Part 4

6.3K 576 5
                                    

            Ravy dan Rasta sampai di rumah saat malam hari. Mereka terlalu asyik bermain dan berkeliling. Walaupun lelah, namun wajah Ravy maupun Rasta tetap tertawa senang. Ravy menenteng tiga buah kantong plastik yang berisi makanan. Bima yang baru saja keluar dari dapur hanya melihat kedatangan mereka dengan wajah kesal.

            “Seru kelilingnya?” Bima menyindir. Ravy mengangguk spontan dengan wajah riang. Dia lupa rasa kesalnya pada Bima. Rasta ikut terkekeh geli dan duduk di sofa ruang tengah.

            “Kita maen seharian kayak orang gila. Itupun nggak jelas tujuannya kemana...! Ravy gila, masa minta muter-muter pake andong keliling kota? Patah ntar kaki kudanya..” Rasta bercerita sambil terkekeh. Ravy tergelak senang dan geli.

            “Kapan-kapan aku mau duduk di depan, ah buat gantiin kusirnya...!” Ravy tersenyum geli. Rasta hanya menggeleng heran. Entah apa yang terjadi dengan teman kecilnya itu, sehingga dia jadi hobi berkeliling layaknya anak kecil seperti tadi. Sangat antusias, hingga pak kusir yang menjadi guide-nya hari itu hanya terkekeh geli.

            “Kamu seneng banget, ya?” Rasta yang tingginya beberapa centi lebih tinggi dari Ravy itu hanya tersenyum dan menepuk-nepuk kepalanya. Ravy tersenyum riang. Ekspresi yang sama sekali belum pernah dia tunjukkan kepada Bima. Bima mulai merasa muak. Tahan, Bima...! Mungkin Ravy sedang senang, jadi tidak menyadari perasaanmu..!

            “Kalo ntar aku mau keliling lagi, kamu mau anterin aku, nggak?” Ravy terus tertawa tanpa dosa. Rasta tersenyum. Sabar, Bima.. Mungkin dia hanya sedang gembira, karena itu dia tidak tahu apa-apa soal perasaanmu!

            “Aku seneng banget, deh bisa keluar bareng sama kamu...!” dia masih tertawa. Oh, apa yang harus Bima lakukan sekarang..? hatinya sedang meletup seperti sebuah genangan magma dalam perut gunung berapi. Siap menyemburkan magma itu kapan saja.

            “Aku pengen besok kita maen lagi..! Kan besok masih libur...” lagi-lagi Ravy berhasil memancing emosi Bima. Oke, tidak ada besok, besok lusa, besok lusanya lagi dan seterusnya!!

            Bima menarik tangan Ravy yang sedang menepuk-nepuk bahu Rasta. Ravy menoleh ke arah Bima, mendapati wajah Bima yang sedang menahan amarah.

            “Kita harus bicara! Berdua! Sekarang!” Bima membentak. Rasta menatap mereka berdua lalu tersenyum kikuk.

            “Aku pergi dulu, ya Rav...” Rasta berpamitan dengan wajah serba salah. Ravy menoleh ke arahnya dan mengangguk kikuk. Bima terus menarik tangan Ravy dan mendorongnya ke dalam kamar. Untuk saat ini dia bersikap kasar padanya, dan tentu saja dia masih belum bisa menyadarinya. Bima menutup pintu dan menguncinya. Dia masih menghadap ke arah pintu tanpa menoleh ke arah Ravy.

            “Kamu jelasin sekarang! Kamu dari mana?!!” suara Bima bergetar, namun suara itu menandakan emosi tingkat tingginya. Ravy terdiam pucat di belakangnya. Bima pasti semarah itu padanya. Dia pergi sejak tadi pagi dan baru kembali malam hari seperti ini.

            “Aku keliling...kota... Eh, sama.. Rasta.. naik itu... andong...” suara Ravy ikut gemetar. Dia menatap punggung bidang Bima di depannya. Bima terdiam, lalu berbalik ke arah Ravy, dan... Bima menangis! Dia menangis!

            “Kamu anggap apa aku di sini? Cuma hiasan...?” wajah Bima terlihat kusut. Dia melangkah mendekat ke arah Ravy.

            “Kamu tahu sendiri alasannya...” suara Ravy masih gemetar. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain, menghindari tatapan mata Bima. Bima masih menatapnya tajam, menunggu reaksi Ravy selanjutnya. Namun tak ada reaksi berarti dari Ravy.

When? (RnB Series Season 2) - BXBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang