chapter nineteen VI

19.7K 1.3K 16
                                    

ALI

Aku menyesap teh hangat buatan Umi sambil melempar pandangan ke luar balkon. Aku menghirup napas dalam-dalam, merasakan udara segar memenuhi rongga paru-paruku. Beberapa sesi terapi sudah aku jalani dan sepertinya membawa perubahan juga pada kondisi kesehatanku. Siang ini aku harus kembali ke dokter orthopedi untuk melihat kemajuan kondisi rusukku.

Aku membalikkan tubuh dan melangkah masuk kembali ke dalam kamar, meletakkan cangkir kosong di meja, lantas menyambar jaket kulit yang kugantung di balik pintu. Sayup-sayup terdengar suara televisi yang sepertinya menayangkan infotainment. Aku tak bisa menahan diri untuk tidak menoleh karena mendengar nama Prilly beberapa kali disebut.

Wajah Prilly tampak menatap kamera, ia menggenggam mikrofon dan dibelakangnya tampak set syuting entah iklan atau film apa yang dibintanginya. Wajahnya tampak lelah, namun mata cokelatnya yang indah tak henti memancarkan kilau saat ia menjawab satu-persatu pertanyaan yang dilontarkan awak media padanya. Aku tak begitu memperhatikan liputan infotainment itu, wajah Prilly sudah menyita banyak perhatianku.

Layar berkedip dan wajah Prilly menghilang berganti iklan. Aku memalingkan wajahku, lantas mengenakan jaket kulit sambil melangkah keluar dari kamar. Aku melihat Umi yang menoleh dari sofa di depan televisi, lantas menghampirinya dan menyambar roti bakar yang diletakkannya di meja makan tak jauh dari tempatku berdiri.

yellowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang