Tigabelas: Memories and Broken Promises

1.1K 176 18
                                    

sesuai judulnya, beberapa bagian dari chapter ini adalah memori. harusnya bagian memori itu italic tapi nggak tau kenapa ares pindah kesini jadi tegak semua. jadi nanti bakal ares kasih penanda. okay?

jangan lupa tinggalkan jejak

 _._._

*memory started

Hyunsuk dan Doyoung berbaring bersisian di antara deretan bunga lily, lelah sehabis mengejar kupu-kupu. Keduanya sedang menebak-nebak bentuk awan yang berjalan beriringan di langit diatas mereka.

"Hei, yang satu itu bentuknya seperti mahkota," seru Doyoung lalu menoleh kearah Hyunsuk. "Sukkie hyung, kalau kau besar nanti kau mau jadi ratu yang seperti apa?"

Bibir Hyunsuk mengerucut. "Seperti bunda. Cantik dan baik."

"Lalu, kau mau raja yang seperti apa?"

"Seperti ayah. Tampan dan cinta damai."

.

Doyoung memandangnya dengan matanya yang merah, pipi yang belum sepenuhnya kering kembali dibanjiri oleh air mata. Bibirnya terus bergerak meracaukan hal yang sama. "Maafkan kami, hyung. Maafkan kami."

.

Doyoung memegang kedua bahunya sebelum menariknya dalam satu pelukan erat dan berbisik di telinganya, "ingatlah, hyung, meski kita kalah, jangan sampai hati kita menyerah. Seluruh Jinju, Hoseki, dan Seolgyu menghormatimu. Kami menyayangimu. Bagi kami kaulah satu-satunya junjungan kami."

*memory ended

.

.

Hyunsuk tersentak bangun. Matanya terbuka lebar di tengah gelapnya kamar. Nafasnya memburu. Jantungnya berdegup kencang.

Hyunsuk kemudian mendudukkan diri dan bersandar pada headbed di belakangnya. Dengan kedua kaki terlipat ke dada, dia lalu menyembunyikan keningnya pada lutut.

Doyoung.

Mengapa tiba-tiba Hyunsuk memimpikannya? Mengapa kenangan-kenangan mereka berdua tiba-tiba muncul di mimpinya? Apakah Doyoung baik-baik saja? Apakah telah terjadi sesuatu padanya? Mengapa, dari seluruh kenangan yang mereka lalui bersama, mengapa ingatan itu yang muncul?

Sekarang bayangan wajah Doyoung yang memandangnya penuh sesal, serta sorot matanya yang menyiratkan kepercayaan seutuhnya, tidak akan bisa terhapus dari balik pelupuk matanya.

Maafkan aku, Dobby.

.

.

"Pangeran Hyunsuk, bangunlah."

Sebuah tangan menariknya dari alam mimpi, mimpi yang masih dipenuhi oleh bayang-bayang wajah Doyoung. Namun mimpinya kali ini berbeda. Doyoung tidak lagi memperlihatkan bahwa dia mempercayainya, akan tetapi temannya itu tampak kecewa dan seperti terkhianati. Kecewa padanya. Dikhianati olehnya.

Beberapa saat kemudian Hyunsuk menyadari dirinya jatuh tertidur dengan posisi yang sama; lengan memeluk lutut. Tubuhnya pegal bukan main terutama sepanjang tulang punggungnya. Dia mengangkat kepala dan bertukar pandang dengan seorang pelayan yang biasa membangunkannya.

"Anda baik-baik saja, Pangeran?" tanya si pelayan. Hyunsuk mengangguk pelan. Astaga, lehernya sakit sekali. Si pelayan lalu membantunya meluruskan kaki sebelum menuju kamar mandi untuk menyiapkan air hangat.

.

Setelah sarapan, Hyunsuk berjalan menuju ruang pustaka untuk memuntahkan makanan yang baru saja disantapnya, seperti biasa. Dia juga berniat mencari buku yang cukup bagus untuk dibaca. Kali ini bukan hanya sekedar mengisi waktu, melainkan juga mengalihkan pikirannya. Hatinya tidak tenang setelah memimpikan Doyoung semalam. Dia mengkhawatirkannya.

A Crown for Us (hoonsuk)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang