk berdiri diatas tribun utama dengan kanopi berwarna putih yang melindunginya dari sengatan sinar matahari. Di sampingnya, berdiri diatas podium, adalah Jaehyuk, Jihoon, dan Ratu Sandara berdiri berurutan. Di samping kanan kiri tribun utama terdapat masing-masing dua tribun lain. Di sebelah kanan adalah untuk keluarga kerajaan Hoseki dan Ameji. Di sebelah kiri merupakan tribun untuk Seolgyu dan Gamlam. Empat orang penjaga ditempatkan pada sudut masing-masing tribun. Di depan tribun, berkerumun mengelilingi lapangan, adalah rakyat Jinju.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Crown for Us (hoonsuk)
FanfictionKetika harga diri dan hati dipertaruhkan dari dua sisi meja yang berbeda.