chapter sixteen V

24.6K 1.6K 76
                                    

ALI

Aku menatap titik hujan yang berjatuhan dari langit melalui balkon kamarku yang sejuk. Aku menatap kosong ke langit kelabu, namun kepalaku tak berhenti berpikir. Banyak hal terlintas di kepalaku, namun semua bermuara pada satu orang.

Prilly.

Prilly. Prilly. Prilly.

Aku mengacak rambutku frustasi karena wajah cantiknya yang tak lekang dari ingatanku. Aku kembali memutar berbagai memori bersama Prilly. Sejak aku yang ketus dan anti sosial ini mulai berubah menjadi orang yang lebih baik karena keberadaannya. Aku mendengar suara langkah kaki yang memasuki kamarku, lantas melintasinya dan melangkah keluar menuju balkon kamarku yang memang kubiarkan terbuka. Aku mencium aroma parfumnya, aroma yang amat sangat familiar.

"'Li, sebenernya ada apa sih, antara lo sama Prilly?", tanyanya tanpa basa-basi.

Aku menoleh sinis sambil menatap Kakak perempuanku satu-satunya itu. Kak Alya menyibakkan rambutnya yang bergelombang, lalu menatapku sinis penuh selidik.

"Bukan urusan Lo.", jawabku datar.

Ya, aku memang sudah kembali menjadi Ali yang dulu. Ali yang ketus dan kasar.

"Gue ngga ngerti sama Lo.", sahut Kak Alya yang kini terang-terangan berdiri menghadapku dengan kedua tangannya disilangkan di depan dada.

"Gue yang ngga ngerti, apa urusannya semua ini sama lo.", jawabku lagi, sambil ikut menyilangkan kedua tanganku di depan dadaku dan menatapnya.

"'Li, berhenti deh, sensi-sensian kayak gitu. Stop jadi anak kecil. Jujur sama diri lo sendiri terutama sama perasaan lo sendiri.", omel Kak Alya tampak tak sabar dengan sikapku.

"Siapa yang kayak anak kecil? GUE?", tantangku sambil bangkit berdiri dan menatap Kak Alya.

Kak Alya menggelengkan kepalanya tak percaya. Jangankan dia, aku sendiri tak tahu mengapa aku kembali menjadi temperamen.

Kak Alya melangkah maju ke arahku, mendorong bahuku sekuat tenaga dengan kedua tangannya. Tepat saat tubuhku terhuyung, ia meletakkan kakinya di belakang kakiku, aku pun tersandung dan terjatuh ke belakang.

"BRAKK!!!", aku terkejut dan jatuh terduduk di atas sofa balkon, aku terkejut dengan reaksi Kak Alya.

Ia menatapku kesal dan mendekatkan wajahnya ke wajahku, kemudian berbicara dengan penuh penekanan.

"Lebih baik, lo bicarain semua sama Prilly. Berhenti jadi orang munafik dan jujur sama diri sendiri. Jangan sampe orang itu pergi, baru lo nyesel sama apa yang udah lo lakuin.", Kak Alya memgangkat ponselnya, menunjukkan halaman socmednya kepadaku.

Aku mengernyitkan dahi menatap layar halaman socmed dengan dominasi warna merah dan putih. Aku melihat foto kecil yang aku cukup yakin adalah foto Prilly yang sedang mengenakan kacamata hitamku, entah kapan ia mengenakannya. Hatiku mencelos saat melihat tulisan di sebelah fotonya.

Prilly M. Latuconsina
Bye Jakarta! Off for a while.
at Bandara Internasional Soekarno-Hatta with Raja Latuconsina and UllyJulita.

Kak Alya meletakkan telunjuknya di dadaku sekilas, lantas melangkah cepat berlalu meninggalkanku yang masih terkejut dan sibuk mencerna postingan Prilly di Path-nya barusan.

Aku melihat langit mulai terang dan titik hujan mereda. Aku melangkah cepat tanpa menoleh menuju kamarku, menggapai jaket dan kunci motor yang tergeletak di meja kamarku. Aku menyempatkan diri mengantongi ponsel ke saku celanaku sambil melangkah cepat menuruni tangga dan menghampiri Umi yang menatapku bingung dengan remote tivi di tangannya.

Aku mencium tangan Umi singkat, lantas melangkah cepat keluar rumah. Aku menyalakan mesin motorku dan menggebernya sesaat, lalu menyandang helm di lengan kiriku sebelum melaju menembus pagi yang mulai cerah karena hujan yang perlahan mereda.

Prilly, Prilly.

Semoga masih ada kesempatan untukku, mengubah hujan dan langit gelap di sekitar kita menjadi langit cerah dengan mentari terbenam yang mempesona. Aku masih ingin melihat senja itu dan membandingkannya dengan indah mata cokelatmu yang berhasil membuatku berpaling dari senja yang keemasan itu.

------------------------------------------------------------

Aku menatap jam tanganku dengan tak sabar. Waktu serasa mengejarku tanpa ampun. Aku mengarahkan stang ke kanan dan kekiri selincah yang aku bisa. Aku menyalip dan memanfaatkan celah di jalanan yang amat padat dengan bonus teriakan dan klakson mobil yang gerah dengan gaya berkendaraku yang tampak ugal-ugalan.

Aku menatap lampu lalu lintas yang masih menyala hijau di depanku. Aku menggeber motorku lebih keras, melaju lebih cepat meninggalkan mobil-mobil yang juga sama tak sabarnya denganku. Aku menatap lampu yang perlahan berubah kuning. Aku tak jauh lagi dari sana, aku memusatkan perhatianku, motorku melaju amat kencang. Sebelum sebuah truk besar muncul dari arah kiriku. Aku yakin sekali lampu masih menyala kuning saat aku menyebrangi perempatan besar itu. Namun sepertinya perhitunganku salah.

Jantungku mulai berdegup kencang, truk kontainer itu melaju santai didepanki tanpa menyadari aku yang melesat cepat menjemput mautku sendiri. Aku menekan rem tangan sekuat tenagaku, bunyi decit memekakkan telinga terdengar sepanjang jalan. Aku sempat melihat berpasang-pasang mata bergidik ngeri menatapku. Aku memejamkan mata sejenak ketika motorku oleng, aku menundukkan kepala semampuku saat tak ada pilihan lain selain menerima kenyataan bahwa remku kalah telak dari ban motorku yang masih melaju.

Motorku melesat masuk ke kolong kontainer itu, aku menundukkan kepala semampuku, namun perban di tubuhku sungguh mengganggu gerakku. Sesuatu yang keras menghantam kepalaku. Motorku terlempar jauh melalui kolong kontainer sementara tubuhku terhempas keras setelah sebelumnya menubruk kontainer yang masih melaju perlahan menyeberangi perempatan.

Aku mendengar teriakan yang memekakkan telinga. Mataku yang masih terbuka berusaha mengedarkan pandangan ke sekitarku. Namun yang kulihat hanya aspal gelap tempatku terbaring, dengan darah segar yang bersimbah di aspal sekitarku. Aku menatap kerumunan orang yang melangkah mendekatiku.

Kemudian suara-suara itu menghilang.

Pandanganku semakin kabur.

Kegelapan datang.

Aku hilang.

------------------------------------------------------------

yellowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang